Suaramuslim.net – Kejahatan yang dilakukan elite bukan hanya menimbulkan kerusakan berskala mikro, tetapi berdampak kerusakan berskala makro. Hal ini disebabkan oleh kekuatan sumber daya yang mereka miliki, mulai dari dana, jaringan, pengikut, dan fasilitas yang menempel padanya. Terlebih lagi, ketika elite ini memiliki kekuasaan politik, maka daya rusaknya semakin dahsyat dan massif.
Oleh karena itu, ketika mereka berkehendak menentang kebenaran maka mereka akan mengerahkan segala pengaruh dan fasilitasnya, sehingga daya rusaknya lebih kuat dan menyeluruh.
Namrud dan Firaun merupakan representasi elite yang memiliki daya rusak yang kuat ketika berupaya menghadang kebenaran yang datang. Segala potensi dan kekuatan yang dimiliki dikerahkan semuanya untuk melawan, dan bahkan berupaya membunuh sang pembawa cahaya kebenaran.
Daya rusak kejahatan elite
Kecenderungan elite untuk memerintah dan menginstruksikan orang lain, membuatnya sulit menerima gagasan kebenaran dari orang lain. Tidak jarang mereka menolak kebenaran dengan berbagai cara melalui sumber daya yang mereka miliki. Al-Qur’an menggambarkan kehancuran dan kematian lebih mereka pilih daripada harus menerima kebenaran.
Al-Qur’an menarasikan hal itu sebagaimana firman Allah:
وَإِذۡ قَالُواْ ٱللَّهُمَّ إِن كَانَ هَٰذَا هُوَ ٱلۡحَقَّ مِنۡ عِندِكَ فَأَمۡطِرۡ عَلَيۡنَا حِجَارَةٗ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ أَوِ ٱئۡتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٖ
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (Al-Anfal: 32).
Kematian lebih baik jadi pilihan mereka daripada harus hidup di tengah tegaknya kebenaran. Bahkan kehancuran diri dan seluruh sumber daya yang mereka miliki mereka kedepankan daripada harus ikut arus kebenaran. Al-Qur’an menggambarkan dengan jelas bahwa mereka akan mengerahkan seluruh potensi yang dimiliki, guna menghadang munculnya cahaya kebenaran.
Apa yang dilakukan Namrud dan Firaun bisa menjadi ilustrasi bagaimana elite, yang memiliki berbagai fasilitas dan pengaruh luas serta kekuasaan tak terbatas, berupaya menghempaskan kebenaran.
Namrud menggunakan kekuasaan dan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membakar Nabi Ibrahim, dan Firaun bersama bala tentaranya mengejar Nabi Musa dan pengikutnya untuk membunuh semuanya.
Apa yang dilakukan Namrud dan Firaun merupakan representasi penolakan tokoh elite terhadap tegaknya kebenaran. Dua raja lalim ini, sebagaimana watak umumnya orang kafir, mengerahkan seluruh daya, harta, dan kekuatannya untuk memadamkan cahaya kebenaran.
Al-Qur’an menggambarkan adanya pengerahan seluruh kekuatan untuk menghalangi manusia menuju jalan kebenaran.
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.” (Al-Anfal: 36).
Kehinaan penentang kebenaran
Salah satu di antara hancurnya peradaban manusia, disebabkan oleh upaya elite membendung atau mengalangi kebenaran yang datang kepadanya. Alih-alih menyambut dengan baik, mereka justru berupaya dengan memanfaatkan seluruh daya dan kekuatannya untuk menghadang kebenaran. Tidak jarang, mereka berusaha menghilangkan nyawa sang pembawa kebenaran, dengan menyiapkan galian kubur.
Dengan adanya galian kubur itu, mereka menggiring para penolak kebenaran untuk masuk dan melenyapkannya. Inilah salah satu hikmah yang bisa diambil bahwa upaya menggali kuburan bagi penolak kebenaran itu, justru akan berbalik akan mengenai dirinya.
Mungkin inilah salah satu hikmah yang bisa dipetik bahwa galian kubur itu sebagai simbol tempat terkuburnya kebatilan. Dengan terkuburnya kebatilan itu, maka cahaya kebenaran akan tampil. Hal ini sebagai sarana untuk menyeleksi dan mengokohkan orang yang benar-benar berada di atas kebenaran, serta mengubur para penentangnya. Sebagaimana paparan Al-Qur’an berikut:
لِيَمِيزَ ٱللَّهُ ٱلۡخَبِيثَ مِنَ ٱلطَّيِّبِ وَيَجۡعَلَ ٱلۡخَبِيثَ بَعۡضَهُۥ عَلَىٰ بَعۡضٖ فَيَرۡكُمَهُۥ جَمِيعٗا فَيَجۡعَلَهُۥ فِي جَهَنَّمَۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ
“Agar Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahanam. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Anfal: 37).
Galian itu bukan hanya sebagai simbol hancurnya para penolak kebenaran, tetapi sebagai simbol hancurnya mereka yang selama ini getol dan gencar melawan kebenaran.
Al-Qur’an menggambarkan segala daya upaya mereka lakukan untuk menolak kebenaran, mulai dari menebar fitnah dan konflik hingga menciptakan ancaman di tengah masyarakat.
Allah memerintahkan kepada umat Islam bukan hanya bersungguh-sungguh dalam memerangi pihak-pihak yang menolak kebenaran, tetapi juga mensugesti kepada para pembawa panji kebenaran untuk terus menetralisir berbagai konflik yang muncul.
Para penolak kebenaran terus membuat fitnah di tengah masyarakat agar keraguan terhadap kebenaran menjadi dominan. Mereka memiliki target agar tirai kebenaran tertutup.
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 39).
Allah sedemikian lembut dalam memberi ruang kepada para penolak kebenaran untuk mau kembali ke jalan yang benar dan Allah dengan tangan terbuka memberi peluang pengampunan dosa bagi mereka yang selama ini bersungguh-sungguh dalam menolak kebenaran.