Suaramuslim.net – Tidak sedikit di antara kita yang menemukan masalah harta waris dalam keluarga, apalagi yang saling mewarisi dan keterkaitannya. Kadang dalam keluarga terjadi muamalah hibah atau pemberian, dari orang tua ke anak, anak ke orang tua, dan sebagainya. Sering terjadi, ada yang awalnya memberikan hartanya namun mengambilnya kembali selang beberapa waktu. Atau yang sebelumnya sudah sama-sama tahu diberikan kepada salah satu ahli waris, kemudian dibatalkan secara sepihak.
Bagaimana gambaran hibah yang terjadi dan keterkaitannya dengan harta waris yang seharusnya?
Harta adalah milik seseorang, dan kepemilikannya terhitung penuh jika ia mendapatkannya dengan cara yang halal dan diridai Allah SWT. Mungkin dengan mendapat untung dari bisnis, membeli sesuatu dengan hartanya, atau dihibah/mendapatkan pemberian dari seseorang yang dia kenal. Yang harus diperhatikan adalah jika ada harta yang sudah keluar, usahakan harta tersebut tidak ditarik atau diambil kembali.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الَّذِي يَعُودُ في هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَرْجِعُ في قَيْئِهِ. متفق عَلَيْهِ
“Orang yang menarik kembali hibahnya (pemberiannya) seperti anjing yang memakan kembali muntahannya.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Ada banyak alasan seseorang menarik kembali harta yang telah diberikannya. Mungkin karena nafsu, ada kepentingan, ada rasa jengkel, ketidaktahuan, dan lainnya. Berhati-hatilah dalam urusan hibah, apa yang sudah kita berikan kepada istri dan anak, jangan sampai diambil lagi. Sehingga ketika meninggal tidak ada hak bagi ahli waris menuntut harta waris. Maka, berlakulah adil dalam urusan hibah. Jangan sampai ada kecemburuan sosial.
Ketika memberikan hibah berupa sesuatu pastikan semua tahu, dan bertakwalah bagi yang menyaksikannya. Jangan memberikan bisikan pada kemudian hari agar hibah yang telah diberikan diambil kembali.
Dari sisi ahli waris, haruslah menahan diri. Bahwasanya harta yang sudah diberikan/dihibahkan sudah keluar dari kepemilikan sehingga tidak bisa diambil kembali. Jangan menunggu kesempatan, untuk mempermasalahkan di lain hari dengan alasan harta tersebut adalah harta warisan.
Bagi yang mendapat hibah, perjelas kepemilikan. Jangan sampai abu-abu. Misalnya dengan balik nama secara legal dan sebagainya. Hal itu diniatkan untuk menjauhi kesubhatan.
Hindarilah harta yang subhat. Harta subhat akan membuat hati menjadi gelisah, apalagi jika mendapatkannya sebagai harta yang haram.
Disampaikan oleh Ustaz Imamul Arifin, Lc, M.H.I dalam Konsultasi Fikih Waris di Radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM. Selasa, 25 Januari 2020 pukul 16.00-17.00 WIB.