Heroes Day: Mengenal 7 Tokoh Penting Pertempuran Surabaya

Heroes Day: Mengenal 7 Tokoh Penting Pertempuran Surabaya

Heroes Day: Mengenal 7 Tokoh Penting Pertempuran Surabaya
Teatrikal Perang Sepuluh November yang diperagakan seniman dan masyarakat Surabaya di depan Jalan Pahlawan sekitar monumen Tugu Pahlawan Surabaya. (Foto: VOA)

Suaramuslim.net – Memasuki bulan November, itu artinya kita memperingati hari pahlawan. Hari pahlawan, mungkin tidak banyak orang yang tahu kenapa di tanggal 10 November diperingati sebagai hari pahlawan. Pada hari ini Sabtu, 10 November 2018, genap 73 tahun sudah Indonesia merayakan hari bersejarah yang bertempat di kota Surabaya. 10 November 1945 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, untuk mengingat perjuangan para pahlawan yang telah gugur pada 73 tahun silam. Pertempuran surabaya merupakan sejarah perang terbesar dan terberat pertama yang terjadi pasca kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sejarah hari pahlawan tentu tidak boleh hilang dalam ingatan, terutama bagi kita generasi muda penerus bangsa agar semangat patriotisme para pahlawan terus berkobar untuk mengisi kemerdekan Republik ini. Menyebut hari pahlawan, memori bangsa teringat dengan aksi heroik Bung Tomo dalam pertempuran Surabaya melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda. Sebagai bentuk apresiasi, yuk kita ingat lagi beberapa sosok pahlawan yang berperan penting dalam pertempuran yang menyedot mata dunia.

  1. Bung Tomo

Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920  dan meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun). Beliau lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo. Beliau berprofesi sebagai seorang jurnalis, alat perjuangan beliau kala itu adalah media elektronik berupa radio.

Beliau seorang orator, suara lantangnya mampu membakar semangat juang untuk bertempur sampai titik darah penghabisan, mempertahankan harga diri, tanah air dan bangsa yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Kekuatan dan pengaruh beliau adalah pada orasi agitatifnya. Orasinya yang berapi-api mampu meyakinkan pejuang pertempuran Surabaya untuk melawan sekutu dan mengabaikan ultimatum yang dijatuhkan pihak Belanda.

Hingga saat ini rekaman orasinya masih dapat kita dengarkan dalam video-video sejarah yang menceritakan kembali bagaimana beratnya medan perang pertempuran surabaya. Pekikan heroik Bung Tomo yang dikenal hingga saat ini “Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!”. Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah Kota Surabaya menamakan salah satu stadion dengan nama beliau “stadion GBT” Gelora Bung Tomo. Bung Tomo tercatat sebagai pahlawan nasional sejak 2 November 2008 melalui pengukungan oleh Menteri Informasi dan Komunikasi M. Nuh.

  1. HR Mohammad Mangoendiprodjo

HR Mohammad Mangoendiprodjo, pria asal Sragen, Jawa Tengah ini memang sangat aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia khususnya di Jawa Timur. Beliau ikut melawan pasukan sekutu bersama Bung Tomo, Moestopo, dan pejuang lainnya. Beliau diangkat Jenderal Oerip Soemoharjo sebagai pemimpin TKR Divisi Jawa Timur. Beliau memiliki andil pada proses pengambilan senjata dari tentara Jepang.

Senjata yang diambil, digunakan untuk mempersenjatai para pejuang Indonesia dalam melawan sekutu. Saat pertempuran Surabaya, beliau melakukan negosiasi dengan pihak sekutu, yakni Brigadir AWS Mallaby dalam hal gencatan senjata. Perjuangan yang beliau lakukan membawannya disekap oleh pihak sekutu.

  1. Mayjend Sungkono

Mayjend Sungkono merupakan Panglima Angkatan Perang Surabaya. Beliau memiliki andil yang besar dalam perang habis-habisan yang terjadi selama dua puluh hari. Tidak hanya memimpin pertempuran, ia juga dianggap mampu menyulut semangat para pejuang dengan pidatonya.

Isi pidatonya pada 9 November yang menyatakan kesediaannya untuk berjuang untuk Surabaya, meskipun seorang diri justru membuat pemuda Surabaya makin siap dalam berperang untuk melawan Inggris dan Belanda. Betul saja, kegigihan Mayjend Sungkono dan pasukan mampu membuat pihak lawan kewalahan.

Hal tersebut membuktikkan pada dunia internasional bahwa Mayjend Sungkono dan pejuang Pertempuran Surabaya patut dihormati atas kegigihan melawan pasukan rival yang telah bermodalkan senjata mumpuni dan rencana yang matang. Sebagai bentuk apresiasi, Kota Surabaya menamakan salah satu jalan di daerahnya dengan nama Jalan Mayjen Sungkono.

  1. drg. Moestopo

Drg. Moestopo merupakan atasan langsung dari HR Mohammad Mangoendiprodjo. Ialah yang membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Ia mengangkat dirinya sebagai Menteri Pertahanan At Interim, atas keputusannya tersebut dia mampu melucuti senjata milik tentara Jepang dan merebut wilayah kekuasaan militer Jepang.

Senjata-senjata yang diambil dari pihak Jepang, akhirnya menjadi modal perlawanan pejuang Pertempuran Surabaya. Drg. Moestopo merupakan tokoh sejarah yang secara tegas menolak Inggris mendarat di Surabaya. Drg. Moestopo juga ikut membangun basis pertahanan Pertempuran Surabaya dengan menyiapkan basis gerilya di Mojokerto.

  1. Abdul Wahab

Beliau berperan mengabadikan peristiwa perobekan bendera di atap Hotel Yamato. Beliau merupakan seorang fotografer. Tidak hanya foto saat peristiwa perobekan, Abdul juga mengabadikan gambar ketika pemuda Surabaya hendak berangkat ke hotel membawa senjata bambu runcing dan parang. Foto saat Bung Tomo berpidato di hadapan arek-arek Surabaya juga berhasil beliau abadikan. Abdul wahab mati-matian untuk mempertahankan roll film tersebut. Bahkan beliau ke luar dari Surabaya untuk meyelamatkan diri. Namun sebelum pergi, sang ibu memberikan roll film yang dititipkan Abdul Wahab ke Hanifah. Beliau kemudian menyimpannya di ikat pinggang. Setelah sampai di Sidoarjo, beliau kemudian pergi ke malang dengan diantar seorang teman. Disanalah beliau bertemu dengan kakaknya dan menyerahkan roll tersebut

  1. KH Hasyim Asyari

Ditengah gempuran peperangan yang melanda Indonesia pasca diumumkannya proklamasi, pada 17 September 1945, KH Hasyim Asyari mengeluarkan sebuah fatwa jihad. Fatwa ini berisi ijtihad bahwa perjuangan membela tanah air adalah jihad fi sabilillah, sekaligus merespon pertanyaan Soekarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam. Sebulan kemudian, tepatnya pada 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad dikeluarkan untuk menguatkan Fatwa Jihad yang dikumandangkan oleh KH Hasyim Asyari. Fatwa Jihad ini yang membakar semangat umat Islam untuk turut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan.

  1. KH Abdul Wahab Hasbullah

Pencetus Resolusi Jihad dari Nahdlatul Ulama (NU) ini resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2014 lalu. Peran KH Abdul Wahab pada peristiwa 10 November adalah sebagai pengawal implementasi dan pelaksanaan di lapangan dari Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh NU. Resolusi Jihad merupakan hasil dalam pertemuan ulama dan konsul NU se-Jawa dan Madura di kantor PB Ansor NU yang bertempat di Jalan Bubutan VI/2 Surabaya pada 22 Oktober 1945. Fatwa tersebut akhirnya menjadi pemantik pertempuran heroik 10 November, untuk mengusir Belanda yang ingin kembali menjajah dengan cara membonceng NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Tujuh pahlawan diatas hanya sedikit contoh dari banyaknya pejuang yang rela mati untuk Indonesia. Sebagai generasi millennial kita wajib untuk mengapresiasi setiap jengkal perjuangan yang telah mereka lakukan. Tanpa mereka mungkin kita tidak bisa mendapatkan kemudahan yang kita miliki saat ini. Jadi, jangan pernah lupakan perjuangan mereka.

Kontributor: Jefri Firmansyah, S.Psi*
Editor: Oki Aryono

*Guru SD Al-Hikmah Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment