Hukum Haji Bagi Narapidana

Hukum Haji Bagi Narapidana

Hukum Haji Bagi Narapidana
Ilustrasi narapidana. (Ils: Dribbble/Elsie Dusting)

Suaramuslim.net – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya, Sabtu 27 Muharram 1422 H bertepatan dengan 21 April 2001 M menetapkan hukum haji bagi narapidana berkenaan dengan syarat istitha’ah (kemampuan), sebagai berikut.

Menimbang 

  1. Bahwa kedudukan istitha’ah dalam ibadah haji sebagai syarat wajib adalah hak yang telah disepakati oleh seluruh ulama namun mengenai kriterianya, ulama berbeda pendapat.
  1. Bahwa umat Islam Indonesia, nampaknya beranggapan setiap orang yang sudah memiliki sejumlah uang yang cukup untuk biaya pelaksanaan ibadah haji wajib melaksanakan haji pada saat itu, walaupun kondisi fisiknya tidak lagi memungkinkan sehingga mengakibatkan risiko yang tidak kecil.
  1. Bahwa atas dasar itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum pelaksanaan ibadah haji bagi narapidana untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam umumnya dan pihak terkait lainnya.

Mengingat

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“… Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah….” (QS. Ali Imran: 97).

Ayat ini menyatakan bahwa ibadah haji hanya diwajibkan kepada orang yang telah sanggup mengadakan perjalanan untuk haji, yang lazim disebut dengan istitha’ah. Dengan arti bahwa istitha’ah adalah syarat wajib haji.

Pendapat Imam Syafi`i dan Ahmad bin Hanbal bahwa istitha’ah hanya menyangkut kemampuan dalam bidang biaya (mal); sehingga orang sakit yang tidak dapat melaksanakan haji sendiri tetapi ia mempunyai biaya untuk melaksanakan haji dipandang sudah memenuhi kriteria istitha’ah. Oleh karena itu, ia wajib membiayai orang lain untuk menghajikannya.

Istitha’ah hanya menyangkut kesehatan badan. Menurutnya, orang yang secara fisik tidak dapat melaksanakan haji sendiri tidak dipandang sudah memenuhi kriteria istitha’ah, walaupun ia memiliki sejumlah harta yang cukup untuk membiayai orang lain untuk menghajikannya. Karena itu, ia belum berkewajiban menunaikan haji, baik sendiri maupun dengan membiayai orang lain.

Memperhatikan 

  1. Surat dari Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Depag RI
  2. Pendapat peserta Sidang Komisi Fatwa MUI
  3. Makalah Prof. K.H. Ali Mustafa Yaqub, M.A

 

Menetapkan 

  1. Orang yang sudah mempunyai biaya untuk menunaikan ibadah haji, tetapi situasi dan kondisi tidak memungkinkannya untuk melaksanakan ibadah haji, baik karena sudah terlalu tua, karena suatu penyakit, maupun karena dilarang oleh peraturan perundang-undangan seperti narapidana, dipandang telah memenuhi syarat istitha’ah. Karena itu, ia sudah wajib menunaikan haji.
  1. Orang sebagaimana tersebut pada point 1 tidak dibolehkan melaksanakan haji pada saat itu tetapi ia wajib membiayai orang lain yang sudah menunaikan haji untuk menghajikannya jika diduga kuat ia tidak lagi memiliki kesempatan haji sendiri.

Fatwa Komisi Fatwa ini disampaikan kepada Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment