Suaramuslim.net – Gus Yahya Cholil Staquf telah terpilih menjadi Ketua Umum PBNU periode 2021-2026. Selamat, semoga NU semakin besar dan mengalami kemajuan di tangan keponakan Gus Mus ini.
Gus Yahya Cholil Staquf adalah kader HMI sewaktu kuliah di UGM Jogja. Memang gak biasa, ada kader HMI bisa menjadi Ketua Umum PBNU.
Tak biasa bukan berarti tak bisa. Tak biasa bukan berarti melanggar etika. Tak biasa itu hanya soal cara pandang manusia. Tapi sejarah punya logika yang dapat mengubah kebiasaan itu. Sejarah selalu bergerak untuk mengubah yang tak biasa menjadi biasa.
NU adalah rumah besar milik warga Nahdhiyin dari berbagai etnis, kelompok dan organisasi mahasiswa. Selama mereka beribadah cara NU, berpaham keislaman ala NU, menganut tradisi NU dan punya latar belakang keluarga dan komunitas NU, maka mereka adalah warga NU. Meski tak punya KTA NU, karena NU tidak obral KTA.
Banyak kader HMI adalah warga NU, sebagaimana almarhum Rozi Munir, Syaefullah Yusuf (Gus Ipul), bahkan Nusron Wahid sebelum mendirikan PMII Cabang UI, kabarnya ia adalah kader HMI. Lalu Gus Yahya Cholil Staquf, yang saat ini terpilih menjadi Ketua Umum PBNU di Muktamar Lampung 22-23 Desember 2021 adalah kader HMI.
Selama ini, HMI seperti kurang mendapatkan tempat di struktur kepengurusan NU. Seolah kalau sudah menjadi kader HMI, NU-nya luntur. Ini yang mesti diluruskan.
Beberapa kader HMI yang terakomodasi di kepengurusan NU umumnya adalah mereka yang masih memiliki “darah biru” alias keluarga atau putra Kiai. Padahal, pengkaderan di HMI tidak mengenal “darah biru” atau “darah putih”.
HMI adalah organisasi pengkaderan yang memiliki tradisi egaliter dan dialektika yang kuat. Tradisi berpikir dan berkarier juga menjadi ciri khas HMI.
Sementara, tradisi perjuangan menjadi masalah, atau bahkan cenderung punah, di hampir semua organisasi ekstra kemahasiswaan. Di organisasi ekstra mahasiswa, dan juga organisasi masyarakat pada umumnya, para kader bukan hanya ingin belajar dan berjuang, tetapi seringkali menjadikan organisasi itu sebagai instrumen untuk berkarier.
Nilai-nilai perjuangan organisasi cenderung luntur seiring dengan semakin besar kesempatan organisasi tersebut untuk dijadikan sebagai alat bargaining.
HMI memiliki pola pengkaderan yang ketat dan sistematis, mulai Basic Training (LK 1), Intermediate Training (LK 2), Advance Training (LK 3) sampai Senior Course. Training ini menjadi syarat secara berjenjang untuk menduduki posisi struktural di Komisariat, Korkom, Cabang, Badko hingga PB HMI. Soal ini, HMI sangat ketat dan disiplin.
Kader-kader HMI, sebagaimana kader-kader PMII, adalah kader-kader potensial yang layak untuk diakomodasi dan diberi peluang yang sama untuk ikut merapikan dan membesarkan NU.
Saya tidak tahu, Gus Yahya Cholil Staquf sudah sampai di mana trainingnya dulu di HMI. Tapi, pengalamannya selama mengabdi di kepengurusan NU tidak diragukan.
Saya teringat kata-kata Prof. Dr. Komaruddin Hidayat: Organization is the first university. Banyak mahasiswa yang justru dimatangkan oleh aktivitasnya di organisasi, bukan di dalam kelas reguler.
Dengan posisinya sebagai Ketua Umum PBNU, diharapkan Gus Yahya Cholil Staquf bisa mengakomodasi para kader HMI yang Nahdhiyin, dan memberi porsi yang sama dengan kelompok-kelompok lainnya.
Secara kualitas, para kader HMI tidak kalah kualitasnya, dan tidak kalah komitmen ke-NU-annya dengan kader-kader lain.
Saatnya Gus Yahya Cholil Staquf mencairkan hubungan kader-kader HMI yang NU dengan kader-kader lainnya di rumah besar yang bernama NU. Sehingga NU betul-betul akan menjadi tempat yang nyaman untuk seluruh warga NU tanpa diskriminasi, dengan peluang yang sama bagi kader dan warganya untuk membesarkan NU.
Jakarta, 26 Desember 2021