Haru Biru di Thaif

Haru Biru di Thaif

Suaramuslim.net – Pagi ini mestinya jemaah umrah MM yang kami bimbing, ada rencana ziarah ke Thaif sekaligus umrah dengan miqot Qornul Manazil. Namun karena ada kasus, larangan dari pemerintah Saudi untuk bepergian keluar kota khawatir penyebaran virus corona, maka kami putuskan untuk ambil miqot Tan’im, sambil ziarah Ma’la dan makan siang di Resto Hadromaut Mekkah.

Sekadar mengingatkan tentang Thaif kami beberkan kisah bersejarahnya di sini.

Thaif kota cinta

Ada apa dengan Thaif???
Ada duka yang kelam…
Ada cinta yang dalam…

Adakah duka yang lebih kelam dari Uhud? Maka di Thaif hati kekasih Al-Musthafa begitu sedih. Tiada yang membuat paling sedih pada diri Nabi di Thaif ini bahkan sekalipun dibandingkan dengan yang terjadi pada diri beliau di Uhud (wafatnya paman tercinta Sayidina Hamzah bin Abdul Muthollib).

Kondisi ini diceritakan Rasul shallallahu alaihi wa sallam saat ditanya oleh istri tersayang, Aisyah radhiyallahu anhuma:

هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ عَلَيْكَ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“Apakah pernah datang (terjadi) kepadamu satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?”

Nabi menjawab: “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa’âlib, lalu aku angkat kepalaku.

Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril, lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain (dua gunung besar di Mekah, yaitu Abu Qubais dan Al Ahmar).”

Lalu Rasulullah menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua.” (Al-Bukhari dan Muslim).

Apa yang terjadi di Thaif?

Konon Nabi mendatangi Thaif saat embargo kepada beliau terjadi yaitu sekitar tahun ke-8 kenabian. Beliau ditemani maulanya yang setia Zaid bin Haritsah. Beliau berjalan ke Thaif dengan jalan kaki selama 4 hari (naik bis sekitar 2 jam, jarak sekitar 61 mil) agar tidak diketahui warga Mekkah.

Nabi berdakwah di tempat tersebut selama 15 hari, dan ketika Nabi bertemu dengan tokoh Thaif, Abdul Yalil bin Abdul Kulal, beliau langsung menawarkan tigal hal yang dirangkum sebagai berikut;

1. Menawarkan agama Islam kepada mereka, tapi ajakan tulus itu ditolak mentah-mentah.

Abdul kulal berkata “Apakah Allah tidak menemukan orang lain selain dirimu?”

Nabi pun tak memaksa mereka.

2. Nabi melanjutkan penawarannya “Jika kalian menolak memberikan perlindungan dan masuk Islam, janganlah kalian mengabarkan kepada Quraisy bahwa aku datang untuk minta pertolongan.”

Di luar dugaan, permintaan itu juga ditolak penduduk Thaiif. Akhirnya, Nabi mengajukan permohonan terakhir.

3. “Jika kalian menolak, biarkan aku pergi,” ujar Nabi dengan lembut.

Namun, apa jawab Abdul Kulal? “Demi Allah, engkau tidak akan bisa keluar sampai dilempari dengan batu. Agar engkau tidak akan pernah kembali lagi ke sini, selamanya.”

Maka dia pun mengomando warga Thaif untuk melempari Nabi. Ini yang memberatkan hati Nabi.

Sang Kekasih pun mundur, karena tak menyangka begitu cepatnya batu-batu menghujaninya dengan Zaid. Zaid berusaha melindungi Nabi, namun karena begitu derasnya hujan batu itu, sehingga pelipis Nabi berdarah, lutut Nabi berdarah terkena lemparan itu. Zaid pun memapah Nabi mencari tempat yang aman. Ternyata tempat yang dikira aman itu tanpa disadari adalah kebun anggur milik orang Mekkah yang sangat membeci beliau, yaitu Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah.

Nabi pingsan di kebun tersebut kemudian terbangun dan menengadahkan tangan berdoa kepada Rabbnya.

اَللُّهُمَّ اِلَيْكَ اَشْكُوْ ضَعْفَ قُوَّتِي، وَقِلَّةَ حِيْلَتِيْ وَهَوَانِيْ عَلَى النَّاسِ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، اَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ، وَاَنْتَ رَبِّي، اِلَى مَنْ تَكِلُّنِيْ اِلَى بَعِيْدٍ يَتَجَهَّمُنِيْ ؟ اَوْ اِلَى عَدُوٍّ مَلَكْتَهُ اَمْرِيْ ؟ اِنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلاَ اُبَالِيْ وَلَكِنْ عَافِيَتَكَ هِيَ اَوْسَعُ لِيْ، أَعُوْذُ بِنُوْرِوَجْهِكَ الَّذِيْ اَشْرَقَتْ بِهِ الظُّلُمَاتُ، وَصَلُحَ عَلَيْهِ اَمْرُ الدُّنْيَا وَاْلاَخِرَةِ مِنْ اَنْ تُنَزِّلَ بِي غَضَبُكَ اَوْ تَحُلُّ بِي سَخَطُكَ، لَكَ الْعَتْبَي حَتَّى تَرْضَي، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّبِكَ

“Wahai Tuhanku, kepada-Mu aku mengadukan lemahnya kekuatanku, sempitnya ikhtiarku dan hinanya aku di mata manusia. Wahai Tuhan, Engkau yang lebih pengasih dari semua pengasih, Engkau pelindung orang-orang yang lemah dan Engkaulah Tuhanku.

Kepada siapakah Engkau menyerahkan diriku ini? Kepada yang jauh dan menghadapiku dengan muka masam, atau kepada musuh yang membenciku? Kalau Engkau tiada murka kepadaku, tiadalah mengapa. Tetapi maaf-Mulah yang sangat aku dambakan.

Aku berlindung di bawah cahaya-Mu yang menerangi semua kegelapan, dan dengan cahaya itulah urusan dunia dan akhirat akan menjadi baik, janganlah kiranya Kau turunkan murka-Mu kepadaku. Demi Engkaulah aku rela dihinakan, asal Kau masih rida padaku. Tiada daya upaya, dan tiada kekuatan, kecuali dari-Mu.”

Doa ini sangat mengetarkan hati siapa pun yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan doa ini menggetarkan Arsy-Nya, hingga Allah pun:

1. Melunakkan hati Utbah dan Syaibah, yang membuat mereka mengutus pembantunya untuk memberikan anggur kepada Nabi Muhammad kisah ini diabadikan oleh Ibnu Hisyam dalam Sirahnya;

Lalu mereka (Utbah dan Syaibah) memanggil Addas, seorang hamba beragama Nasrani yang mengabdi pada mereka.

“Ambillah setandan anggur ini dan bawakan untuk orang tersebut!” Kata keduanya.

Anggur itu diberikan kepada Rasulullah yang kemudian mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian tersebut.

“Bismillah,” ucap Nabi Muhammad sesaat seusai menerima anggur itu dan lalu memakannya.

Addas terperanjat. Ia tidak pernah mendengar perkataan itu sebelumnya. “Sesungguhnya ucapan ini tidak biasa diucapkan oleh penduduk negeri ini.”

“Kamu berasal dan negeri mana? Dan apa agamamu?” Tanya Nabi.

“Aku seorang Nasrani dan penduduk Nina-wy (Nineveh/Persia),” jawab Addas.

“Itu negeri seorang saleh bernama Yunus bin Matta,” kata Rasulullah.

Addas semakin penasaran. “Apa yang kamu ketahui tentang Yunus bin Matta?”

“Dia adalah saudaraku, seorang nabi, demikian pula dengan diriku.” Ucap Nabi.

Addas terkejut mendengar jawaban itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung merengkuh kepala Rasulullah. Ia juga mencium kedua tangan dan kedua kaki Nabi. Sementara, kedua putra Rabi’ah menyaksikan adegan itu dengan penuh keheranan. Ketika Addas datang, keduanya berujar,

“Celakalah dirimu! Apa yang terjadi denganmu?”

“Wahai tuanku! Tiada sesuatu pun di bumi ini yang lebih baik daripada orang ini! Dia telah memberitahukan kepadaku hal yang hanya diketahui oleh seorang nabi,” jawab Addas.

“Celakalah dirimu, wahai Addas! Jangan biarkan dia memalingkanmu dari agamamu! Sebab agamamu lebih baik daripada agamanya,” kata mereka berdua.

So, kesedihan Nabi di Thaif terobati dengan masuk Islamnya Addas. Yang konon dari peristiwa ini ada Masjid di Thaif dengan nama Masjid Addas.

2. Setelah keluar dari kebun anggur Utbah dan Syaibah, dan saat Nabi berada di Qarnuts Tsa’alib atau Qarnul Manazil. Allah mengutus Malaikat Jibril bersama malaikat penjaga gunung (Malaikatul Jabal) yang siap melaksanakan perintah Nabi atas perlakuan buruk penduduk Thaif.

Namun tawaran ini diabaikan Rasulullah. Ia tidak berkeinginan melampiaskan amarah atas penolakan penduduk Thaif. Justru sebaliknya, Nabi mengharapkan agar dari penduduk Thaif ini terlahir generasi bertauhid yang akan menyebarkan Islam.

3. Setelah dari Qarnuts Tsa’alib, di malam hari ketika melewati lembah An Nakhlah , Allah membuat sekelompok jin menghampiri Nabi dan menyatakan keimanannya.

Ini diabadikan Allah dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-31:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا ۖ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ ﴿٢٩﴾ قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ ﴿٣٠﴾ يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).” Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.”

Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.”

4. Menolong Nabi dengan melembutkan hati Mu’thim bin Ady seorang yang kafir untuk memberikan perlindungan kepada Nabi Allah yang kembali pulang dari Thaif ke Mekkah.

Begitu besarnya jasa Muth’im ini sehingga selalu membuat terkesan dan diingat oleh Rasulullah. Karena itu seusai mengalahkan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar, Nabi bersabda perihal para tawanan:

لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ

“Seandainya al-Muth’im bin Ady masih hidup, lalu dia mengajakku berbicara tentang para korban yang mati ini (maksudnya, meminta membebaskan mereka), maka tentu aku serahkan mereka kepadanya.” (Al-Bukhari).

Empat hal itulah yang membuat hati Nabi sekalipun berdarah darah, hati pilu, jiwa tersiksa, lemah tak berdaya, bangkit melanjutkan dakwah setelah pulang kembali ke Mekkah yang dikawal oleh Muth’im.

Ada harapan kedepan yang nantinya terbukti dengan menyebarnya cahaya Islam itu ke seluruh penjuru dunia. Dan doa Nabi ini terbukti, dari Thaif, lahir generasi-generasi pejuang Islam dengan bendera tauhid.

Wallahu A’lam.

Mekkah, 2 Maret 2020 M

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment