Keajaiban Doa

Keajaiban Doa

Inilah Waktu Ampuh untuk Berdoa
Ilustrasi Berdoa. (Ils: Novitasari/Siswi SMK Muhammadiyah 2 Surabaya)

Suaramuslim.net – Doa adalah salah satu ibadah kita kepada Allah SWT. Di mana pun dan kapan pun, kita dianjurkan untuk senantiasa berdoa, memohon ampunan dan perlindungan kepada Allah SWT. Bahkan, salat yang kita lakukan setiap hari secara bahasa juga bermakna doa. Dalam bacaan salat, banyak doa yang kita panjatkan kepada-Nya. Dari mulai membaca iftitah, membaca surah Al-Fatihah, rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tahiyat, semuanya berisi untaian doa-doa.

Dalam surah Ghafir ayat ke-60 disebutkan: Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Allah SWT senang jika hambanya merajuk memohon ampunan dan pertolongan-Nya. Sebaliknya, Allah SWT tidak suka jika hamba-Nya berlaku sombong, merasa mampu tanpa bantuan-Nya, bahkan meminta pertolongan kepada selain-Nya. Doa adalah tanda bahwa kita melibatkan Allah dalam segala urusan kita. Doa adalah cermin dari kedekatan kita kepada Sang Pemilik jagat raya.

Sebagai manusia, kita punya harapan, keinginan, dan kebutuhan. Sandarkan semua itu dengan usaha dan doa-doa. Mohonlah pada Allah SWT dengan nama-nama-Nya yang mulia (Asmaul Husna) agar segala apa yang menjadi harapan kita bisa dikabulkan-Nya.

Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang baik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-A’raaf: 180).

Katakanlah (Muhammad), “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama mana saja yang kamu dapat menyeru, karena dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asmaul Husna), dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua  itu.” (QS. Al-Isra: 110).

Berdoa memohon kepada-Nya adalah pembuktian bahwa kita memiliki ketergantungan yang sangat kuat kepada Allah SWT. Kita lihat dalam Al-Quran, seluruh nabi dan orang-orang saleh dalam sejarah, mereka senantiasa berdoa kepada Allah. Salah satu contohnya adalah doa Nabi Ayyub as sebagaimana diabadikan dalam surah Al-Anbiya ayat 83, “(Ya Tuhanku) sungguh aku telah ditimpa penyakit. Dan Engkau, ya Allah Dzat yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”

 Itulah doa, rintihan, curhat Nabi Ayyub kepada Allah SWT. Dengan doa itu lalu Allah kabulkan permohonannya. Dalam ayat berikutnya disebutkan: “Maka Kami kabulkan doanya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami (lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami.” (QS. Al-Anbiya: 84).

Nabi Ayyub itu tidak mengatakan, “Ya Allah sembuhkanlah penyakitku!” Akan tetapi, beliau justru mengatakan, “Sungguh, ya Allah, aku telah ditimpa suatu penyakit.”

Sungguh, sangat beradab. Beliau tidak secara lugas meminta kesembuhan bagi dirinya. Sebaliknya, beliau hanya menyebutkan kondisinya, dan sungguh Allah sudah amat paham. Dengan kata-kata itu, Allah melihat hamba-Nya sedang memohon kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Apalagi dengan mengungkapkan kalimat yang indah, “Engkaulah Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”

Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala kebutuhan dan keinginan kita. Dan kami kembalikan keluarganya kepadanya, karena tadinya keluarganya menjauh dari Nabi Ayyub disebabkan penyakitnya tadi. Inilah rahmat Allah SWT. Inilah kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang merintih dan memohon kepada-Nya.

Doa adalah inti dari ibadah. Karena makna ibadah adalah penghambaan kepada Allah, maka sebaik-baik bentuk penghambaan adalah dengan terus berdoa; memuji dan memohon ampunan-Nya. Sebagai hamba-Nya, kita sangat membutuhkan Allah sebagai al-ma’bud (Dzat Yang Disembah).

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin. ‘Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.’ Itulah doa yang terus kita lantunkan dalam setiap salat kita sebagaimana tertera dalam surah Al-Fatihah.

Coba perhatikan kisah Nabi Yunus as. Beliau terperangkap dalam gelapnya ruangan dalam ikan paus. Pekat. Tidak bisa melihat apa pun. Dan tak ada satu pun makhluk yang bisa menolongnya. Lantas, apa yang dilakukan Nabi Yunus as? Dia tunduk dan pasrah kepada Allah, memohon ampunannya dengan ungkapannya yang sangat terkenal, “Laa ilaaha illa Anta subhaanaka innii kuntu minazh zhalimiin. Ya Rabb, tiada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87).

Itulah takdir yang terus dilantunkan Nabi Yunus hingga akhirnya pertolongan Allah datang, beliau dikeluarkan dari perut ikan paus. Beliau berdoa dengan suara lirih, memohon agar dosa-dosa atau kealpaan yang pernah dilakukannya diampuni. Inilah bentuk sikap tawadhu seorang hamba dalam memohon kepada Rabb-nya.

Sebaiknya, sebelum kita meminta apa yang menjadi kebutuhan kita, perbanyaklah beristigfar kepada-Nya sebagai adab dalam berdoa kepada-Nya. Memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa kita. Mungkin, dosa-dosa itulah yang membuat hajat kita dalam urusan rezeki, rumah tangga, dan sebagainya tertahan, tidak dipermudah oleh Allah SWT. Istigfar, memohon ampun kepada-Nya akan membuka segala hajat kita.

Kita bekerja, berikhtiar mencari rezeki yang berkah untuk menghidupi keluarga setiap hari, maka setelah kerja keras itu, iringilah dengan doa kepada Allah SWT. Sekuat apa pun usaha kita mencari nafkah, tanpa bantuan dan pertolongan Allah, semua itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Berusaha, berdoa, dan bertawakal, itulah kuncinya.

Orang yang paling banyak doanya adalah pedagang. Mengapa? Karena dia tidak bisa menjamin apakah pelanggannya hari ini akan datang juga esok hari. Berdagang ini simbol orang yang bekerja mencari nafkah dengan penuh harap. Harapan untuk mendatangkan pelanggan yang lebih banyak dan menjaga kepercayaan mereka. Karena itu sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzar, Ath-Thabrani, dan lainnya Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur.”

Berbeda dengan pegawai negeri atau orang kantoran yang setiap bulan gajinya sudah pasti, sudah ditakar oleh negara atau perusahaan. Setiap bulan mendapatkan jumlah yang sama. Inilah yang terkadang membuat mereka lalai untuk berdoa karena merasa sudah tercukupi oleh kepastian gajinya setiap bulan. Padahal, jika saja tetap terus berdoa kepada Allah, maka Dia akan membukakan pintu-pintu rezeki dari bermacam jalan lainnya, di luar penghasilan rutinnya.

Sebagai sebuah ibadah, maka berdoa juga ada syarat-syaratnya agar diterima Allah SWT.

Pertama, menjaga niat.

Kedua, menjaga kesucian diri.

Ketiga, menjaga adab.

Keempat, menghindari memakan atau mengambil sesuatu yang bukan hak kita (barang yang haram).

Dalam sebuah hadis yang berasal dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu thayyib (baik, bersih), tidak akan menerima, kecuali yang baik.” (HR. Muslim).

Jika kita berdoa, kemudian merasa bahwa doa kita belum dikabulkan juga, maka introspeksilah diri kita, jangan-jangan niatnya belum lurus; jangan-jangan hati kita masih kotor; atau jangan-jangan ada sesuatu yang haram yang mengalir dalam darah di tubuh kita.

Selain itu, dikabulkan atau tidaknya doa kita di dunia adalah hak progresif Allah. Kita hanya diperintahkan untuk bersungguh-sungguh dan yakin dalam berdoa. Bisa jadi Allah menunda mengabulkan doa kita di dunia karena ada maslahat yang jauh lebih besar yang disiapkan oleh-Nya. Mari, semua kita pasrahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment