Suaramuslim.net – Meskipun menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun ia lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut. Pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dialah Imam Syafii. Berikut ulasannya.
Imam Syafi’i, orang yang diberi gelar Nasuru Sunnah, karena pembelaaanya yang begitu luar biasa terhadap sunnah. Bahkan Imam syafii menganggap bahwa kedudukan sunnah hampir sama dengan Al Qur’an.
Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum Islam. Menurut beliau, setiap hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan ijma’, qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.
Biografi Imam Syafi’i
Imam Syafi’i dikenal dengan salah satu imam madzhab empat. Ia bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga Rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Semasa dalam kandungan, kedua orangtuanya meninggalkan Mekkah menuju Palestina. Setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan serba kekurangan. Pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke Mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif.
Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui Bani Hundail selama beberapa tahun. Kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni.
Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya, sama banyaknya dengan jumlah muridnya.
Kontribusi Imam Syafi’i
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.
Di antara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya, selain itu juga buku Al Musnad berisi tentang hadis hadis Rasulullah yang dihimpun dalam kitab Umm serta Ikhtilaf Al hadis. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Al Quran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir