Kecurangan, Diskualifikasi Pemilu, dan People Power

Kecurangan, Diskualifikasi Pemilu, dan People Power

Debat Capres, Jokowi Tekankan Pentingnya Pendidikan Pancasila
Joko Widodo (Foto: Istimewa)

Suaramuslim.net – Bobot ketidakpercayaan publik terhadap proses penyelenggaraan Pemilu sama besarnya dengan bobot kecurangan pemilu. Publik demikian besar ketidakpercayaan terhadap kualitas Pemilu kali ini karena massif dan terstrukturnya kecurangan Pemilu tahun 2019 ini. Terbongkarnya kecurangan Pemilu kali ini tidak lepas dari tingginya kesadaran masyarakat dalam mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil. Adanya Ijtima’ ulama III, yang merekomendasi pendiskualifikasian terhadap pasangan calon (Paslon) 01, keberanian seorang warga negara yang siap membuktikan adanya kecurangan dan siap mati bila berdusta, serta banyaknya laporan masyarakat adanya kecurangan massif, semakin memperkuat adanya pandangan bahwa kecurangan itu benar-benar terjadi. Di tengah bungkamnya media mainstream, berbagai elemen masyarakat memanfaatkan media sosial, seperti whattapps, twitter, dan lainnya, untuk menunjukkan adanya kecurangan.

Kejahatan Terbuka dan Massif

Kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu kali ini sudah berada di atas ambang batas. Karena berbagai kecurangan tidak memperoleh respon yang berarti. Alih-alih mengurangi ketidakpercayaan publik, dengan menutup sumber kecurangan, pemerintah justru menguatkan opini publik, dengan menambah daftar kecurangan baru. Hal inilah yang membuat sejumlah pihak merasa pesimis terhadap perbaikan moral politik Indonesia. Betapa tidak, berbagai keluhan dan protes atas kecurangan tidak segera memperoleh respon yang berarti. Setidaknya ada beberapa fenomena tingginya kesadaran masyarakat dalam mengontrol adanya kecurangan Pemilu kali ini.

Pertama, pengawasan terhadap KPU yang salah dalam menginput data. Kesadaran masyarakat dalam mengawasi gerak-gerik KPU yang semakin massif dalam menginput data secara salah. Kesalahan dalam menginput data ini mengkhawatirkan sejumlah pihak, di antaranya para pakar IT yang sudah mendeteksi, dan berani memastikan adanya kesalahan sistematis. Bahkan mereka memberanikan diri untuk melakukan tes forensik atas sistem IT yang dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kedua, membongkar adanya kejanggalan dengan banyaknya kematian petugas KPPS. Terjadinya kematian secara massif dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) juga menjadi catatan penting dalam Pemilu kali ini. Dengan alasan kecapekan maka kematian itu dianggap selesai. Sementara ada tuntutan dari sebagian warga masyarakat untuk melakukan otopsi, guna membuktikan adanya kematian massif itu.

Ketiga, keberanian menuntut pengawalan atas kemenangan Prabowo-Sandi. Masyarakat demikian berani memasang baliho gambar Prabowo Santi dan menjaganya. Masyarakat yakin bahwaa Prabowo-Sandi menang dan ada upaya-upaya untuk mendegradasinya. Keberanian masyarakat untuk menjaga baliho itu menunjukkan adanya keyakinan adanya kecurangan massif terhadap Prabowo. Padahal ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang akan melenyapkan baliho itu sangat besar. Namun keberanian berbagai elemen masyarakat yang siap pasang badan untuk menjaga baliho itu menunjukkan keyakinan adanaya kecurangan.

Keempat, kesadaran politik emak-emak dalam mengawasi Pemilu. Dengan adanya keterlibatan secara sukarela para emak-emak untuk mengawasi jalannya Pemilu kali ini, menunjukkan adanya kecurangan massif ini. Belum pernah terjadi dalam sejarah Pemilu, perempuan itu begitu perhatian dan terlibat dalam proses dan pasca Pemilu. Antusiasme ibu-ibu yang demikian besar ini menunjukkan kesadaran yang tinggi dalam melihat adanya ketidakjujuran dalam Pemilu kali ini.

Kelima, munculnya dokumen C1 palsu untuk membuktikan kemenangan Petahana. Sebagaimana diketahui bahwa pihak 02 memiliki bukti dokumen C1 sebagai bukti atas kemenangannya. Maka masyarakat merekam adanya modus membuat dokumen C1 yang dimanfaatkan untuk kepentingan pemenangan pihak 01. Dokumen ini jelas akan digunakan ketika ada permintaan untuk menghitung ulang berdasarkan dokumen C1.

Keenam, wacana tentang adanya informasi tentang kerja peretas data. Perdebatan tentang peran peretas data ini menunjukkan adanya rekayasa dalam mengolah data untuk kepentingan pemenangan pasangan calon tertentu. Adanya fakta seorang anak usia SMP yang mampu meretas data KPU. Dia bahkan memiliki kemampuan untuk meretas data NASA. Dengan adanya fenomena peretas ini menunjukkan bahwa data yang akurat sekalipun bisa dibobol oleh seseorang yang memiliki kemampuan meretas data.

Kecurangan dan Wacana People Power

Kecurangan yang demikian massif, terstruktur, dan sistematis ini seolah menenggelamkan atensi publik yang menginginkan praktek Pemilu yang jujur dan adil. Betapa tidak, penggunaan sistem demokrasi yang menmimpikan lahirnya pemimpin yang berkualitas dan berkapasitas baik, tetapi justru dirusak oleh praktik politik yang curang dan culas secara massif.

Kesadaran masyarakat yang tinggi dan partisipasi pengawasan yang lumayan bagus telah ternodai oleh adanya distrust (ketidakpercayaan) publik karena adanya kecurangan massif. Berbagai upaya sistematis untuk menggiring opini masyarakat bahwa Petahana memenangkan pertarungan sudah dimulai dengan beberapa tahapan. Dimulai dari penggiringan opini lewat Lembaga survei yang secara kompak memenangkan Petahana. Kemudian masyarakat dipertontonkan oleh perilaku KPU yang menginput data secara salah dan itu dilakukan secara massif dan berulang.

Adanya peretas data yang mampu membobol dan mengacak data KPU sehingga berhasil menyesuaikan irama dalam memenangkan 01, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh sejumlah Lembaga survei. Hal ini semakin menguatkan opini masyarakat bahwa telah terjadi kecurangan massif dan sistematis.

Dengan adanya kecurangan massif itu, hingga muncul surat terbuka salah seorang warga masyarakat, yang mengaku bernama Annisa Madaniyah, untuk siap bermubahalah. Dia siap dipenggal tangan, kaki, dan dicongkel kedua matanya  bila tidak bisa membuktikan adanya kecurangan Pemilu ini. Namun bila terbukti, maka kepala presiden dan KPU wajib dipenggal, serta mulut Luhut Binsar disobek dan kedua matanya dicongkel. Keberanian untuk melakukan Mubahalah ini menunjukkan kecurangan Pemilu sudah benar-benar terjadi.

Kecurangan yang demikian massif, sistematis, dan terstruktur sudah dilakukan dengan berbagai perlawanan. Munculnya rekomendasi dari Ijtima’ III untuk mendiskualifikasi paslon 01 menunjukkan sulitnya menghentikan kecurangan Pemilu kali. Bahkan Petahana sudah menyiapkan jalan untuk menggunakan jalur Mahkamah Konstitusi (MK) bagi pihak-pihak yang merasa dicurangi. Bahkan Petahana sudah menutup jalan penggunaan people power dengan menggerakkan pihak keamanan yang siap bertindak bila nekad menggunakan jalur konstitusional ini. People power inilah yang ditakuti oleh Petahana, sehingga berbagai upaya sudah dilakukan untuk menutupnya, seraya terus melakukan kecurangan tanpa bisa dihentikan.*

*Opini yang terkandung dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial suaramuslim.net.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment