Suaramuslim.net – Benar, sungguh terlalu kebijakan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS di tengah kondisi wabah dan krisis. Seakan tidak punya hati, tidak peka terhadap penderitaan yang sedang dirasakan rakyat saat ini. Betapa tidak, adanya wabah yang sedang bergulir membuat kehidupan rakyat serba sulit dan sempit, PHK di mana-mana, pengangguran merajalela, aktivitas tidak berjalan normal sebagaimana semestinya.
Nahas, bagaikan jatuh tertimpa tangga demikianlah gambaran apa yang dirasakan rakyat saat ini, jangankan untuk membayar iuran BPJS untuk makan sehari-hari pun sudah sangat sulit.
Kini pemimpin negeri menaikkan iuran BPJS melalui peraturan presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, beleid tersebut telah ditetapkan pada tanggal 5 Mei 2020. Dan akan berlaku mulai bulan Juli mendatang sedangkan untuk kelas III berlaku mulai awal tahun 2021.
Memang benar sungguh terlalu, kebijakan menaikkan iuran BPJS sangat menyengsarakan masyarakat, terlebih di saat terjadi wabah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Natalius Pigai di akun media sosialnya, “Seorang Presiden tidak boleh secara sengaja dan sadar membuat rakyat sengsara. Sudah kategori Mens Rea “secara sadar berniat amputasi hak rakyat miskin, fakir miskin, orang-orang terlantar dan tidak mampu.”
Seharusnya pemerintah berusaha menjamin keselamatan rakyat, dengan memenuhi hak-hak rakyat dan berusaha dengan serius menangani wabah. Bukan malah memalak rakyat dengan kenaikan iuran BPJS. Apalagi saat wabah, keadaan ekonomi terpuruk, PHK terjadi di mana-mana, banyak rakyat kehilangan mata pencahariannya, maka kebijakan kenaikan ini tentu sangat membebani rakyat.
Tidak kah pemimpin negeri ini merasakan penderitaan mereka? Di mana hati nurani dan akal penguasa? Setidaknya berikanlah sedikit empati pada rakyat, jangan malah menambah beban mereka.
Alasan menaikkan iuran BPJS karena adanya defisit anggaran, sebagaimana yang dikemukakan oleh presiden Joko Widodo bahwa defisit anggaran ini terjadi karena salah kelola.
Berdalih defisit BPJS yang salah kelola, maka janganlah akibat kesalahan tersebut dibebankan kepada rakyat. Salahkanlah bagaimana para direksi dan pejabat terkait yang selama ini mengelolanya, dengan gaji berpuluh juta, beginikah hasilnya? Ataukah semua ini memang sengaja, negara tidak mau lagi bertanggung jawab atas jaminan kesehatan rakyat. Sehingga rakyat dipaksa secara gotong royong untuk menanggungnya melalui program BPJS. Sungguh terlalu!
Fakta bahwa negara ini salah kelola dari awalnya. Sumber daya melimpah yang terkandung dalam negeri ini nyatanya tidak mampu mensejahterakan rakyatnya. Akibat menganut sistem kapitalisme yang menjadi dalangnya.
Kapitalisme melegalkan penguasaan sumber daya alam yang harusnya dimiliki oleh umat dan dikelola negara untuk menopang kesejahteraan rakyat diberikan kepada individu/swasta untuk mengelola dan memilikinya. Tidak lain para kapitalis, asing, aseng pemilik modal. Orang egois mencari keuntungan sebesarnya untuk diri sendiri tanpa memperdulikan hak orang lain, yang kaya semakin kaya yang miskin mati merana.
Andaikan potensi kekayaan sumber daya negeri ini dikelola dengan benar pastilah pemerintah tidak akan kewalahan memenuhi seluruh hak rakyat. Kesejahteraan pangan, papan, pendidikan dan kesehatan akan dapat terpenuhi. Gemah ripah loh jinawi. Tapi sayangnya fakta yang terjadi justru bagai ayam mati di lumbung padi. Rakyat banyak menderita akibat kegagalan sistem yang diemban dan pejabat yang mengatur negeri ini.
Hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang sungguh-sungguh mengurusi rakyat. Pemimpin negara tidak akan mengabaikan hak rakyatnya. Sekuat tenaga pemimpin akan berusaha melakukan yang terbaik, karena sadar bahwa itu merupakan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.
Memastikan kesejahteran dapat dinikmati seluruh rakyat yakni sandang, pangan, papan dan jaminan kesehatan, pendidikan serta keamanan. Dipastikan per individu masyarakat bukan hanya kelompok atau golongan.
Pemimipin dalam Islam akan memaksimalkan pengelolaan potensi sumber daya yang dimilikinya untuk menopang kebutuhan rakyatnya, selain itu negara membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya hingga masyarakat produktif dan tidak kesulitan untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
Sementara hasil pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh umat dan dikelola oleh negara akan dikembalikan kepada umat salah satunya dengan memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terbaik.
Dari sini dapat kita lihat bahwa jaminan kesehatan terbaik hanya ada pada sistem Islam, negara menyediakan fasilitas kesehatan yang baik, serta tenaga kesehatan yang mumpuni di bidangnya. Selain itu negara juga mendorong para ilmuwan melakukan penelitian untuk menemukan baik obat ataupun vaksin dengan biaya yang ditanggung oleh negara. Sehingga mereka bisa fokus melakukan penelitian tanpa memikirkan biaya untung rugi. Karena dalam Islam nyawa rakyat sangat berharga sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W:
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (An-Nasai 3987).
Maka pemimpin dalam sistem Islam akan berusaha menjaga keberlangsungan hidup dengan menjaga keselamatan rakyat yang dipimpinnya. Tentu semua berjalan didukung dengan kebijakan sistem ekonomi dan politik Islam yang saling bersinergi.
Demikianlah adanya perbedaan mencolok antara sistem kapitalisme dan Islam dalam memberikan jaminan kesehatan kepada rakyat. Maka bila ingin permasalahan negeri ini segera teratasi kembalikan pada bagaimana syariat Islam mengaturnya. Karena hanya Islam yang mampu menyelesaiakan seluruh problematika manusia, dengan memanusiakan manusia.
Wallahu a’lam bis showab