Hukum Praktik Istishna’ dalam Bank Syariah

Hukum Praktik Istishna’ dalam Bank Syariah

Hukum Praktik Istishna’ dalam Bank Syariah
Ilustrasi akad istishna'

Suaramuslim.net – Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dalam Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H/1 April 2000 menetapkan fatwa tentang istishna’ dalam perbankan. Berikut selengkapnya.

Memperhatikan

  1. Bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh sesuatu, gedung/rumah, misalnya, terkadang memerlukan pihak lain untuk membuatkannya, yang dalam hukum Islam hal itu disebut dengan istishna’
  2. Bahwa transaksi istishna’ pada saat ini telah dipraktikkan oleh perbankan syariah.
  3. Bahwa agar praktik tersebut sesuai dengan syariah Islam, DSN memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang istishna’ untuk menjadi pedoman.

Menimbang

  1. Hadis Nabi riwayat Al-Bukhari

“…Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat (perjanjian) yang telah mereka sepakati, kecuali syarat-syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

  1. Hadis Nabi

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”

  1. Menurut mazhab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh (jawaz) karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya (Wahbah, 4/632)
  2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H/1 April 2000.

 

MEMUTUSKAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL TENTANG ISTISHNA’ DALAM PERBANKAN 

  1. Ketentuan umum dalam jual beli salam berlaku pula pada transaksi istishna’.
  2. Dalam hal pesanan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
  3. Dalam hal terdapat cacat, atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad tersebut.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment