Suaramuslim.net – Istilah “Islam Moderat” akhir-akhir ini sangat populer. Istilah ini biasanya selalu diversuskan dengan Islam Radikal. Bagaimana seharusnya memahami kemoderatan dalam Islam?
Pembahasan Islam Moderat juga tak lepas dari tokoh-tokoh nasional. Saat Ta’aruf Kongres Umat Islam Indonesia VI di Yogyakarta, (9/03/2015), Menteri Agama menyatakan bahwa Islam Indonesia yang moderat adalah versi Islam yang diharapkan dunia (08/02/2015). Di hari berikutnya, selasa (10/02/2015), pada acara yang sama, Wapres mengatakan bahwa pemikiran Islam Indonesia diharapkan bisa menjadi referensi terbesar di dunia, karena itu, umat Islam di Indonesia harus bisa menunjukkan Islam yang moderat dan toleran, menjadi jalan tengah, serta mampu menjaga kebersamaan dan kedamaian.
Apa yang disampaikan wapres dan menteri Agama itu, sebetulnya sudah pernah diopinikan juga mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya di depan peserta APEC CEO Summit tahun 2011 di Honolulu, Amerika Serikat (12/11/2011). SBY mengatakan Indonesia akan menjadi model Islam moderat yang berkomitmen menekan radikalisme dengan cara yang tidak melanggar HAM dan menjujung demokrasi.
Yan S. Prasetiadi, M.Ag, Penulis buku Studi Islam Paradigma Komprehensif yang dimuat republika online mengatakan bahwa tokoh politik di negeri ini memiliki irama dan pandangan bahwa Islam harus menjadi moderat, jalan tengah, damai, anti radikal, toleran, sesuai HAM, menjunjung demokrasi dan dicintai ‘dunia’.
Sekilas, gagasan Islam Moderat merupakan solusi untuk semuanya. Namun jika menilik awal mula terbentuknya, istilah ini justru memukul muslim yang mempunyai pemahaman baik terhadap Islamnya. Bahkan, barat sengaja membentuk opini bahwa Islam adalah penuh dengan kekerasan, bom bunuh diri, dan peperangan.
Menurutnya, jika ditelusuri, kampanye ‘Islam moderat’ tidak lepas dari peristiwa WTC 11 September 2001. Saat itu kelompok Muslim dituduh bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Akhirnya umat Islam menjadi tertuduh, dan diciptakanlah istilah ‘Islam radikal’ untuk menggiring kaum Muslim agar menerima istilah ‘Islam moderat’.
Lalu bagaimana makna Islam Moderat yang dibuat barat? Ternyata maknanya pun sengaja diarahkan. Pernyataan para politisi dan intelektual Barat terkait klasifikasi Islam menjadi ‘Islam moderat’ dan ‘Islam Radikal’ atau Ekstrimis, membuat kita mengetahui bahwa yang mereka maksud ‘Islam Moderat’ adalah Islam yang tidak anti Barat (baca: anti Kapitalisme); Islam yang tidak bertentangan dengan sekularisme Barat, serta tidak menolak berbagai kepentingan Barat.
Intinyanya, ‘Islam Moderat’ adalah Islam sekuler, yang mau menerima nilai-nilai Barat seperti demokrasi dan HAM, serta mau berkompromi dengan imperialisme Barat dan tidak menentangnya. Kelompok yang disebut ‘Islam Moderat’ ini mereka anggap sebagai ‘Islam yang ramah’ dan bisa jadi mitra Barat.
Sebaliknya, menurut Barat, yang disebut ‘Islam radikal’ atau ‘ekstrimis’ adalah Islam yang menolak ideologi Kapitalisme-Sekular, anti demokrasi, dan tidak mau berkompromi dengan Barat.
Dengan kata lain, ‘Islam radikal’ adalah Muslim yang setia dengan pandangan hidup dan nilai-nilai Islam, serta taat pada ideologi dan syariat Islam. Atau, orang radikal adalah orang yang ingin menerapkan Islam kaffah. Bagi Barat, kelompok Islam ini bukan saja dianggap sebagai Islam yang ‘keras’ dan anti-Barat, tetapi juga dianggap sebagai ancaman buat peradaban mereka.
Karena itu, Noam Chomsky dalam Pirates and Emperors, Old and New International Terorism in The Real World (new edition, 2002), mengatakan: “We note another pair of Newspeak concepts: ‘extremist’ and ‘moderate,’ the latter referring to those who accept the position of the United States, the former to those who do not.” (Kita mencatat sepasang konsep Bahasa baru: ‘ekstrimis’ dan ‘moderat’; predikat ‘moderat’ disandangkan pada pihak-pihak yang mendukung kebijakan AS dan sekutunya. Sementara predikat ‘ekstrimis’ disandangkan pada pihak-pihak yang menantang, mengancam, mengusik kebijakan AS dan sekutunya).
Para penganut Islam moderat menyebut diri mereka sebagai umat pertengahan, yakni kaum pertengahan yang ingin menampilkan sisi kemoderatannya di hadapan kalangan non muslim. Kaum Islam liberal mengkampanyekan istilah Islam moderat tersebut sebagai bentuk solusi antar ummat beragama yang sering mengalami pertikaian, terutama kalangan muslim dan bukan muslim yang kerap mengalami perselisihan.
Islam, Agama Moderat Sebelum Muncul Istilah “Islam Moderat”
Islam dalam kaitannya sebagai agama yang mengatur kehidupan ummat Islam itu sendiri sudah merupakan agama pertengahan yang menjadi solusi permasalahan hidup. Islam telah memiliki hukum-hukum lengkap yang mengatur umatnya, sehingga tanpa dikatakan sebagai Islam moderat, Islam itu sendiri memang sudah moderat. Di dalam kehidupan beragama, hal-hal yang berkaitan dengan aqidah dan kepercayaan terhadap Allah ta’ala merupakan hal mutlak yang tidak boleh dilakukan bentuk-bentuk toleransinya, apa yang telah menjadi ketetapan hukum dari Allah bukanlah hal yang perlu dilogikan lagi mengingat logika manusia sebagai mahkluk sangatlah terbatas.
Islam memang agama yang rasional namun tidak semata-mata mengandalkan akal pikiran dalam menetapkan dan mengambil sebuah hukum. Karena kita mengetahui manusia adalah makhluk Tuhan yang sangat lemah. Jadi tidak layak seorang hamba menggunakan akal pikirannya yang lemah untuk menegosiasi hukum-hukum yang sudah ditetapkan Allah pada manusia. Secara fitrahnya, Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk mencintai perdamaian, hidup dalam bingkai toleransi yang tidak kebablasan menggadaikan akidah, Islam menjadi rujukan ummat manusia karena kelengkapan ajaran dan aturan yang dimilikinya.
Reporter: Yetty
Editor: Muhammad Nashir