Suaramuslim.net – Setiap manusia menjalani proses tumbuh kembangnya masing-masing. Dan di dalam setiap masa perkembangannya manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda.
Perbedaan kebutuhan itu bisa dipengaruhi oleh usianya dan atau lingkungan yang mewarnainya.
Anak yang tinggal di kota akan berbeda kebutuhannya dengan mereka yang tinggal di desa. Mereka yang terbiasa dengan lingkungan yang jujur akan berbeda kebutuhannya dengan mereka yang terbiasa hidup dengan sembunyi-sembunyi. Mereka yang petarung akan berbeda pemenuhan kebutuhannya dengan mereka yang pecundang. Mereka yang dewasa akan berbeda pemenuhan kebutuhannya dengan mereka yang kekanak kanakan, dan seterusnya.
Artinya ada fase kematangan yang menyebabkan berbedanya cara memenuhi kebutuhan.
Kadang sering juga dalam hidup bermasyarakat dijumpai sebuah “kelucuan” perilaku, seperti seorang yang secara usia bisa dianggap cukup dewasa tapi sikapnya justru kebalikannya, kekanak-kanakan.
Ini terjadi dikarenakan pada fase perkembangan usiannya pernah mengalami gangguan. Freud menyebutnya sebagai “fixasi”, ketersumbatan.
Yaitu masa dimana orang akan melampiaskan apa saja yang dirasa sebagai bagian dari kebutuhan pemuasannya pada saat ini, akibat selama ruang pemenuhan kebutuhan pemuasannya terganggu.
Misalnya karena Anda merasa tidak “berdaya” dalam sebuah forum, dikarenakan kapasitas yang kurang, tapi Anda sejatinya ingin menunjukkan siapa Anda. Situasi yang seperti ini, bila terjadi secara berulang akan menimbulkan situasi yang tersumbat.
Akumulasi ketersumbatan itu tentu butuh ruang untuk menumpahkannya, nah ruang itu lalu diciptakan sebagai tempat untuk menumpahkan pemuasan. Foucault menyebutnya sebagai orgasme.
Pada saat orgasme itulah akan terlihat apa yang disebut dengan inkonsitensi sikap. Nilai-nilai yang sejatinya tak perlu dilakukan bila mengikuti naluri kedewasaan, namun akibat menemukan ruangnya, maka kita tak segan untuk melakukannya. Saat itu akan terlihat kelucuan sikap dan kegenitan bertindak.
Orang yang mendambakan dirinya bisa disejajarkan dengan kapasitas tertentu, maka dia akan berlagak seperti dia berada pada posisi tertentu tersebut. Cara bertindak, berbicara dan pemilihan kata akan disesuaikan. Karena memang kapasitasnya yang berbeda tadi, maka terlihat lucu dan genit.
Kita akan jadi bahan tertawaan bagi orang yang melihatnya, karena memang terlihat lucu, atau akan kehilangan rasa respect orang lain terhadap kita, karena ketidakmampuan menempatkan diri pada posisi yang tepat.
Posisi Off-Side
Tahukah Anda dengan apa yang disebut sebagai posisi off side? Posisi off side yaitu ketika kita berada pada posisi yang tidak sebenarnya, posisi terlarang, posisi yang melanggar ketentuan permainan. Sehingga apapun perbuatan yang kita lakukan, akan menjadi salah karena memang berada pada posisi yang salah, melanggar ketentuan yang ada.
Posisi off side itu adalah gambaran ketiadaan norma, karena sikap kita yang cenderung melakukan pelanggaran. Jadi meski apa yang kita lakukan, kita ingin menunjukkan peduli, kita sudah berbuat, kita adalah yang paling hebat, karena dilakukan dalam posisi yang salah, maka apa yang kita lakukan tak akan berarti, kecuali hanya pemuasan diri. Orang akan menilainya sebagai inkonsistensi sikap.
Sebuah sikap yang kontra produktif dalam membangun nilai-nilai organisasi atau kelompok. Sikap seperti itu justru akan menemukan kegagalan yang berulang-ulang, karena kita tak akan pernah sampai pada tujuan yang sebenarnya.
Apa yang Harus Dilakukan
Keterdidikan diri merupakan sebuah keniscayaan untuk menghindarkan diri agar tidak terjebak pada posisi off side.
Keterdidikan akan membawa kita pada sikap dewasa, sikap yang matang, rasional, bijak dan produktif. Keterdidikan diri merupakan sebuah proses menguatkan diri dalam membangun nilai-nilai bersama orang lain.
Keterdidikan diri itu sadar bahwa hidup itu tidak selalu seperti yang kita lihat dan kita rasakan. Hidup itu juga ada pada penglihatan orang lain dan rasa orang lain. Sehingga dengan keterdidikan, kita akan bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat ketika bersama orang lain.
Sikap ketidakterdidikan justru akan terlihat ketika kita merasa tidak puas. Kita membuat hal baru, padahal yang dilakukan sama saja.
Ketidakterdidikan itu adalah sikap inkonsisten dalam sebuah gerakan.
Dalam ketidakterdidikan, kita akan cenderung melegalkan sikap salah dan membenarkan kesesatan berpikir dan kesesatan bersikap kita.
Keterdidikan menggambarkan keberadaban dalam bermasyarakat, berorganisasi dan hidup bersama orang lain. Keterdidikan dipengaruhi oleh lingkungan dan kedewasaan.
Nah kalau kita berharap menjadi orang yang dewasa dan beradab, maka kita memang harus mendidik dan melatih diri kita menjadi dewasa.
Hidup itu memang lucu dan genit, karena terlalu banyaknya mereka yang genit dan lucu dalam memerankan kehidupan.
Hidup itu persoalan frekuensi, kedewasaan juga persoalan kesamaan dalam bersikap dan berpikir. Begitu juga hidup yang sehat dan cerdas, hidup yang bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat dan mampu membangun kebersamaan, menjaga komitmen dan melepaskan diri dari ambisi dan egoisme.
Tetap semangat di tengah kegenitan dan kelucuan yang dipertontonkan orang lain.
“Jangan sekali-kali kalian berpaling dari mengingat Tuhanmu Yang Maha Penyayang, karena bila itu terjadi, maka setan akan memperdayai kamu”.
*Surabaya, 28 Mei 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net