Hakikat Dakwah: Sasaran, Misi dan Etikanya

Hakikat Dakwah: Sasaran, Misi dan Etikanya

Hakikat Dakwah Sasaran, Misi dan Etikanya
Ilustrasi dai sedang menyampaikan tausiah.

Suaramuslim.net – Apakah dakwah itu? ia adalah suatu aktivitas atau kegiatan mensyiarkan agama Islam kepada khalayak umum. Tiap muslim yang berdakwah disebut dengan Dai. Ada 3 bentuk dakwah: lisan, tulisan (bil-qolam) dan perbuatan. Selain itu, dakwah bukan hanya dilakukan perorangan, tetapi perlu dilakukan secara berjemaah melalui organisasi kemasyarakatan (ormas) dan partai poltik.

Terdapat pihak-pihak yang menjadi sasaran dakwah: Pertama, keluarga. “Dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS As-Syu’ara: 214). Jangan berapi-api mendakwahi umat tentang wajibnya berhijab, sementara istri maupun anak sendiri belum berhijab. Kedua, tetangga (hal ini pernah dilakukan Rasul ketika di rumah Arqam bin Abi arqam) dan ketiga, khalayak umum.

Misi dalam berdakwah tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa lampau. Sedikitnya, ada 3 misi dakwah Rasul, di antaranya: beribadah hanya kepada Allah (QS al-An’am: 162-163), memperbaiki akhlak umatnya, menghapus kasta dan perbudakan. Dan yang tak kalah penting adalah memperingatkan bahaya dajjal, “Tidak akan bangkit kiamat sebelum datang sekitar 30 orang pembohong-pembohong yakni Dajjal-Dajjal, semua mengaku sebagai Rasul Allah” (HR At-Tirmidzi dan An-Nasai melalui Abu Hurairah).

Barangkali dakwah di tahun 2019 boleh diperlebar misinya. Misi mengedukasi umat agar tak terjebak aneka berita bohon atau hoax. Seorang dai di berbagai aktivitas kajian keagamaannya juga boleh memberi panduan kepada umat agar memilih pemimpin yang salih dan kompeten. Pasalnya masih banyak umat yang belum melek politik.

Hal yang kurang diperhatikan dai adalah etika dalam berdakwah.

Pertama, seorang pendakwah jangan sampai “omong doang”. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan hal-hal yang kalian tidak melakukannya? Amat besar murka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala karena kalian mengatakan hal-hal yang tidak kalian kerjakan.” (QS al-Shaff ayat 2-3).

Kedua, tidak memaki-maki sesembahan agama lain. “Dan, janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS al-An’am ayat 108). Sebetulnya bukan hanya memaki keyakinan agama lain, memaki-maki apalagi mencari-cari kelemahan antar dai adalah perbuatan keji.

Ketiga, tidak pilih-pilih sasaran dakwah. Misalnya hanya mendakwahi  orang berduit, sementara pelacur, preman dan pengemis yang berkeliaran di jalanan tidak diperhatikan.

Keempat, tidak mengharap amplop (imbalan) apalagi mematok tarif. “Katakanlah, upah apa pun yang aku minta kepadamu maka hal itu untuk kamu (karena aku pun tidak minta upah apa pun kepadamu). Upahku hanya dari Allah. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Saba’ ayat 47). Dai yang bagus adalah yang punya ekonomi mapan, sehingga ia murni melakukan syiar dakwah tanpa memusingkan urusan “salam tempel”.

Terakhir, tidak menyampaikan materi yang tidak ia kuasai.  “Dan, janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu ketahui. Karena, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS al-Isra ayat 36). Seorang dai yang menyampaikan materi dakwah sementara dia tidak mengetahui hal itu, pasti ia akan membuat orang lain tidak tercerahkan alias tersesat. Seorang dai tak perlu malu mengakui di hadapan para pendengarnya, “Maaf, saya tidak tahu” “Yang ini bukan bidang saya, silakan bertanya kepada ulama yang lebih ahli”. Wallahu’allam.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment