Suaramuslim.net – “Saya melihat ibu-ibu tuh ya maaf ya sekarang kan kayaknya budayanya beribu maaf, jangan lagi saya di-bully. Kenapa toh seneng banget ngikut pengajian ya? Iya lho maaf beribu maaf, saya sampai mikir gitu lho. “Ini pengajian iki sampai kapan tho yo? Anake arep diapake (anaknya mau diapakan), he, iya dong. Boleh bukan ga berarti boleh, saya pernah pengajian kok.” (Megawati SP).
Agama dan pembodohan?
Apa yang disampaikan Megawati jelas menimbulkan kontra di masyarakat Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim. Bisa jadi ucapan itu menyinggung perasaan ibu-ibu atau siapapun yang muncul kesadaran beragama dengan mengikuti pengajian.
Ucapan Megawati ini sangat berpengaruh karena saat diucapkan, di depannya ada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, beberapa menteri, dan Kepala BPIP Yudian Wahyudi.
Merespons hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ukhuwah dan Dakwah, KH. M. Cholil Nafis, angkat bicara. Pernyataan kontroversial Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, itu dinilainya tidak patut diucapkan oleh seorang mantan Presiden Republik Indonesia.
Kiai Cholil menilai, pernyataan yang dilontarkan Ketua Umum PDIP tersebut salah kaprah. Sebab, bagaimanapun pengajian tidak menjadi penyebab seseorang bodoh. Bahkan Kiai Cholil pun mengingatkan agar Megawati itu tidak usil mengusik umat Muslim. Respons beliau bisa ditunjukkan dengan pernyataan yang cukup lugas dan tegas.
“Saya maafkan. Tapi tak ada ceritanya ibu-ibu rajin ngaji itu bodoh dan tidak kreatif. Ngaji itu melatih hati dan mengkaji melatih pikir. Keduanya banyak yang bisa memadukan sekaligus. Soal tak senang ngaji tak apalah, tapi tak usah usil dengan ibu-ibu yang rajin ngaji sampai kapan pun,” ujar Kiai Cholil.
Pengajian dan perbaikan moral
Apa yang disampaikan Kiai Cholil bisa jadi sebagai respresentasi kegelisahan umat Islam yang saat ini gigih untuk mendalami agamanya. Mereka banyak mendatangi pengajian yang di dalamnya dibahas Al-Qur’an dan mengulas Hadits Nabi.
Pengajian bukanlah saran untuk orang bodoh atau pengangguran. Pengajian yang di dalamnya mengulas Al-Qur’an dan Hadits justru membuat umat Islam bermoral dan berakhlak baik. Bukan sebaliknya bahwa aktif pengajian justru membuat orang bodoh.
Apa yang disampaikan kiai Kholil semakin menguatkan bahwa umat Islam tidak boleh bodoh terhadap agamanya sendiri. Bukan sebaliknya, di mana banyak umat Islam yang tidak mengerti agamanya, sehingga justru melanggar nilai-nilai agamanya.
Betapa banyak umat Islam yang tidak memahami agamanya sehingga terjerumus dalam penistaan dan penodaan terhadap agamanya sendiri. Bukankah terjadi umat Islam yang duduk di tempat-tempat strategis di negara ini tidak bangga dan gigih memperjuangkan nilai-nilai agamanya.
Alih-alih menegakkan nilai-nilai agamanya, mereka justru meruntuhkan bangunan agamanya sendiri. Betapa tidak, mereka yang seharusnya menjadi warga terdepan untuk mengawal negeri ini dari kejahatan korupsi, tetapi justru penjadi pelaku korupsi.
Pengajian sekali lagi bukan hanya sebagai sarana untuk rame-rame berkumpul, tetapi sebagai salah satu cara untuk memahami nilai-nilai agama. Dengan memahami nilai-nilai agama itu, mereka bisa melaksanakan dan menerapkan dalam masyarakat.
Masyarakat Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, sehingga ketika mereka mau mendalami agamanya, maka warga negara ini akan mengenal kebaikan dan akan berkontribusi baik bagi negara. Mereka juga akan mencegah dari hancurnya negara ini.
Ketika ada pihak yang mengkhawatirkan tumbuhnya pengajian, patut dicurigai bahwa mereka sedang tidak nyaman terjadinya perbaikan moral di negeri ini.
Surabaya, 20 Februari 2023