Suaramuslim.net – Membaca dinamika nasional dan global saat ini, inspirasi yang dibawa tahun baru 1441 H bagi umat Islam Indonesia bermakna sangat istimewa. Jika belajar adalah sebuah proses memaknai pengalaman, apakah yang seharusnya telah dipelajari umat Islam Indonesia dan apa yang harus diperjuangkan ke depan?
1. Umat Islam Indonesia ternyata bukan mayoritas, walaupun bukan minoritas terkecil
Sekian pemilu sejak 1955 menunjukkan bahwa mayoritas orang Indonesia adalah kaum sekuler yang dipimpin oleh sekelompok Sekgarkras (Sekuler Garis Keras) yang memerintah selama paling tidak 40 tahun terakhir. Barangkali rezim yang berkuasa saat ini adalah Sekgarkras yang paling militan.
Dulu Geertz menamai umat sekuler ini kaum abangan. Imam Abu Hasan Al Asy’ari menyebut kaum abangan ini Islamiyyun, bukan muslimun, karena kebanyakan mereka ini adalah ahlul bid’ah walaupun mereka masih ahlul qiblah. Kaum sekuler ini masih sangat kesengsem nasionalisme sebagai semacam glorified tribalism.
2. Gerakan dakwah Islam gagal melawan dakwah sekulerisme oleh institutional duo persekolahan dan televisi
Duet ini menggusur keluarga dan masjid sebagai dua lembaga penting dalam Islam. Tugas edukatif keluarga dan masjid dirampas oleh duet tersebut, sedang kapasitas produktifnya dirampas oleh pabrik-pabrik hasil investasi asing. Bahkan saat utang pemerintah dan swasta makin menggunung, investasi asing itu berpontensi berkembang menjadi invasi yang merampas kedaulatan negeri.
3. Pasca amandemen UUD45 menjadi UUD2002, pasar ekonomi, sosial dan politik berkembang semakin Liberal Kapitalistik menjauhi 5 prinsip Pancasila
Sekulerisme yang diimani oleh para elite penguasa membuka jalan bagi sistem keuangan ribawi yang telah mendorong pembangunan yang terobsesi dengan pertumbuhan yang makin mengharuskan utang. Kita tahu bahwa model pertumbuhan ini unsustainable, karena bumi ini terbatas. Riba tidak saja merampas kekayaan masyarakat, tapi juga merusak lingkungan melalui kegiatan ekonomi ekstraktif.
So what? Umat Islam minoritas, disebut muslimun, harus berhijrah:
1. Minoritas muslim harus mengubah strategi dakwahnya sesuai dengan posisinya sebagai minoritas di tengah semburan islamophobic yang digencarkan oleh kaum Sekgarkras. Kaum muslim perlu merumuskan agenda jangka menengah dan panjang dalam periode akhir zaman ini, paling tidak selama 20-30 tahun ke depan agar tidak disibukkan oleh agenda kelompok sekuler, termasuk kelompok islamiyyun.
2. Menguatkan keluarga sebagai satuan edukatif dan produktif, serta mereposisi masjid sebagai sindikator ekonomi, sosial dan politik umat muslim sebagai minoritas. Peran dominan persekolahan dalam pendidikan harus dikurangi sekaligus dengan memperkuat kapasitas edukatif keluarga dan masjid. Basis data umat muslim perlu dibangun untuk dikelola dengan pendekatan block chain agar menjadi komunitas yang mandiri pangan, papan, sandang dan energi.
3. Mendorong dengan kuat agar arsitektur kelembagaan nasional dikembalikan pada UUD45 versi dekrit Presiden 1959 sesuai dengan semangat pendiri bangsa yang dituangkan dalam Pembukaan UUD45.
Benar jika Buya Syafii Maarif dan Romo Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa UUD45 sudah bersyariah, sehingga wajar jika kita perlu segera mengembalikan sistem permusyawaratan melalui MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan menghentikan sistem keuangan Liberal Kapitalistik ribawi yang memiskinkan manusia sekaligus merusak lingkungan kita ini.
Selamat merayakan 1 Muharram 1441 H.
Gunung Anyar, 31/8/2019
Daniel Mohammad Rosyid
Direktur Rosyid College of Arts & Maritime Studies
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net