Indahnya kalimat istirja’ jika ruh termanjakan

Indahnya kalimat istirja’ jika ruh termanjakan

Artikel ini disarikan dari program Motivasi Al-Qur'an yang mengudara setiap Kamis 05.00-06.00 WIB di Suara Muslim Radio Network.

Suaramuslim.net – Seringkali saat kita mendengar kalimat istirja’ انا لله و انا اليه راجعون maka seketika pikiran fokus kepada berita duka, hati terasa berat bahkan air mata tidak terasa telah mengalir membasahi pipi. Seolah kalimat itu membuat duka yang dalam bagi yang berucap dan yang mendengarkannya.

Coba kita renungi dan gali terlebih dahulu ayat Al-Qur’an di bawah ini sebelum memahami sungguh betapa kalimat istirja’ itu adalah kalimat yang indah.

Lihat Al-Qur’an Surat Shaad ayat 71-72.

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ (71) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.”

Sungguh ada mufassir yang memberikan tafsiran luar biasa terhadap ayat itu, bahwa sesungguhnya manusia itu terdiri dari dua dimensi penciptaan dan masing masing dimensi itu kelak akan kembali ke asalnya.

Dimensi basyar

Yaitu jasad yang tercipta dari tanah basah (saripati tanah). Kelak kalau sudah waktunya akan kembali ke tanah bagaimanapun caranya.

Dimensi penyempurna yaitu ruh atau ruhani

Ruh ini berasal langsung dari Allah (ruh milik-Nya) yang dititipkan ke sebuah jasad itu agar sempurna. Kelak ruh-Nya ini akan dikembalikan kepada-Nya.

Itulah kenapa terkadang kematian dalam bahasa Arab disebut dengan istilah tuwuffiya yang dari akar kata yang sama dengan wafa yang berarti sempurna. Artinya kematian itu adalah paripurnanya tugas di dunia dan sempurnanya diri dalam bentuk ruh.

Ketika seseorang itu meninggal, sesungguhnya ia telah meninggalkan rumah sementaranya menuju rumah abadinya, kampung asalnya.

Bukankah ketika seseorang pulang kampung ada yang bahagia dan ada yang susah? Maka seperti itu pulalah dengan orang yang meninggal dunia.

Bagaimana menjadikan pulangnya dengan penuh kebahagiaan?

Ini semua terkait dengan bagaimana kita memperlakukan fisik (tanah) dan ruh kita, karena itu jangan hanya membahagiakan fisik Anda saja, tapi bahagiakan ruh juga. Di dalam diri kita ada makhluk lain selain jasad yang perlu diberi porsi kebahagiaan juga.

Ruh ini lebih kuat dan lebih abadi hidupnya dibanding jasad yang rapuh dan tidak lama hidupnya. Karena mereka berada di suatu tempat yang dibuat kekal خالدين فيها ابدا namun sayang sekali banyak di antara kita yang lebih “memanjakan” jasad saja.

Sering kali kita salah program dalam menjalani hidup. Sering kali kita berlari terhadap hal yang mestinya berjalan. Sering kali kita maunya yang santai dalam beribadah. Namun sebaliknya, bergiat dalam dunia dan berjalan kepada yang semestinya berlari. Itulah kenapa kita sering merasa capek dalam urusan kerjaan atau dunia ini.

Padahal urusan kerjaan (duniawi), perintahnya hanyalah, “Berjalanlah!”

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (Al-Mulk: 15).

Semestinya kita memahami, kapan kita perlu berlari, atau menambah kecepatan lari kita, atau bahkan cukup berjalan saja.

Jangan-jangan, selama ini jasad kita merasa lelah, karena malah berlari mengejar dunia yang seharusnya cukup dengan berjalan. Sedangkan urusan mahluk lainnya dalam diri ini dikesampingkan, yaitu urusan ruh.

Bagaimana “memanjakan” ruh?

Memanjakan ruh berimplikasi terhadap pengurangan jatah tubuh.

  1. Ketika seseorang mengurangi tidurnya dengan bangun malam untuk tahajjud, maka otomatis ia telah memanjakan ruhnya.
  2. Demikian pula ketika ia mengurangi makannya dengan puasa maka ia memanjakan ruh.
  3. Ketika waktu istirahat jasad dikurangi dengan memperbanyak ibadah dan zikir, maka saat itu ruhnya akan termanjakan.

Jika ruh seseorang termanjakan dengan berbagai hidangan yang lezat dan bergizi maka ruhnya akan kuat dan menguatkan mata bashirah-nya dan jihadnya di dunia. Di akhirat ruh itu akan kuat menghadapi hiruk pikuk di padang mahsyar.

Perhatikan hadis ini!

عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ سَمِعْتُ سَلْمَانَ وَأُكْرِهَ عَلَى طَعَامٍ يَأْكُلُهُ فَقَالَ حَسْبِي أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ شِبَعًا فِي الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Dari ‘Athiyah bin ‘Amir Al Juhani dia berkata, “Aku mendengar Salman dipaksa untuk memakan makanan, maka dia berkata, “Cukuplah bagiku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling banyak kenyang di dunia adalah manusia yang paling lapar di hari kiamat.” (Ibnu Majah).

Hadis ini sungguh luar biasa memberikan pemahaman tentang bagaimana memanjakan ruh itu dan pengaruhnya di akhirat sebagai rumah abadinya ruh.

So… Kembali ke kalimat istirja’

Jikalau sudah paham tentang posisi ruh, maka agar pulangnya ruh menjadi sangat nyaman baik selama perjalanannya dan saat tibanya disambut oleh makhluk langit, ruh itu harus dimanjakan saat hidup di dunia.

Kalimat istirja’ itu adalah kalimat yang menunjukkan kenyataan kalau jasad kembali ke tanah dan itu bisa di mana saja di dunia ini, namun kalau ruh itu kembali ke asal Pemiliknya dan itu di kampung abadinya yaitu akhirat.

Alangkah indahnya ketika disambut oleh para Malaikat dengan ucapan salam kedamaian dan kebahagiaan.

Kalimat indah yang mestinya membuat tenang yang mengucapkannya, karena itu adalah kalimat berita bahwa Anda boleh mudik dengan nyaman dan nikmat kalau ruh memang sudah dimanjakan sejak awal.

Apalagi ruhnya syuhada, maa syaa Allah, ia pulang dengan jalur khusus tanpa cegatan dan pemeriksaan. Bahkan dikawal para malaikat yang wajahnya putih bak cahaya matahari di siang hari. Kalau sudah saatnya tiba, ia akan disambut oleh bidadari surga yang tidak terbayang oleh pikiran manusia manapun.

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun ‘alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (An-Nahl: 32).

Tapi kalimat istirja’ jadi menakutkan dan membuat seram bagi mahluk yang ruhnya tersiksa selama di dunia, karena tidak ada kenyamanan sama sekali ketika ia berpulang.

لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ

“(Orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya), tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.” (Al-A’raf: 40).

Wallahu A’lam

M Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
16 September 2021/9 Safar 1443

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment