JAKARTA (Suaramuslim.net) – Dahnil Anzar Simanjuntak kembali dipanggil kepolisian pada Kamis (7/2) terkait kasus Kemah Pemuda Islam pada tahun 2017. Menurut kuasa hukum Dahnil yang terdiri dari Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Denny Indrayana S.H, LLM., Haris Azhar, S.H., M.A., Nurkholis Hidayat, S.H., LLM., Gufroni, S.H., M.H., Jamil Burhanudin, S.H. pengusutan dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terhadap para pengurus Pemuda Muhamadiyah Periode 2014-2018 sangat politis dan dipaksakan.
“Politis karena tuduhan dan pengusutan dugaan korupsi dana kemah hanya menyasar target spesifik yakni Dahnil Anzar Simanjuntak dan institusi Pemuda Muhammadiyah yang sangat vokal terhadap pemerintah dan kepolisian dalam kasus penyerangan Novel Baswedan yang sampai detik ini belum menemukan titi terang.” Ujar tim kuasa hukum seperti keterangan tertulis yang diterima redaksi SMNET (8/2).
Kedua, lanjutnya, sedari awal kasus ini dimunculkan menjelang Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, pada November tahun lalu, harusnya sudah terasa bahwa nuansa kasus ini lebih condong pada kontestasi politik saat itu, dan kini semakin mengental seiring dengan makin dekatnya hari pencoblosan suara pemilu pada 17 April 2019.
Kuasa hukum Dahnil mengaku belum mengetahui apa yang menjadi dasar polisi atas adanya dugaan kerugian negara dari kegiatan Kemah Pemuda Islam yang dialamatkan kepada Pemuda Muhammadiyah. Karena sampai detik ini, gelar atau ekspose terkait audit investigasi BPK terhadap kegiatan Kemah Pemuda Islam tersebut belum ada, seperti disampaikan langsung oleh BPK di berbagai media.
“Sejak awal kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemuda Muhammadiyah ini tidak memiliki dasar hukum atau kesepakatan kerjasama (MoU). Maka, kegiatan ini tidak memiliki kekuatan hukum dalam pelaksanaannya, secara otomatis batal demi hukum. Mestinya penyidik menelaah hal tersebut kepada Kemenpora, karena hal tersebut sangat fundamental. Ketika hal itu tidak dilakukan terlebih dahulu oleh pihak kepolisian, maka kami menilai pengusutan kasus ini dengan tuduhan korupsi dan pencucian uang cenderung dipaksakan,” tegasnya.
Kuasa hukum Dahnil juga menegaskan pengembalian dana 2 miliar dalam bentuk cek/giro kepada Kemenpora itu bukan berarti wujud dari pengakuan Pemuda Muhammadiyah atas tuduhan tindak pidana korupsi. Tapi semata-mata inisiatif dari Pemuda Muhammadiyah atas tiadanya dasar hukum atau kesepakatan kerja sama (MoU) dari kegiatan tersebut.
“Ketika kegiatan tersebut tidak memiliki MoU maka batal demi hukum. Ketika batal demi hukum maka dana yang kami terima tersebut harus dikembalikan,” pungkasnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir