Ketimpangan penanganan Brigadir J dan Laskar FPI

Ketimpangan penanganan Brigadir J dan Laskar FPI

Hadis Pemimpin yang Bodoh dan Tanda-Tanda Akhir Zaman
Ilustrasi pembunuhan |(Ils: Anton Fritsler/Dribbble)

Suaramuslim.net – Terbunuhnya Brigadir Nopryansyah Yoshua (Brigadir J) telah menggerakkan keluarga korban hingga keluar instruksi presiden untuk mengusut kasus ini secara terbuka dan transparan.

Semua pihak bersatu untuk mengawal keadilan atas hilangnya satu nyawa yang terbunuh secara keji. Para pengacara bersinergi untuk membela korban, media kompak menyiarkan detail tuntutan keluarga. Bahkan pemimpin negara Indonesia meminta secara khusus agar kasus ini ditangani secara transparan.

Sementara kasus terbunuhnya enam laskar (Front Pembela Islam, FPI) justru menyesakkan. Alih-alih terkuak dan tergerak, aparat penegak hukum, otak intelektual dan para pembunuh lepas dan bebas dari jeratan hukum. Maka tidak salah apabila sebagian masyarakat mempertanyakan apa karena Brigadir J, beragama Nasrani, sehingga kasusnya mendapatkan respons cepat.

Sementara nasib enam laskar FPI yang beragama Islam tidak memiliki harapan kecuali menyerahkan urusannya pada Sang Pemilik Kekuasaan dan Penegak keadilan yang sesungguhnya, yakni Allah.

Balada Brigadir J

Terbunuhnya Brigadir J secara sadis membuat banyak pihak tergerak untuk membuka kotak pandora yang selama ini masih misteri. Korban ditembak polisi karena diduga terlibat perselingkuhan dengan istri Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo. Namun keluarga membantah dengan keras. Pihak keluarga meyakinkan bahwa hal itu kecil kemungkinannya. Sebagai prajurit tidak mungkin melakukan perbuatan nista terhadap istri atasannya.

Sandiwara para pihak yang melakukan pembunuhan mulai terkuak permainannya. Skenario perselingkuhan terpinggirkan dengan adanya perkembangan berita bahwa korban mengalami penganiayaan sebelum dibunuh.

Persatuan keluarga Brigadir J, untuk menggerakkan berbagai pihak, untuk menguak misteri ini cukup bagus. Kelihaian kuasa hukum dalam menggebrak aparat penegak hukum yang meminta Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam Polri, cukup efektif.

Bahkan mereka bergerak untuk mencopot kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Jakarta Selatan merupakan langkah strategis. Bahkan pihak kuasa hukum memohon kepada pimpinan penting di negeri ini, seperti presiden, komisi III DPR, dan Kapolri untuk menuntaskan kasus ini.

Bahkan mereka meminta mengamankan mobil yang dipakai Irjen Ferdy Sambo dari Magelang ke Jakarta agar diamankan, dan mengamankan CCTV-CCTV dari Magelang hingga Jakarta. Mereka juga meminta handphone Brigadir J dan keluarga Irjen Ferdy Sambo untuk diamankan.

Fantastisnya, permohonan itu banyak dikabulkan, sehingga presiden menginstruksikan agar kasus ini dituntaskan secara transparan.

Mempertanyakan kasus enam Laskar FPI 

Keberhasilan keluarga Brigadir J dalam membuka jalan terkuaknya kotak pandora pembunuhan itu, tidak dialami oleh keluarga enam laskar FPI. Korban pembunuhan secara sadis pada laskar FPI itu tidak mendapatkan angina segar. Alih-alih mendapatkan informasi valid siapa pembunuhnya, menggerakkan aparat penegak hukum untuk pro-aktif saja tidak berhasil.

Pihak keluarga enam Laskar FPI harus gigit jari. Media massa tidak bekerja maksimal untuk mendorong aparat kepolisian bekerja secara profesional dan transparan. Berbagai elemen umat Islam, mulai dari kuasa hukum, tuntutan dan demonstrasi massa, tidak bisa menguak misteri. Bahkan para pembunuhnya melenggang, tanpa mendapatkan hukuman.

Keluarga enam laskar FPI hanya berharap pengadilan yang jauh lebih adil, yakni pengadilan di akhirat.

Kalau melihat kekompakan dan gerakan keluarga Brigadir J dalam mendorong terungkapnya pelaku pembunuhan sadis itu, sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pembela enam laskar FPI.

Mereka dibuat putus ada karena semua pintu untuk menguak pelaku kejahatan tertutup rapat. Negara benar-benar tidak hadir dalam mengembalikan hak keluarga atas hilangnya anak-anak harapan mereka.

Kekompakan aparat penegak hukum, dan semua perangkatnya untuk membungkam suara umat Islam benar-benar efektif. Mereka bersepakat untuk menyembunyikan kejahatan di antara mereka. Al-Qur’an menggambarkan hal itu sebagaimana firman-Nya.

 وَا لَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۗ اِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الْاَ رْضِ وَفَسَا دٌ كَبِيْرٌ

“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.” (Al-Anfal: 73).

Kekacauan sedang terjadi pada hari-hari ini, aparat penegak hukum begitu sigap dan cepat merespons tuntutan keluarga Brigadir J. Pada saat yang sama mereka hilang indera perasa dan jiwa kemanusiaannya ketika menghadapi tuntutan keluarga laskar FPI.

Masyarakat pun berhak bertanya, Apakah karena keluarga Brigadir J beragama Nasrani sehingga proses membuka misteri pembunuh berencana begitu cepat? Sebaliknya, apakah karena keluarga enam Laskar FPI beragama Islam sehingga proses membuka misteri pembunuh itu begitu sulit dan terjal?

Apakah Allah sengaja menunjukkan skenarionya secara kasat mata, berupa terbukanya pintu bagi keluarga Brigadir J mendapatkan keadilan. Karena model dan modus pembunuhan terhadap Brigadir J dan enam laskar FPI ada kemiripan, yakni ada penyiksaan yang sadis dan keji sebelumnya dibunuh.

Mereka berupaya menutup cara-cara keji dalam melakukan pembunuhan, tetapi Allah membongkarnya. Allah sangat murka melihat ciptaan-Nya dibunuh secara keji, dengan menghilangkan jejak. Skenario jahat para pembunuh dibuka dan dipertontonkan secara luas.

Surabaya, 23 Juli 2022
Dr. Slamet Muliono R.
Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment