Hijrah: Perbaikan Diri Menuju Masyarakat Madani

Hijrah: Perbaikan Diri Menuju Masyarakat Madani

Hijrah Perbaikan Diri Menuju Masyarakat Madani
Ilustrasi fase hijrah (Foto: depokpos.com)

Suaramuslim.net – Hijrah merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga kita pada zaman ini, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Yang mana kata hijrah ini bisa dimaknai masyarakat kita sebagai fase perubahan seorang individu dari yang dulunya berada di kondisi tidak Islami dan sekarang berbenah menuju kondisi yang lebih Islami. Dari bermaksiat menuju taat, menuju kepada perubahan diri yang lebih Islami menuju jalan yang benar, jalan yang lurus (shiroth al mustaqim), melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan yang telah ditetapkan Allah. Sehingga kita bisa menjadi manusia yang tidak hanya beragama dengan status keislaman kita di KTP namun juga dalam bentuk perilaku.

Suasana hijrah masyarakat Indonesia saat ini, bisa kita rasakan dampaknya. Yaitu dengan adanya perubahan yang terjadi di masyarakat kita yang lebih Islami, termasuk para pemudanya. Misalnya, seperti beberapa masjid di perkotaan menjadi ramai dengan para pemuda yang semangat shalat berjemaah dan mengikuti pengajian -istilah pengajian ini juga lebih populer disebut sebagai istilah ‘kajian’ di zaman ini. Serta munculnya berbagai komunitas dakwah dari berbagai segmen seperti segmen komunitas dakwah pemuda/remaja masjid, anak motor, hapus tatto, olahraga sunnah, dan sebagainya.

Selain munculnya berbagai komunitas dakwah, dampak hijrah selanjutnya yang bisa kita temukan adalah seperti meningkatnya semangat masyarakat Indonesia untuk menjadi penghafal Al Quran. Maraknya pengajian yang bisa kita temukan di beberapa masjid termasuk masjid-masjid di perkotaan, banyaknya perempuan yang sadar akan menutup aurat dengan sempurna dengan menggunakan jilbab syar’i dan cukup banyaknya masyarakat kita yang bercadar, semangat orang tua menyekolahkan anaknya di pesantren dan sekolah Islam agar menjadi anak yang salih/ah, tayangan animasi Islami, gerakan anti pacaran dalam mencari jodoh, munculnya gerakan semangat ekonomi Islam dan meninggalkan riba, munculnya semangat memahami politik Islam sebagai dasar bernegara dengan diterbitkannya beberapa peraturan daerah yang bernuansa Islam, semangat meninggalkan paham sekularisme, liberalisme, pluralisme (sepilis) menuju worldview Islam (pandangan hidup Islam), dan lain lain.

Munculnya ghiroh untuk menegakkan syariat Islam dalam sendi-sendi keluarga dan masyarakat ini tentu tidak lepas dari peran ulama dan para dai. Mereka mendakwahkan dan mengajarkan masyarakat kita tentang pentingnya berislam dan juga peran media sebagai alat penunjang dalam menyebarkan dakwah Islam yang mulia ini, terlebih media sosial. Tidak dipungkiri, media sosial sangat memberikan pengaruh dalam menyebarkan dakwah Islam ini. Masyarakat kita saat ini yang dekat dengan gadget dan media sosial lebih mudah didekati dalam dakwah melalui media.

Peran media sosial seperti youtube, instagram, facebook, dan sebagainya, dalam menyebarkan dakwah para ulama dan dai yang menjadi perantara ilmu dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat ini patut kita syukuri. Setidaknya peran media sosial ini sebagai pembanding dari peran media mainstream seperti televisi dalam memberikan tayangan yang banyak memberikan dampak buruk dan tidak edukatif pada masyarakat.

Dalam sirah nabawiyah, kata hijrah pernah kita temukan pada masa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dari Makkah menuju Yastrib, yang kemudian Yastrib berganti nama menjadi Madinah al Munawwaroh. Pada fase dakwah di Madinah al Munawwaroh ini para sahabat sudah memiliki bekal tauhid yang kuat dari pendidikan Islam yang ditanamkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saat di Makkah. Sehingga ketika turun ayat-ayat mengenai hukum-hukum Islam, para sahabat pun sudah mantap dalam mengimaninya. Rasulullah juga membangun masyarakat madani di Madinah al Munawwaroh ini, yaitu masyarakat yang menjadikan din sebagai landasan dalam kehidupan.

Semangat kebangkitan berislam masyarakat Indonesia saat ini patut kita syukuri. Tentu perlu dilakukan peningkatan secara keilmuan agar kita sebagai individu bisa memahami agama Islam ini lebih baik, melakukan perbaikan diri, dan akhirnya dari banyaknya individu tersebut mampu membentuk masyarakat yang madani. Menurut pengamatan penulis, setidaknya dari latar belakang tersebut, penulis membagi “fase hijrah dalam konteks istilah hijrah yang populer saat ini” ke dalam empat fase, yaitu:

Fase mencari

Pada ‘fase mencari’ ini para pelaku hijrah mencari tahu tentang Islam lebih dekat. Walaupun terlahir sebagai seorang muslim, tidak lantas individu tersebut sudah mengenal Islam sejak kecil. Karena tidak sedikit yang tidak mengenal karena tidak adanya pendidikan Islam yang baik di dalam keluarga maupun lingkungannya. Tidak sedikit yang pada fase ini para pelaku hijrah merasa bingung akan banyaknya kelompok dakwah umat Islam yang ada, sehingga ia merasa bingung kepada siapa ia akan belajar mengenali agama ini.

Pada fase mencari ini, peran media sosial sangat berperan dalam mengenalkan dakwah Islam kepada masyarakat umum -khususnya masyarakat awam, baik melalui video dakwah berdurasi pendek yang dikutip dari ceramah para dai, quote – quote Islami, serta poster dakwah.

Fase mengenal

Pada ‘fase mengenal’ ini para pelaku hijrah mulai mengenal berbagai macam kelompok dakwah Islam, baik yang sudah familiar terdengar seperti kelompok dakwah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan lain lain. Pada fase ini pula para pelaku hijrah memiliki keinginan untuk mengikuti kajian sebagai bentuk ikhtiar untuk memperbaiki diri. Tema-tema kajian tematik seperti tema pentingnya berhijrah dan tema-tema ‘manis’ seperti yang berkaitan dengan cinta (nikah muda, ta’aruf, jangan pacaran, pilih akad atau coklat, dan sejenisnya) menjadi buruan tersendiri bagi pelaku hijrah.

Tidak dipungkiri bahwa tema-tema kajian seperti ini mendapat tempat tersendiri di hati bagi para pelaku hijrah, khususnya para pemuda, yang masuk pada fase kehidupan pencarian jati diri dan ketertarikan kepada lawan jenis.

Fase memahami

Pada ‘fase memahami’ ini para pelaku hijrah sedikit demi sedikit memahami bagaimana ajaran Islam tersebut, bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin dan ilmu yang ada di dalam Islam ini sangatlah luas. Para pelaku hijrah akan mencari tahu berbagai macam landasan dalil yang menjadi amalannya dalam beragama. Semisal dalam shalat, ketika kecil banyak di antara kita yang diajari oleh orang tua dan guru kita bahwa cara takbir dalam shalat itu seperti yang kita amalkan sehari-hari.

Namun, seiring dengan munculnya keinginan menuntut ilmu agama yang lebih, maka pelaku hijrah akan mengetahui bahwa ada berbagai macam gerakan dalam takbir di dalam shalat dan landasan dalilnya. Begitu juga dengan berbagai amalan yang lain. Sehingga para pelaku hijrah akan mengetahui keluasan ilmu agama ini dan berupaya agar dirinya bisa istiqomah dalam menuntut ilmu.

Fase mendalami

Pada ini para pelaku hijrah ingin mendalami agama Islam, bahkan pelaku hijrah ingin menjadi agen dakwah yaitu menjadi dai dalam menyebarkan agama Islam. Tidak sedikit pelaku hijrah yang tidak memperoleh pendidikan agama yang baik di masa kecilnya, baik di lingkup keluarga maupun lingkungannya (hanya menempuh pendidikan umum, tidak mendapat pendidikan Islam dari keluarga, madrasah diniyah, sekolah Islam, maupun pesantren) memiliki semangat mempelajari agama Islam ini dengan belajar secara runtut agar ilmu yang didapatkan akan terstruktur. Misal, dengan mempelajari bahasa arab dan kitab-kitab dasar sebagai kunci memahami agama Islam lebih dalam.

Pada fase ini pula kajian-kajian bertema tematik bisa jadi kurang menjadi fokus utama baginya karena pelaku hijrah memiliki fokus dengan materi yang terstuktur, bukan tematik. Cara yang ditempuh pun bisa beragam, bisa dengan belajar langsung kepada ustaz/kiai dengan cara talaqqi, belajar di pesantren, maupun belajar di bangku pendidikan formal seperti mengambil kuliah agama Islam dan bahasa arab, bahkan munculnya keinginan menuntut ilmu agama di Timur Tengah. Dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan menuntut ilmu syar’i pun sangatlah banyak, di antaranya seperti agar kita diangkat derajatnya serta diberikan jalan kemudahan menuju jannah.

Ketika ia sudah memiliki bekal yang cukup dalam segi keilmuan dan diberikan rekomendasi layak untuk berdakwah oleh gurunya, maka pelaku hijrah akan bertransformasi menjadi dai. Dan kemudian menjadi bagian dalam gerbong dakwah menyebarkan ajaran Islam ini kepada masyarakat.

Akhir kata, berhijrah bukan sekadar meninggalkan masa kejahilan menuju masa perbaikan diri, akan tetapi berhijrah harus senantiasa kita lakukan setiap hari karena sebagai manusia pun kita tak luput dari dosa. Selain berhijrah dan bertaubat meminta ampunan kepada Allah, kita juga diwajibkan menyebarkan serta mendakwahkan agama Islam ini agar kita termasuk ke dalam umat terbaik (khoiru ummah) yang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam mewujudkan masyarakat yang madani.*

Penulis: Ahmad Afifuddin

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment