Ketika Tradisi Menjadi Musuh Agama

Ketika Tradisi Menjadi Musuh Agama

Ketika Tradisi Menjadi Musuh Agama
Sapi, padang rumput

Suaramuslim.net – Agama mengajak kepada umatnya untuk menyederhanakan hidup dengan melakukan penyembahan kepada Allah, Sang Maha Tunggal. Tujuan penyembahan kepada Zat Yang Tunggal ini guna membuat hidup mudah dan nyaman.

Sementara manusia seringkali berpegang teguh pada tradisi. Tradisi menawarkan konsep untuk menyempurnakan hidup berdasarkan kebutuhan dan kepentingan. Agama memandang bahwa tradisi merupakan sesuatu yang rumit dan bahkan menjadi musuh utama agama.

Apa yang dihadapi para nabi dan rasul umumnya mereka yang berpegang kuat pada tradisi. Terlebih yang mempelopori itu para pemuka atau tokoh masyarakat, sehingga perlawanannya semakin kuat. Mereka berargumentasi bahwa tradisi nenek moyang harus dipertahankan guna melestarikan apa yang hidup mereka selama ini bertahan dan berpengaruh positif.

Dinamika agama dan tradisi

Para nabi dan rasul diutus kepada umatnya disebabkan oleh tradisi berkembang dan mengakar kuat di tengah masyarakat. Bahkan tradisi dianggap sebagai tatanan yang mapan dan tak boleh diganggu gugat. Oleh karena itu, ketika utusan Allah datang, para pemuka masyarakat menjadikan tradisi sebagai tameng untuk menolaknya.

Apa yang disampaikan Nabi bukan hanya dianggap mengganggu tetapi mengganti tradisi yang sudah mapan. Di sinilah Nabi dipandang sebagai pembawa kerusakan, sehingga harus dilawan. Realitas ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:

وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ ذَرُونِيٓ أَقۡتُلۡ مُوسَىٰ وَلۡيَدۡعُ رَبَّهُۥٓۖ إِنِّيٓ أَخَافُ أَن يُبَدِّلَ دِينَكُمۡ أَوۡ أَن يُظۡهِرَ فِي ٱلۡأَرۡضِ ٱلۡفَسَادَ

“Dan Firaun berkata (kepada pembesar-pembesarnya), “Biar aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya. Sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di bumi.” (Ghafir: 26).

Firaun merupakan representasi tokoh dan atau pemuka masyarakat yang menolak kebenaran, dan menganggap kedatangan Musa sebagai perusak tradisi yang selama ini mapan. Oleh karena itu, upaya membunuh nabi dipilih sebagai cara untuk mempertahankan tradisi.

Umumnya, tradisi berkembang atau bertahan karena meneruskan apa yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya. Oleh karena itu, ajakan untuk meninggalkan tradisi lama untuk mengikuti ajaran kebenaran yang dibawa oleh nabi atau rasul, sangatlah sulit. Mereka lebih memuliakan tradisi sebagai bentuk penghormatan pada nenek moyang mereka. Banyak ayat yang menjelaskan hal ini, sebagaimana firman-Nya:  

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ءَابَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ شَيۡـٔٗا وَلَا يَهۡتَدُونَ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 170).

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ بَلۡ نَتَّبِعُ مَا وَجَدۡنَا عَلَيۡهِ ءَابَآءَنَآۚ أَوَلَوۡ كَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ يَدۡعُوهُمۡ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلسَّعِيرِ

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ”Ikutilah apa yang diturunkan Allah!” Mereka menjawab, ”(Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami.” Apakah mereka (akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam azab api yang menyala-nyala (neraka)? (Luqman: 21).

Tradisi lebih mereka pertahankan, meskipun mereka sadar dan mengetahui bahwa berpegang pada tradisi penuh dengan risiko dan menyulitkan serta berbiaya mahal. Memperlakukan sapi atau kerbau sebagai sesembahan hingga rela memperlakukan kedua binatang itu sebagai benda suci dan keramat, sehingga kemanusiaan menjadi hilang dan hina.

Memperlakukan binatang sebagai sesembahan dan mahluk keramat bisa dilihat ketika mereka menyimpan air kencing atau kotoran kerbau sebagai jimat. Bahkan mereka rela menjadikan kotoran kerbau sebagai jalan penyembuh atas sakit yang mereka derita. Demikian pula apa yang terjadi di India, ketika sapi diyakini sebagai makhluk suci. Mereka rela berkubang dan mandi bersama kotorannya.

Kemuliaan Islam di tengah tradisi

Ketika Islam datang dan mengajarkan untuk berkurban dengan menyembelih binatang ternak, maka mereka yang terbiasa memperlakukan kerbau atau sapi sebagai makhluk yang disucikan, tiba-tiba menolak. Penolakan mereka didasarkan pada anggapan bahwa ajaran Islam melecehkan tradisi mereka yang sudah turun menurun. Padahal datangnya Islam justru mengangkat mereka dari tradisi yang menghinakan mereka ketika berkubang dengan tradisi itu.

Islam pernah membuktikan dalam meminggirkan tradisi yang menghinakan manusia. Tradisi masyarakat Mesir pernah akan dihidupkan di masa pemerintahan Umar bin Khaththab, ketika sungai Nil mengering. Masyarakat Mesir menginginkan hidupnya tradisi mengorbankan seorang gadis untuk dibuang sungai Nil agar air sungainya mengalir terus.

Pada saat itu Amr bin ‘Ash sebagai gubernur, mendapati pengaduan masyarakat karena sungai Nil mengering dan masyarakat memohon agar bisa menghidupkan tradisi Mesir dengan mengorbankan seorang gadis. Maka Amr bin ‘Ash melarangnya namun masyarakat tetap bersikukuh. Maka Amr bin ‘Ash pun menulis surat kepada khalifah Umar. Mendengar pegaduan itu, sang Amirul Mukminin menulis di sebuah kartu dan memerintahkan kepada gubernurnya untuk memasukkan ke dalam sungai Nil.

Tulisan itu berbunyi:

“Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin. Jika engkau mengalir karena kehendakmu dan perkaramu, maka janganlah engkau mengalir karena kami tak membutuhkanmu. Namun jika engkau mengalir karena perintah Allah yang Maha Esa dan Maha Kuasa, Dialah yang telah membuatmu mengalir. Kami mohon kepada Allah agar Dia membuatmu mengalir.”

Dengan adanya surat Umar itu, dengan kehendak Allah, air sungai itu mengeluarkan sumber airnya. Dua kasus di atas menunjukkan bahwa Islam sangat mudah dan tidak menyulitkan, sementara tradisi bukan hanya menyulitkan tetapi bisa mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan bagi manusia. Karena tidak adaptif dan sabar dalam merespons Islam, serta begitu membabibutanya pada tradisi, maka ajaran Islam ditolak dan dijadikan musuh.

Surabaya, 28 Juli 2020  
Slamet Muliono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment