Ibrahim: melawan pemberhalaan benda langit

Ibrahim: melawan pemberhalaan benda langit

Saat Nabi Ibrahim Harus Melepas Apa yang Ia Sayangi
Kitab suci Al-Quran. Foto: Pixabay.com

Suaramuslim.net – Islam meyakini bahwa Nabi Ibrahim merupakan bapak tauhid dan pelopor ajaran profetik, murni tanpa tersentuh tradisi syirik sama sekali. Namun sebagian masyarakat punya keyakinan bahwa Nabi Ibrahim sebelum beragama tauhid mengawali proses sebagai penganut kesyirikan. Benarkah begitu?

Simbol tauhid

Justru sejak muda Nabi Ibrahim sudah memperjuangkan tegaknya tauhid di tengah masyarakat yang berkembang tradisi syirik.

Proses mengenal Tuhan melalui proses melihat bintang, bulan, dan matahari bukan berarti Ibrahim beragama melalui proses kesyirikan.

Melihat bintang, bulan, matahari hanyalah untuk menunjukkan kepada kaumnya, bahwa tiga makhluk itu bukan tuhan, tetapi ciptaan Penguasa alam semesta ini.

Jadi, Nabi Ibrahim bertauhid sejak awal, bukan beragama melalui proses dari sesat menuju petunjuk. Nabi Ibrahim sendiri beragama tauhid memang sejak awal dirancang Allah. Melihat bintang, bulan dan matahari merupakan proses untuk semakin menguatkan ajaran tauhid. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَكَذٰلِكَ نُرِيْۤ اِبْرٰهِيْمَ مَلَـكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِـنِيْنَ

“Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.” (Q.S. Al-An’am: 75).

Dengan demikian, sejak awal Nabi Ibrahim dijadikan tonggak penegakan tauhid bukan sebagaimana pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang selalu merujuk cara beragama kepada Nabi Ibrahim.

Penyimpangan keyakinan

Nabi Ibrahim ingin menunjukkan bahwa bertauhid dengan mengakui Allah sebagai kekuatan penuh, tanpa mempercayai sesuatu yang terkadang menghilang atau muncul pada saat tertentu.

Oleh karena Ibrahim ingin menunjukkan lemahnya mereka yang mempercayai bintang sebagai Tuhan. Hal ini ditegaskam Allah sebagaimana firman-Nya:

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا ۚ قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَا لَ لَاۤ اُحِبُّ الْاٰ فِلِيْنَ

“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (Q.S. Al-An’am: 76).

Nabi Ibrahim ingin menunjukkan bahwa mempercayai matahari sebagai tuhan juga mengandung kelemahan karena matahari kadang muncul dan kadang hilang meskipun secara fisik sangat besar.

فَلَمَّا رَاَ الشَّمْسَ بَا زِغَةً قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ هٰذَاۤ اَكْبَرُ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَتْ قَا لَ يٰقَوْمِ اِنِّيْ بَرِيْٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ

“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (Q.S. Al-An’am: 78).

Di sini Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa matahari bukanlah Tuhan yang layak disembah karena bisa hilang. Nabi Ibrahim ingin menunjukkan bahwa cara bertuhan seperti ini sangat lemah. Kalau Tuhan hilang dan muncul bisa hancur alam semesta ini. Tuhan seharusnya terus ada dan tak bersembunyi

Kemudian Nabi Ibrahim menyatakan dirinya sebagai muslim bukan bagian dari pengikut musyrik yang menuhankan benda-benda yang muncul dan hilang.

Melihat hal itu, kaumnya membantahnya dengan berbagai ancaman, namun Nabi Ibrahim mengeluarkan kalimat emas yang meyakinkan, sebagaimana firman-Nya:

وَحَآ جَّهٗ قَوْمُهٗ ۗ قَا لَ اَتُحَآ جُّۤونِّيْ فِى اللّٰهِ وَقَدْ هَدٰٮنِ ۗ وَلَاۤ اَخَا فُ مَا تُشْرِكُوْنَ بِهٖۤ اِلَّاۤ اَنْ يَّشَآءَ رَبِّيْ شَيْئًـا ۗ وَسِعَ رَبِّيْ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا ۗ اَفَلَا تَتَذَكَّرُوْنَ

“Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada (malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (Q.S. Al-An’am: 80).

Orang yang bertauhid harus yakin bahwa Allah sebagai pelindung dan akan melindungi dari gangguan orang-orang yang mempersekutukan Allah.

Nabi Ibrahim merupakan contoh dari seorang yang memegang ajaran profetik dan Allah melindunginya dari upaya pembunuhan yang dilakukan oleh para penyembah berhala dan orang-orang yang benci terhadap agama tauhid.

25 April 2023

Dr. Slamet Muliono R.
Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment