Suaramuslim.net – Rerintikan hujan rahmat menyelimuti senja Bekasi yang seharian berarak awan pekat. Ditemani secangkir kopi mocca teste, tetes demi tetes hujan pelan-pelan menggelitik memoriku. Seduhan kopi berpadu coklat dengan panas pas dan aroma berkelas, mengingatkanku pada salah satu mujahid dakwah: Hassan Al-Banna.
Terlepas dari benar tidaknya konten dakwah yang beliau serukan, dakwah yang disampaikan melalui kedai-kedai kopi, sungguh berarti sekaligus menginspirasi. Pada zamannya, dakwah lebih akrab disampaikan di tempat yang notabene merupakan kumpulan orang-orang saleh.
Sementara itu, orang-orang yang dicitrakan “kurang saleh,” mungkin kalau istilah Indonesianya: abangan, yang tersebar di pasar-pasar, jalan-jalan, kafe-kafe, warung-warung, dan semacamnya, kurang mendapat sentuhan dakwah.
Kondisi demikian membuat dakwah terkesan elitis dan menjadi statis. Melihat fenomena ini, Hassan Al-Banna menangkap ketimpangan dakwah. Bagaimana mungkin dakwah akan berkembang, jika hanya disampaikan kepada orang-orang yang saleh dan rajin sembahyang. Sedangkan dalam realitanya, umat Islam kala itu sibuk dengan golongan masing-masing, fanatisme bertebaran, kolonialisme begitu mengakar, belum lagi urusan-urusan kecil lainnya yang membuat umat makin kerasan dengan kejumudan.
Dari kedai-kedai kopi, kafe-kafe, warung-warung dan semacamnya, Al-Banna menangkap potensi besar. Jika mereka tersentuh nilai dakwah, maka akan menjadi energi dahsyat yang bisa menciptakan kebangkitan umat yang kala itu sedang “bobok cantik.” Awalnya idenya diragukan, tapi pelan tapi pasti, dengan hikmah, kesantunan, ketelatenan, dan kesabarannya, dakwahnya merambah ke segenap lini masyarakat.
Ikhwanul Muslimin pun menjadi kuat. Kaderisasi semakin meningkat. Hassan Al-Banna berakar kuat di hati umat. Dari kedai kopi, Al-Banna mampu menangkap peluang emas yang bisa didedikasikan untuk kebangkitan.
Banyak orang tua dan para pemuda yang akhirnya sadar -atas izin Allah- dengan dakwahnya. Beliau memang sosok visioner. Dari kedai kopi yang kurang dilirik, mampu melebarkan sayap-sayap dakwah yang bisa menyulut kebangkitan umat hingga ranah peradaban.
Dari kedai kopi, Al-Banna memikat hati. Tidak berlebihan jika apa yang dilakukannya ini adalah: Revolusi Dakwah Kedai Kopi. Bolehlah disebut Tsaurah Ashabul Qahwah.