Hikmah Besar Dibalik Membagi Waris Sesuai Hukum Islam

Hikmah Besar Dibalik Membagi Waris Sesuai Hukum Islam

Hikmah Membagi Waris Sesuai Hukum Islam dan pembagian waris

Suaramuslim,net – Meskipun sudah ada syariat yang sudah ditentukan Allah subhanahu wa ta’ala, pembagian waris masih saja diperselisihkan karena dinilai tidak adil. Padahal Allah tidak akan mensyariatkan sesuatu, kecuali jika ada hikmah bagi umatNya. Berikut hikmah pembagian waris sesuai syariat.

Setiap pengamalan hukum Islam senantiasa mengandung hikmah atau manfaat untuk individu maupun masyarakat. Demikian juga pelaksanaan hukum waris, banyak mengandung hikmah dan manfaat bagi individu yang menerimanya maupun umat Islam yang lainnya. Lalu, apa saja yang termasuk hikmah dalam membagikan harta menurut hukum waris?

Persamaan Hak Menjadi Adil

Sebelum Islam diturunkan, pada masyarakat Arab, Romawi, dan Yahudi telah terdapat hukum waris yang masing-masing mereka ciptakan sendiri. Semua hukum waris tersebut memandang bahwa harta warisan sepenuhnya hak pribadi. Dengan demikian pemilik harta berhak memberikan wasiat kepada orang yang ia kehendaki.

Sistem pembagian harta warisan masyarakat jahiliyah di atas tentu saja sangat tidak adil. Sejak datangnya Islam, pembagian harta waris memiliki ketentuan dan ukuranya masing masing yang dibagi dengan berlandaskan keadilan. Allah subhanahu wa ta’ala sangat membenci kedzaliman bahkan Dia mengaharamkan untuk Dirinya sendiri.

Dalam sebuah hadist qudsi, Allah berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan tindak kedzaliman atas diriKu sendiri, dan Aku mengharamkan atas kalian, maka janganlah saling mendzalimi.” (HR.Muslim)

Keadilan hukum yang sudah disyariatkan ini, berdasarkan Allah subhanahu wa ta’ala, Pencipta dan Pengatur alam semesta ini, bukan keadilan berdasarkan akal manusia yang amat sangat terbatas.

Dalam hukum waris, Allah menentukan bahwa bagian anak laki-laki setara dengan dua anak perempuan, ini karena kodrat laki-laki diciptakan sebagai pemimpin untuk kaum hawa. Laki-laki berkewajiban memimpin, menjaga dan menafkahi kaum wanita. Dengan demikian, ysriat ini memenuhi unsur keadilan yang tidak perlu dikhawatirkan.

“Kaum lelaki (suami) adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian lainnya (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisa: 34)

Masyarakat yang menilai bahwa syariat Islam kurang adil biasanya berpendapat, pembagian waris akan lebih jika dibagi rata, laki-laki maupun perempuan. Jika ditilik dari kodrat laki-laki dan perempuan, ini justru tidak adil.

Mempererat Persaudaraan

Dengan meratanya pembagian harta kepada ahli waris sesuai dengan hukum syara, maka ahli waris satu sama lain semakin merasakan ikatan saudara senasib. Teknis pembagian harta warisan dilakukan dengan musyawarah secara kekeluargaan dan kasih sayang. Hal ini demi mempererat persaudaraan.

Termasuk Golongan yang Memurnikan AjaranNya

Orang yang mempelajari dan mengamalkan faraidh, InsyaAllah akan termasuk golongan orang-orang yang memurnikan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang orang kafir tidak menyukainya.” (Qs al-Mu’min : 14)

Menjauhkan Diri dan Sifat Serakah

Dengan adanya sistem pembagian harta warisan yang adil berdasarkan hukum Islam, setiap ahli waris harus patuh pada ketentuan tersebut. Pada sistem ini ahli waris tidak mungkin mementingkan dirinya sendiri. Dengan demikian hubungan waris menjauhkan diri dari sikap  egois, serakah, dan mendidik taslim (tunduk patuh) pada ketentuan Allah. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, termasuk mempelajari ilmu pembagian harta warisan (faraidh).

Rasulullah memperingatkan kepada umat Islam supaya sungguh-sungguh mempelajari faraidh. Beliau bersabda, “Belajarlah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan ajarkanlah faraidh, karena sesungguhnya aku seorang yang akan mati. Dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang yang berselisih, tetapi mereka tak bertemu dengan orang yang menyampaikan kepada mereka hukumnya.” (HR Ahmad, Tirmizi, dan Nasai). (muf/smn)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment