Suaramuslim.net – Perempuan bangsa Arab jahiliyah memiliki tradisi menyusui bayi orang lain. Mereka datang ke negeri Makkah dengan mencari bayi untuk disusuinya. Tradisi menyusui sekaligus sebagai sumber nafkah di antaranya karena di kampung halaman mereka yang gersang dan sulit mencari pekerjaan guna menopang hidup yang sulit.
Nabi Muhammad merupakan salah satu bayi yang disusui perempuan dari Bani Sa’ad, yakni Halimah Sa’diyah. Halimah membawa Muhammad saat bayi ke kampung Bani Sa’ad dan dirawatnya di sana.
Kehadiran Muhammad diakui banyak membawa kebaikan dan keberkahan, sehingga membuat keluarga Sa’diyah senang ingin mempertahankan agar Muhammad tetap tinggal bersamanya.
Keberkahan hidup yang disaksikannya secara langsung merupakan salah satu mukjizat yang ditunjukkan Allah kepada mereka yang merawat Rasulullah saat bayi.
Halimah Sa’diyah daan Bayi Barokah
Nabi Muhammad saat bayi, setelah disusui ibunya, kemudian disusui oleh budak Abu Lahab yang bernama Tsuwaibah. Tsuwaibah juga menyusui Hamzah bin Abdul Muthalib, sehingga Hamzah dan Rasulullah adalah saudara sesusuan.
Setelah itu, Muhammad disusui oleh seorang perempuan dari Bani Sa’ad yang bernama Halimah Sa’diyah. Halimah merupakan sosok perempuan yang hidup di tanah yang gersang dan mengalami kesulitan hidup.
Kehadiran Muhammad di tangan Halimah benar-benar sebuah anugerah besar dalam kehidupannya. Dia menceritakan bahwa komunitas Bani Sa’ad hidup dalam situasi sulit, kampungnya sangat gersang. Di sana tidak ada hujan dan kehidupan sangat sulit. Karena situasi seperti ini, para perempuan mengadu nasib dengan pergi ke Makkah untuk mendatangi bayi untuk disusui. Menyusui bayi bisa dikatakan sebagai sumber mata pencaharian.
Keputusan Halimah untuk berangkat ke Makkah disepakati suaminya dengan membawa anak bayinya. Ke Makkah, mereka mengendarai keledai putih betina yang kurus dan tak mengeluarkan susu. Hal ini karena wilayah yang kering tak ada rerumputan yang tumbuh.
Saat berangkat, Halimah mengajak bayinya yang semalaman tidak bisa tidur dan terus menangis karena lapar. Karena tidak ada asupan makan, sehingga payudaranya Halimah tidak mengeluarkan susu. Saat berangkat, suaminya juga mengendarai unta yang kurus disebabkan oleh hal yang sama.
Setelah seharian di Mekkah hampir seluruh perempuan mendapatkan bayi untuk dibawa pulang. Tak satu pun perempuan yang melirik Muhammad. Mungkin karena Muhammad sebagai bayi yatim sehingga tidak bisa diharapkan sebagai sumber nafkah.
Akhirnya Halimah pun mengambilnya karena tidak ada lagi bayi yang bisa dibawa pulang. Daripada pulang dengan hampa, Halimah akhirnya membawa pulang cucu Abdul Muthalib itu.
Keajaiban mulai nampak ketika Halimah mau membawa pulang sang bayi. Dia menyaksikan langsung di antaranya, payudaranya penuh dengan air susu secara tiba-tiba. Dia langsung menyusui Muhammad dan bayi yang dibawanya. Keduanya menyusu hingga kenyang. Bayinya yang semalaman menangis akhirnya bisa tidur pulas setelah minum susu ibunya.
Bahkan keledai yang kurus tiba-tiba mengeluarkan susu yang banyak hingga dia meminumnya sampai kenyang. Unta yang kurus juga tiba-tiba susunya membesar sehingga diminum oleh suaminya hingga kenyang.
Mereka menamakan hari itu sebagai “Nasma” dimana situasinya sangat menggembirakan seolah ada angin segar. Hal ini tidak lain karena berkah setelah membawa Muhammad.
Dalam perjalanan pulang tiba-tiba unta dan keledainya berlari cepat sehingga bisa pulang lebih awal. Keajaiban lain juga muncul, kambing piaraannya digembalakan pagi untuk dibawa pergi dalam keadaan lapar, dan ketika pulang dalam keadaan kenyang. Hal ini membuat para tetangganya heran hingga membawa hewan piarannya pergi bersama hewan piaraan Halimah.
Halimah sendiri merasakan sejak merawat bayi Muhammad, hidupnya berkah dan penuh dengan berbagai kebaikan.
Berbagai peristiwa dahsyat dilihatnya di antaranya ketika Muhammad bermain-main, teman-temannya melihat Muhammad dibanting oleh seseorang hingga pingsan. Dalam keadaan pingsan itu, dadanya dibelah dan dikeluarkan daging dari hatinya untuk dicuci dengan air zam-zam.
Anas bin Malik menyaksikan bahwa di dada Nabi terdapat bekas seperti jahitan di dadanya.
Dengan adanya peristiwa itu teman-temannya melaporkan kejadian ini pada Halimah, sehingga membuatnya takut karena melihat Muhammad wajahnya pucat, dan mengkhawatirkan keselamatannya. Hal ini mengingat tanggung jawabnya yang besar dalam merawat bayi, dan juga merasa takut akan keselamatan anak yang diasuhnya.
Sosok bayi yang mendatangkan berkah itu, nantinya juga semakin terbuka, saat pamannya, Abu Thalib mengajaknya berdagang ke negeri Syam. Tanda-tanda kenabian pada Nabi Muhammad dilihat oleh seorang pendeta bernama Buhaira. Saat bertemu Abu Thalib di Syam, Buhairah melihat tanda-tanda kenabian Muhammad.
Ketika Muhammad tidak diajak masuk dalam acara jamuan makan, Buhaira pun menanyakan apakah tidak orang yang tertinggal di luar. Abu Thalib mengatakan memang ada satu orang yang tertinggal di luar untuk menjaga barang-barangnya. Buhaira pun mendekat dan melihat ciri-cirinya yang ada dalam diri Muhammad.
Setelah melihat dan berdialog dengannya, Buhaira meminta Abu Thalib untuk segera membawanya pulang. Hal ini agar tidak diketahui oleh bangsa Yahudi. Buhaira menyaksikan stempel kenabian di pundak Muhammad. Bahkan Buhaira pun menyaksikan adanya batu dan pohon sujud padanya.
Apa yang terjadi pada Muhammad, sebagaimana yang dialami oleh Halimah dan persaksian Buhaira, merupakan sebuah persaksian jujur tentang adanya tanda-tanda kenabian. Hal ini disaksikan oleh dua generasi yang berbeda tempat dan waktu.
Kalau Halimah mengalami langsung keberkahan saat merawat Muhammad di kampung halamannya, maka Buhaira membenarkan adanya ciri-ciri kenabian pada Muhammad saat masih remaja ketika di negeri Syam.