Inilah Yang Merusak Puasa Kita

Inilah Yang Merusak Puasa Kita

Fiqih Puasa Syarat-Syarat Puasa
Ilustrasi makan bersama keluarga. (Ils: Dribbble/@ Vitaliy Sokovikov)

Suaramuslim.net – Betapa banyak dari umat Islam yang sedang menjalankan puasa tidak menyadari bahwa pahala ibadah puasa yang dilakukannya menguap begitu saja tanpa disadari oleh sebab hal yang sangat sepele. Peluang rusaknya puasa ini sebenarnya telah diingatkan oleh Nabi dalam sabdanya:

“Betapa banyak orang yang puasa, tidaklah memperoleh apa-apa dari puasanya selain lapar, dan betapa banyak orang yang mendirikan shalat, tidaklah memperoleh apa-apa dari shalatnya kecuali lelah.” (Ad-Darimi dari Abu Hurairah).

Bagaimana mungkin seseorang yang berpuasa dan telah bercapek-capek tidak makan dan minum dalam seharian namun tidak mendapatkan pahala atas puasanya itu?

Hal ini tentu akan sangat mungkin manakala seseorang tidak mampu menjaga batas-batasnya serta tidak mengetahui apa saja yang dapat memghilangkan pahala puasanya.

Ibarat seseorang yang bekerja keras, banting tulang, masuk kantor seharian mengerjakan tugas-tugas kantor namun dirinya tidak memperoleh gaji sepeser pun atas apa yang dilakukannya itu. Inilah yang disebut dengan orang yang merugi atau muspro (jawa).

Lalu apa yang menjadi sebab hilangnya pahala puasa kita? Rasulullah memberikan penjelasan:

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, serta berlaku bodoh, maka tidak ada keperluan bagi Allah terhadap meninggalkan makan dan minumnya.” (Al-Bukhari).

Lisan Dapat Merusak Pahala Puasa

Salah satu faktor terbesar yang dapat merusak puasa adalah bersumber dari lisan. Yaitu ketidakmampuan seseorang menahan lisannya. Sementara puasa (ash-shiyam) bermakna menahan (al imsak), yaitu menahan segala sesuatu yang keluar masuk dari dan ke mulut (makan dan minum).

Seorang yang berpuasa selayaknya pula belajar dari puasanya yaitu menahan segala aktifitas yang keluar dari lisannya, dalam hal ini ucapan.

Hal ini diindikasikan dalam sabda Nabi agar seorang yang berpuasa menahan diri dari ucapan dan tindakan buruk yang dapat mengurangi dan menghilangkan pahala puasanya.

“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa.” (Al-Bukhari dan Muslim).

Termasuk dalam kategori rofats (keji) adalah berkata berdusta dan termasuk dalam yaskhab (teriak-teriak) adalah ucapan yang bernada fitnah, ghibah, menjelek-jelekkan dan segala ucapan yang dapat menjadikan seseorang marah, jengkel dan tersinggung. Semua ini bermula dari ketidakmampuan seseorang dalam menjaga lisannya. Perutnya puasa namun lisannya tidak.

Berpuasa di Medsos

Hari ini, jari-jari kita telah menjadi wakil dari lisan untuk mengungkapkan segala hal yang ada dalam pikiran yaitu melalui medsos. Betapa banyak di antara kita tidak sadar bahwa tarian jemari kita saat bermedsos ria mampu menghilangkan puasa kita manakala diri kita tidak mampu menahan diri.

Terkadang dengan mudahnya kita share tulisan ataupun forward tulisan orang lain sementara di sana terdapat unsur ghibah, menggunjing, mencela, fitnah, menjelek-jelekkan orang lain yang bahkan diri kita sendiri tidak mengetahui kebenaran beritanya dan duduk persoalan yang sebenarnya.

Sebuah tulisan terkadang lebih tajam daripada lisan yang mampu menguliti diri pribadi (privacy) orang lain, bahkan dapat pula membunuhnya (character assasination). Sehingga seseorang yang mudah share dan forward tulisan atau berita tanpa bersikap selektif telah dianggap melakukan sebuah kebohongan menurut Rasulullah.

Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.” (Muslim).

Tidakkah kita sadari bahwa semua tindakan itu akan menghilangkan pahala puasa kita bahkan lebih jauh lagi akan menjadikan diri kita masuk dalam kalangan orang yang bangkrut kelak di akhirat.

Suatu ketika nabi bertanya kepada para sahabatnya tentang persoalan ini.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab; ‘Menurut kami, orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.’

Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.’ (Muslim).

Menggunjing, mencela, memfitnah, ghibah (membicarakan orang lain) melalui medsos selain menghilangkan pahala puasa sekaligus akan menjadi kerugian kelak di akhirat. Karena sebanyak apapun kebaikan yang kita lakukan di dunia ini kelak akan habis tanpa sisa sebab diberikan kepada orang yang menjadi objek korban gunjingan, celaan dan ghibah ataupun fitnah kita.

Jika kita rugi dan bangkrut dalam bisnis di dunia, mungkin masih ada kesempatan bagi kita untuk memulai bisnis kembali, namun jika rugi dan bangkrut di akhirat maka tidak ada kesempatan bagi kita untuk kembali ke dunia.

Selayaknya seorang yang cerdas (al kayyis) lebih berhati-hati dalam bermedsos, mengungkapkan pikiran agar tidak menjadi kerugian kelak di akhirat.

Dunia itu sementara, akhirat kekal abadi selamanya. Janganlah kita merugi untuk kedua kalinya, rugi puasanya dan rugi kelak di akhiratnya. Wallahu a’lam.

Akhmad Muwafik Saleh
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir Al Afkar Tlogomas Malang, Dosen FISIP UB, Sekretaris KDK MUI Jawa Timur, Motivator Nasional Bidang Komunikasi Pelayanan Publik, Penulis 16 Buku Best Seller.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment