Surabaya (Suaramuslim.net) – Guru, ustadz, atau pendidik adalah pemandu kehidupan. Mereka adalah cahaya, penerang, sekaligus penunjuk jalan. Mereka mengabdi dengan selaksa amanah. Dari rahim mereka lahir kebajikan. Dari garba suci guru, lahir generasi dengan berbagai keunggulan: spiritual, intelektual, emosional, moral, dan komitmen sosial. Seperti nabi dan rasul, guru adalah penerus amanat ketuhanan, misi kenabian, dan berbagai harapan kemanusiaan. Guru adalah penggagas, pencipta, dan pemelihara keadaban.
Tetapi, ternyata kita menjumpai beragam tipe guru. Ada guru wajib, guru sunnah, guru makruh, guru subhat, bahkan ada guru haram! Siapakah gerangan mereka?
Para guru wajib adalah mereka yang menyadari bahwa tugas mendidik adalah amanat Tuhan. Bagi guru tipe ini, pendidikan adalah ladang pengabdian tulus, sajadah panjang, tempat mereka menyambung mata rantai ibadah dakwah, amal dan jihad kehidupan.
Para guru wajib adalah mereka yang menyadari bahwa mendidik itu bagian dari penghambaan seorang abdi kepada Al-Khaliq. Mendidik adalah ekspresi tegak, rukuk dan sujud penuh taslim (ketundukan). Pendidikan adalah ladang pengagungan, pujian, syukur, sabar, istiqomah, harap dan cemas dalam nuansa penghambaan total (kaffah) kepada Allah, Dzat Yang Maha Agung.
Selain ladang ibadah, guru wajib menyadari tugas pendidikan adalah misi kenabian, amanat kitab suci, pesan wahyu, bukan motivasi nafsu. Pendidikan adalah pintu pencerahan. Karena itu, guru wajib menyadari akhlak guru adalah akhlak kenabian. Karakter guru adalah cermin pribadi para nabi, sosok uswatun hasanah. Seperti para nabi, guru berikhtiar untuk selalu digugu dan ditiru. Tulus, santun, ramah, jujur, cerdas, disiplin, peduli dan amanah.
Para guru wajib adalah mereka yang menyediakan diri sebagai garba bagi lahirnya The Best Generation atau generasi khairu ummah. Generasi dengan beragam keunggulan. Para guru wajib memahami karakter alam. Mereka mempelajari alam sebagai ayat-ayat-Nya. Sumber informasi, sumber ilmu, sekaligus media dan teknologi pendidikan. Mereka memanfaatkan khasanah alam sebagai alat pendidikan, bukan tujuan pendidikan, bukan pula sumber kehidupan. Sumber kehidupan itu Tuhan, bukan manusia, bukan pula alam. Tuhanlah yang mencairkannya menjadi rizqi, menjadi berkah kehidupan. Tuhanlah Ar-Razzaq, Al-Wahhab, Al-Ghani, Al-Mughni.
Tapi, kita sungguh sedih, jika guru wajib itu tinggal sedikit atau kian langka. Lebih sedikit dari guru sunnah. Jangan-jangan jaman now yang sering kita jumpai adalah guru makruh, guru subhat, atau guru haram. Mereka pasti bukan pengembam misi ketuhanan, kenabian, kemanusiaan, dan kesemestaan. Mereka tidak mengenal hati, lubuk cinta dan kasih-sayang. Mereka tidak lagi menawarkan keteladanan.
Hati mereka bersembunyi di bilik nafsu yang bebas nilai. Mereka adalah guru liberal, sekuler, kapitalis, materialis, hedonis, dan pragmatis. Mereka adalah racun sekaligus perusak fitrah dan masa depan anak-anak kita. Sungguh miris dan ironis, sebab mereka ternyata sudah lama menjadi guru anak-anak kita dengan nilai pendidikan hoax-nya. Mereka sudah lama bersahabat di rumah, ruang publik, di ruang maya, bahkan di layar gawai anak-anak kita.
Oleh : Abdul Hakim (Praktisi dan Konsultan Pendidikan Islam)
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net