Suaramuslim.net – Suatu hari, Abu Hurairah berjalan keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selama perjalanan, keduanya tidak berbicara. Sesampainya di pasar Bani Qainuqa, Rasulullah duduk di pekarangan Fatimah, lalu berkata: “Apakah terdapat anak-anak di sana?” Tidak lama kemudian, datanglah seorang anak kecil menghampiri Rasulullah, lalu beliau pun memeluk dan menciumnya sambil berdoa: “Ya Allah… sayangilah dia dan sayangi pula orang yang menyayanginya” (HR. Bukhari)
Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan kebahagiaan dan karunia yang besar bagi kedua orang tuanya. Tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua mulai diemban. Tidak hanya dalam kecukupan ketersediaan pendidikan, materi dan fasilitas fisik bagi anak, tetapi juga dalam terpenuhinya kebutuhan secara psikologis. Islam memandang bahwa amanah Allah SWT ini haruslah kita jaga dengan baik dari segala sesuatu yang membahayakan (QS. An Nisa: 9).
Tuntutan sebagai orang tua masa kini, tentu berbeda dengan pada masa sebelumnya. Masa yang semakin berkembang dan era globalisasi masa kini, menuntut orang tua untuk memiliki penghasilan yang lebih dalam memberikan pendidikan yang sesuai bagi putra-putrinya. Sehingga banyak orang tua yaitu ayah dan ibu akhirnya memutuskan untuk bersama-sama mencari nafkah bagi keluarganya.
Waktu-waktu yang sedianya harus banyak bersama anak, malah sering digunakan di luar rumah untuk bekerja. Waktu-waktu bersama anak semakin terbatas. Terutamanya bagi seorang ibu, yang seharusnya berperan sebagai “Al Madrasatul Ula” bagi putra-putrinya. Kontak fisik pada anak yang seharusnya diberikan oleh ibu, teralihkan pada pembantu atau Baby Sitter. Pelukan dan ciuman ibu pada anak semakin terbatas dan mahal.
William Sears (Attachment Parenting, 2009), berpendapat bahwa keberhasilan seorang anak tumbuh dan berkembang optimal di semua aspek perkembangan sangat bergantung pada attachment yang terjalin antara anak dengan orang tuanya. Tidak hanya salah satu aspek, tapi semua aspek perkembangan anak.
Menurut Erik Erikson, tokoh Psikologi Perkembangan dengan teori psikososialnya bahwa orang tua yang menggunakan sentuhan pada anak sebagai cara mengekspresikan rasa sayangnya akan meningkatkan attachment yang sehat pada anak.
Walaupun anak terus tumbuh menjadi dewasa, namun sentuhan yang konsisten yang dilakukan orang tua pada mereka khususnya ibu akan membuat mereka merasa aman dan dicintai. Bermain dan melakukan berbagai aktivitas fisik yang banyak melibatkan sentuhan fisik akan sangat bermanfaat dalam membangun kedekatan dan kepercayaan dengan anak.
Sebagai orang tua, melihat putra-putrinya tumbuh dan berkembang secara maksimal dengan kepercayaan diri yang baik adalah sebuah kebahagiaan, anugerah yang indah. Karenanya akan menjadi bekal yang baik kelak ketika dewasa bagi anak. Anak-anak yang tercukupi kebutuhan akan sentuhan dari orang tuanya, akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi tangguh yang siap dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup dijamannya.
Betapa banyak kasus yang terjadi pada orang dewasa, ditentukan oleh optimalnya pengasuhan saat mereka kecil dulu. Mungkin salah satu di antara kita ada yang pernah merasakan hikmah sentuhan dari ibu, bagaimana ketika kita mendapatkannya atau tidak, bagaimana perkembangan kehidupan kita sekarang. Tentu bagi yang kurang mendapatkan sentuhan dari ibu dulu dikarenakan minimnya pengetahuan ibu tentang bagaimana seharusnya memperlakukan putra-putrinya pada masa itu.
Harusnya berbeda pada para ibu masa kini, karena bukanlah hal sulit untuk mendapatkan informasi seputar cara mendidik anak, pendidikan kita juga sudah lebih maju, cara pikir dan pola pengasuhan pada anak-anak kita sekarang tentulah harus lebih baik dibandingkan ibu-ibu pada masa dulu. Maka, bukanlah sebuah hal yang harus diabaikan tentang pentingnya sentuhan, peluk dan cium para ibu pada buah hatinya. Hukum dalam melaksanakannya dapat menjadi wajib dan keharusan.
Rasulullah SAW adalah sosok yang paling sering memberikan ciuman dan belaian kepada anak-anak. Pada suatu hari, datang seorang kepala suku mengunjungi Nabi dan melihat beliau sedang mencium cucunya. Dia (kepala suku) mengatakan kepada Nabi SAW, “Saya mempunyai sepuluh orang anak, seorang di antara mereka tidak pernah saya cium”, kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Kalau Allah tidak memberimu perasaan kasih sayang, apa yang dapat diperbuat Nya untukmu?”. “Barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang pada orang lain, dia tidak akan mendapatkan kasih sayang dari Allah”.
Dari peristiwa di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya kasih sayang ibu pada anak. Seorang ibu yang telah mengandung selama sembilan bulan dan melahirkannya, tentulah akan semakin memberikan keindahan hubungan antara keduanya. Akan hilang rahmat Allah SWT dari orang tua khususnya ibu, ketika ia melalaikan sebuah tindakan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya kelak. Tentu bukanlah sebuah hal yang kita inginkan.
Sabda Rasulullah SAW yang lain :
“Perbanyaklah kamu mencium anak cucumu, karena imbalan dari setiap ciuman adalah surga”. (HR. Bukhari)
Indahnya sentuhan ibu sungguh terasa mahal di abad yang penuh dengan tuntutan baginya. Tiap waktu dan kesempatan yang seharusnya didapatkan anak serasa sebuah benda teramat mahal yang sulit dibeli, bahkan untuk dimiliki. Sungguh, beruntunglah bagi ibu yang selalu tersedia sentuhan sayang bagi anaknya karena Allah sudah menjaminkannya surga. Tidakkah kita ingin meraih sebuah pahala yang diimpikan oleh setiap manuasia?
Karenanya kita mendapatkan sebuah undangan khusus dari Allah SWT, yang bagi orang lain mungkin teramat sulit dan berat untuk mendapatkannya. Sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan begitu saja bagi seorang ibu.
Sudahkah ibu peluk dan cium ananda hari ini? Jika belum, bergegaslah, jangan tunda lagi dan bersiaplah mendapat undangan khusus memasuki jannah-Nya.
Penulis: Ratna Yuliati, S. Psi*
*Daiyah di Rutan Perempuan Klas IIa Surabaya