Suaramuslim.net – Berawal dari rasa ingin menyetarakan antara santri Pondok Pesantren Karangasem dan anak rumahan (siswa/i yang bermukim di Paciran, Lamongan dan sekitarnya, Red) dalam hal pelatihan pidato atau muhadharah. Maka, pada tanggal 16 Juni 1983, Kiai Abdurrahman Syamsuri, pendiri Pondok Pesantren Karangasem Muhammadiyah memprakarsai dibentuknya organisasi yang dinamai Muhadloroh Kelompok Karangasem (MKK). Tujuan utama pada saat itu adalah mewadahi seluruh siswa/i rumahan agar tetap bisa latihan pidato layaknya santri, menempa diri dalam balutan kekeluargaan dan berproses menjadi kader penerus perjuangan agama dan bangsa.
Seiring berjalannya waktu, jumlah anggota MKK mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan tidak hanya berasal dari Paciran saja, melainkan dari berbagai desa dan kelurahan. Melihat realita yang sedemikian rupa, maka pada medio 1993/1994, Ust. Hadi Sucipto, Ust. Zainal Muttaqin, dan kawan-kawan lainnya mengagas pengubahan nama MKK menjadi Islamic Student Club (ISC).
Dari masa transisi menjadi ISC, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dirancang dan disahkan, sifat keangotaan pun menjadi umum, siswa/i dari berbagai latar belakang bisa menjadi bagian dari ISC, serta bersifat independen atau berdiri sendiri dan terbuka.
Organisasi yang bermarkas di Jl. Pondok atau selatan musala Darul Falah ini telah banyak mencetak para kader militan dan progresif yang memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Tak terhitung jumlah alumni yang berkiprah di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan nawaitu yang sungguh-sungguh dalam berproses, menempa diri, semata-mata untuk kembali ke masyarakat dan mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Diperlukan kerja keras, proses yang panjang, dan niat yang lurus dalam mengapai predikat khairu ummah (umat terbaik).
Program Dakwah ISC
Dari waktu ke waktu, program dakwah ISC kini lebih unik dan beragam, seperti halnya program Al-Kahfi Camp yang dipelopori oleh Mirza Auliaur Rahman, selaku ketua bidang dakwah yang juga siswa kelas XII Madrasah Aliyah 1 Ponpes Karangasem. Program ini merupakan terobosan terbaru dalam pengaderan. Waktu pelaksanaannya dua kali dalam sebulan atau dua minggu sekali, yakni setiap hari Kamis menjelang Jumat.
Teknis dari program ini, bisa dikatakan cukup sederhana. Mula-mula, seluruh anggota diinstruksikan untuk bermalam di sekretariat. Pada sepertiga malam, para pengurus membangunkan seluruh kader untuk menuju masjid yang telah ditentukan sebelumnya. Di masjid tersebut, seluruh kader juga pengurus melaksanakan salat tahajud, lalu dilanjut dengan salat Subuh berjamaah, tausiah ba’da Subuh, barulah seluruhnya membaca surat Al-Kahfi, lalu ditutup dengan salat Syuruq. Petugas yang azan, imam, hingga tausiah adalah dari pengurus ISC sendiri.
Tujuan dari program Al-Kahfi Camp ini ada dua, pertama memperkenalkan sunnah, agar seluruh kader giat mengamalkan sunnah dalam setiap laku hidupnya, dan yang kedua menyiarkan gerakan dakwah ISC dalam salah satu misi utamanya yakni pembentukan karakter (character building) pada setiap pribadi kader.
“Jadi kami ingin seluruh kader ISC dapat mengamalkan sunnah, yaitu membaca surat Al-Kahfi setiap hari Jumat dan dengan program ini juga, kami menyiarkan gerakan dakwah ISC kepada masyarakat, bahwa ISC memiliki program yang dampaknya saya kira sangat positif dan tentunya bernilai ibadah,” ujar Alvin, selaku ketua ISC tahun 2019.
“Dan dengan diselenggarakannya program ini pula, harapannya agar warga sekitar mengetahui jika ISC memiliki program yang bermanfaat bagi mereka, khususnya bagi anak-anak dalam prosesnya menjadi generasi khairu ummah, atau generasi yang senantiasa ber-amar ma’ruf nahi munkar. Dan dari program ini pula, diharapkan bagi warga yang memiliki anak, mempercayakan buah hatinya untuk mengikuti proses pengaderan di ISC,” ujar Mirza pelopor Al Kahfi Camp.
Selain Al-Kahfi Camp, program Pekan Dakwah merupakan salah satu program utama yang diselenggarakan di setiap bulan Ramadan, diperuntukan bagi para pengurus putra dan putri yang telah siap dan memiliki bekal kemampuan berpidato di depan umum. Mereka akan ditempatkan di beberapa desa di Lamongan, yang telah ditentukan sebelumnya. Uniknya, Program Pekan Dakwah yang diprakarsai oleh ISC ini sudah berlangsung sebelum Ponpes Karangasem mendelegasikan santri-santrinya untuk turun gunung, berdakwah di tengah-tengah masyarakat, mengejawantahkan amar ma’ruf nahi munkar.
Tak berhenti sampai di Al-Kahfi Camp, untuk membumikan gerakan literasi, ISC memiliki program taman literasi. Teknisnya, ISC membuka semacam stan buku atau perpustakaan mini untuk umum, tentunya dibaca di tempat dan tidak untuk dibaca di rumah. Di samping menggerakan literasi, secara tak langsung juga memperkenalkan ISC kepada masyarakat luas, juga mengampanyekan pentingnya literasi bagi konstruksi pemikiran seseorang.
Dari program baru dan unik di atas, dapat disimpulkan bahwa pola pikir para pengurus ISC, dari masa ke masa hingga kini, lebih mampu membaca persoalan dan kebutuhan seluruh kadernya serta kemajuan organisasi yang dipimpinnya, sehingga sifat kekeluargaan lebih mencair di antara pengurus dan kader, seperti tidak ada sekat, semuanya membaur, layaknya keluarga yang saling menjaga dan mendidik satu sama lain.
Sampai pada akhirnya para kader ISC menggantikan posisi pengurus sebelumnya yang telah purna mengemban amanah, dan berikhtiar membawa ISC lebih baik melebihi pengurus sebelum-sebelumnya, serta memelihara segala hal baik yang telah dicontohkan oleh para pendahulunya. Al-muhafazatu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah.
Proses Pengaderan
Perihal proses pengaderan dan regenerasi kepemimpinan, setiap tahunnya pengurus ISC selalu menyosialisasikan organisasinya ke semua lembaga di lingkungan Ponpes Karangasem dan lembaga di sekitar Paciran. Dimulai dari MI, SLTP, hingga SLTA. Maka tak heran jika ada beberapa kader yang paling kecil di antara kader-kader lainnya. Seperti salah satu kader bernama Fadhil, ia masih kelas 4 MI M 16 Karangasem, saat ditanya apa harapan mengikuti muhadharah, ia menjelaskan, “Agar bisa berpidato di hadapan kawan-kawan dan menambah wawasan ilmu agama Islam.”
Bidang Muhadharah diklasifikasikan menjadi dua, internal yang sifatnya wajib bagi seluruh kader dan eksternal yang sifatnya tidak wajib; hanya pengurus dan kader yang berkenan ikut saja. Untuk jadwal internal putra dilaksanakan setiap hari Selasa ba’da Isya dan hari Kamis ba’da Maghrib untuk putri. Bertempat di ruang kelas MA M 1 Karangasem.
Sedangkan eksternal diselenggarakan di 3 musala, yakni di Musala At-Taqwa (hari Sabtu), Al-Ghuroba’ (hari Senin), dan Abu-Dzarin (hari Rabu). Muhadharah eksternal ini untuk kader putra dan putri. Pembagian dimaksudkan agar menghidupkan kegiatan di setiap musala dan menarik minat anak-anak dan remaja sekitar. Jadi, setiap harinya, mereka keliling dari lokasi muhadharah satu ke lokasi lainnya. Total 4-5 kali muhadharah dilaksanakan setiap Minggunya.
Jika kader masih menginjak umur 10-12 tahun, ia tetap mengikuti muhadharah, bedanya ia masih diperbolehkan membaca naskah, hal ini agar menumbuhkan rasa berani dan percaya diri kader untuk tampil di depan kawan-kawannya sampai dirasa sudah berani dan memiliki kecenderungan untuk tak lagi membaca naskah.
Berhadapan dengan kader yang masih di bawah umur, berarti tak terlepas dari kendala. Ada satu tugas yang harus dituntaskan oleh para pengurus ISC sebelum muhadharah dilaksanakan, yakni menjemput kader ke setiap rumah; door to door, karena kadang mereka terlena dengan tontonan televisi.
Kini, tantangan itu semakin kompleks karena gawai. Oleh karenanya, kebanyakan dari mereka lebih memilih duduk manis sembari memainkan gawainya di warkop. Maka tak jarang, mereka juga kucing-kucingan dengan pengurus. Untuk menghadapinya, dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan ekstra dalam menunaikan amanah, sebab kedua hal tersebut merupakan kunci bagi para pengurus ISC dalam setiap nafas gerakannya.
“Tak jarang, terlebih dulu kami menjumpai anak-anak yang masih nongkrong di warkop sambil bermain hape dan tak jarang pula mereka menolak ajakan kami untuk muhadharah. Biasanya sebelum muhadharah dilaksanakan, anak-anak bermain futsal dulu, baru mau ikut,” ujar Khumaidi Kamil, selaku sekretaris umum.
Untuk menjaga stabilitas dan kuantitas kader, para pengurus berinisiatif mengadakan aktivitas out door yang menyenangkan juga dapat merekatkan rasa kekeluargaan dan solidaritas antar kader, seperti renang dan futsal. Tentu hal ini menyesuaikan situasi, kondisi, dan keinginan kader.
Spirit Gerakan Dakwah
Tagline atau jargon ISC tak muluk-muluk, ia tak seperti pada umumnya organisasi yang memiliki jargon dengan bahasa yang melangit dan keminggris namun minim gerakan. Tagline ISC terinspirasi dari penggalan surat Al-Baqarah ayat 148 yang berbunyi, “Fastabiqul Khoirot” yang berarti berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.
Tagline inilah yang dipakai dari dulu hingga kini, yang mengilhami seluruh kadernya agar senantiasa berlomba-lomba dalam mengukir sejarah gemilang, membuat sebuah mahakarya, dan yang paling utama selalu mendekatkan diri kepada-Nya, agar selalu diberi kemudahan dalam mengukir prestasi di dunia dan akhirat kelak.
Mencintai ISC
36 tahun sudah ISC mengabdi untuk umat, mengembangkan dan menyiarkan dakwah Islam, menjaga dinamika dan progresivitas organisasi. Membaur dengan kader-kader ISC, saya dapat merasakan betapa semangat, solidaritas, dan totalitas dalam mengemban amanah telah terpatri dalam setiap diri kader maupun pengurusnya.
Saat saya tanya, spirit apa yang membuat ISC harus tetap bertahan? Tanpa tedeng aling-aling, Mirza menjawab dengan tegas dan penuh percaya diri, “Karena kami telah mencintai organisasi ini, apa pun kami akan perjuangkan dan pertahankan semampu kami. Segala daya dan upaya kami kerahkan agar organisasi ini tetap bertahan, agar organisasi ini diharapkan dapat terus memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat luas.”
Untuk mengahadapi perkembangan zaman yang semakin kompleks ditambah lagi revolusi industri 4.0, membuat teknologi semakin modern dan mutakhir, serta bagaimana cara menghadapi dan mengatur itu semua agar dapat bermanfaat bagi keberlangsungan organisasi. Seorang alumni yang enggan disebut namanya berpesan agar seluruh anggota ISC sebisa mungkin memanfaatkan teknologi dengan bijak, dan digunakan demi keberlangsungan, kemajuan, dan eksistensi organisasi.
“Teman-teman ISC, dituntut untuk sebisa mungkin memanfaatkan perkembangan teknologi untuk keberlangsungan ISC. Misalnya dalam hal ini kita bisa memanfaatkan media sosial untuk lahan dakwah, sarana informasi, dan eksistensi ISC,” ujarnya.
Alumni yang enggan disebut namanya ini pun menaruh harapan kepada seluruh kader ISC, agar senantiasa berjuang lebih gigih demi keberlangsungan organisasi dan menanamkan rasa memiliki organisasi.
“Harapan saya kepada seluruh kader ISC agar tetap menjaga dinamika dan progresivitas organisasi. Untuk itu, kader ISC harus lebih open minded dalam segala hal, terutama dalam mewadahi seluruh aspirasi dan kebutuhan kader, sehingga kemauan kader dan mungkin jug orang tua kader bisa terpenuhi dalam ISC. Juga untuk seluruhnya, agar tetap menanamkan rasa memiliki ISC, karena dengan rasa memiliki, maka kita tak akan rela jika kehilangan ISC,” pungkasnya.
Memang, jika kita sudah totalitas berjuang demi umat, merelakan tenaga, pikiran, dan juga harta semata-mata untuk kebaikan diri dan orang lain yang membutuhkan, maka kita akan merasakan betapa indahnya keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan yang akan kita raih di masa mendatang. Seperti kata Sutan Syahrir, “Hidup yang tak dipertaruhkan, tak akan pernah dimenangkan.”
*Reporter: R Fauzi Fuadi