Suaramuslim.net – Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk teguh dalam memegang prinsip bertauhid. Penjagaan terhadap nilai-nilai tauhid mengharuskan Nabi untuk mendakwahkannya secara terang-terangan. Namun gigihnya Nabi dalam menegakkan tauhid sebanding dengan kuatnya penolakan dari tokoh Quraisy.
Sebagai konsekuensinya, Allah pun melakukan penjagaan terhadap nabi-Nya, dan akan memberi hukuman bagi para penolaknya. Terlebih lagi penolakan itu diiringi dengan kesombongan, dan berniat untuk mengubur dakwah tauhid ini.
Abu Lahab dan Al-Walid ibnu Al-Mughirah merupakan dua tokoh Quraisy yang menolak dakwah nabi secara terang-terangan dan menyertainya dengan kesombongan. Atas sikapnya itu, Allah langsung memvonisnya sebagai penghuni neraka pada saat mereka masih hidup.
Pengingkaran tauhid dan adzab
Setelah Allah meminta berdakwah secara terang-terangan, maka Nabi Muhammad memanggil dan mengumpulkan keluarga besar Quraisy. Setelah berkumpul, Nabi pun menjelaskan niatnya untuk mengajak mereka bertauhid dan segera meninggalkan sesembahan.
Reaksi paling keras justru muncul dari orang yang sebelumnya paling mencintai Nabi, yakni Abu Lahab. Bukan hanya menolak ajakan keponakannya, Abu Lahab bersikap sombong dan melecehkannya.
Pasca kejadian itu istri Abu Lahab, Ummu Jamil, ikut-ikutan mengganggu Nabi dengan cara memasang duri atau kotoran di depan rumah pintu Nabi. Hal ini untuk meneror Nabi karena dakwahnya yang semakin kuat.
Alih-alih menyambut dakwah, Abu Lahab dan istrinya menunjukkan sikap permusuhan dan kesombongan. Atas kesombongan dua manusia itu, Allah pun memvonis dan menetapkan keduanya dengan ancaman neraka. Hal itu dinarasikan Allah sebagaimana firman-Nya:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.” (Q.S. Al-Lahab: 1-5).
Allah memvonis dengan ancaman neraka terhadap Abu Lahab pada saat dia masih hidup dalam keadaan sehat, dan Allah tidak memberi hidayah kepadanya hingga kematiannya. Apa yang dialami Abu Lahab berubah ancaman neraka karena dia mengedepankan kesombongan saat menerima ajakan Nabi.
Atas sikap Abu Lahab itu, Nabi tidak berhenti berdakwah hingga para pemuka Quraisy lainnya mendatangi Abu Thalib. Mereka meminta Abu Thalib untuk menasihati keponakannya agar menghentikan dakwah, atau menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.
Alih-alih menghentikan dakwah, tekanan itu justru membuat Nabi Muhammad termotivasi untuk menguatkan dakwahnya.
Kegigihan Nabi Muhammad berdakwah, secara sungguh-sungguh dan berani, membuat kaum Quraisy menyusun strategi untuk menghentikan dakwah tauhid ini. Salah satu momen penting ketika datang musim haji dimanfaatkan pemuka Quraisy untuk menyamakan persepsi menyebarkan tentang pribadi Muhammad dengan menuduhnya dengan julukan yang negatif.
Mereka pun berkumpul dan mendiskusikan untuk menyamakan persepsi tentang sosok Muhammad. Mereka pun meminta pendapat Al-Walid ibnu Al-Mughirah karena musim haji dekat guna menghindarkan dari dakwah Muhammad.
Al-Walid bin Mughirah adalah sosok orang cerdas, pintar bijaksana, kaya raya, dan berpengaruh. Ketika menyematkan sosok dukun pada Nabi Muhammad, maka Al-Walid tidak sependapat karena Muhammad bukan lah seorang dukun.
Ketika disodorkan sebagai sosok orang gila, maka ditolaknya karena Muhammad merupakan sosok yang cerdas. Sebutan tukang sihir pun ditolaknya karena dia tidak ada tanda yang bisa disematkan sebagai tukang sihir. Ketika disematkan sebagai penyair, maka dia lebih sepakat karena hal itu lebih dekat.
Atas sikap itu, maka Al-Walid menolak apapun yang berasal dari Nabi Muhammad, dan bersikap sombong sehingga Allah pun memvonisnya sebagai penghuni neraka. Bahkan Allah pun merunut dengan membongkar sejarah penolakannya, sebagaimana narasi Allah di dalam firman-Nya:
“Biarlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya, dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah, dan Aku berikan baginya kelapangan (hidup) seluas-luasnya, kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahnya. Tidak bisa! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur`an). Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menyiapkan (apa yang ditetapkannya. Maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Sekali lagi, celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian dia (merenung) memikirkan, lalu berwajah masam dan cemberut. Kemudian berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata, “(Al-Qur’an) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini hanyalah perkataan manusia.” Kelak, Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. (Q.S. Al-Muddatstsir: 11-26).
Allah menunjukkan sosok Al-Walid bin Al-Mughirah sebagai manusia berkekayaan melimpah, dan seolah tak pernah habis. Bukannya bersyukur dengan limpahan harta, dia justru ingin menumpuk harta. Atas kekayaan dan kelapangan rejeki itu, dia manfaatkan untuk menentang ajakan Nabi Muhammad dengan mengingkari apa yang disampaikan Al-Qur’an.
Kecerdasan akalnya tidak dimanfaatkan untuk membela kebenaran. Dia berpikir untuk menolak kebenaran Muhammad dan menuduhnya sebagai manusia biasa yang terkena sihir dan disertai dengan menyombongkan diri.
Dia menyatakan bahwa (Al-Qur’an) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Dia menyatakan bahwa Al-Qur’an tidak lain hanyalah perkataan manusia biasa. Atas sikap itu Allah mengancamnya dengan neraka Saqar.
Dua sosok manusia sombong itu (Abu Lahab dan Al-Walid) benar-benar divonis dengan ancaman neraka. Vonis Allah atas mereka tidak pernah berubah hingga mereka berdua mati. Kesombongan itu yang menjadi akar kuatnya penolakan itu. Atas dasar sikap sombong itu, Allah menutup pintu hidayah, dan mempermudah jalan baginya menuju neraka.
Penolakan terhadap tauhid merupakan dosa besar yang tak terampuni. Ini menjadi pelajaran bagi siapapun di mana ketika bersikap congkak dan meremehkan ajaran Nabi Muhammad. Sikap sombong dan angkuh itu, hanya akan mendatangkan kehinaan di dunia dan akhirat sebagaimana telah menimpa Abu Lahab dan Al-Walid ibnu Al-Mughirah.