Kewajiban Fidyah Bagi Orang Lemah dan Tua

Kewajiban Fidyah Bagi Orang Lemah dan Tua

Sudahkah Anda Tahu Kurma Favorit Rasulullah dan Raja Arab

(Suaramuslim.net) (Berzakat.id) – Apa jadinya jika orang tua yang umur 90 tahun, sakit-sakitan diwajibkan juga puasa? Berat dan berat. Jika dipaksakan tetap saja masyaqqah (berat dan kepayahan). Dan bukan Islam jika mengajarkan ummatnya untuk menjalankan amalan dengan kepayahan.

Allah mengerti akan lemahnya manusia, maka Dia berfirman, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah: 185)

Puasa Ramadan yang berat bisa tidak dijalankan oleh muslim kategori lemah. Lemah secara fisik dan tidak termasuk psikis.

“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu adalah lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al Baqarah: 184).

Ibnu Abbas ra mengatakan dalam permasalahan ini, ”(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin.”

Lebih tajam lagi oleh Syaikh Abdur Rahman As Sa’di berkomentar dalam tafsirnya, “Maksudnya mereka yang merasa terbebani dengan puasa dan memberatkan mereka, sehingga tidak mampu mengerjakannya, seperti seorang yang sudah tua, maka dia membayar fidyah untuk setiap hari memberi makan kepada satu orang miskin. Dan ini adalah pendapat yang benar.”

Ulama madzab seperti Hanafiah, Syafiiyah dan Hanabilah sepakat jika fidyah berlaku bagi mereka yang tidak bisa mengganti puasa (yang ditinggalkan) dengan qodho.

Allah Yang Maha Tahu akan kelemahan manusia, memberikan kelonggaran ketika tidak sanggup untuk mengganti puasa yang ditinggalkan. Baik itu dikarenakan sakit menahun, tua renta atau wanita yang tiap tahun melahirkan. Mengingat puasa bagi beberapa orang tersebut terasa berat.

Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam fatwanya yang termuat di buku Tanya Jawab Agama, kesimpulannya membayar fitrah dan fidyah, bagi yang tidak mampu melaksanakan puasa, yang utama dibayar dengan memberikan makanan yang masih mentah seperti beras dan sesamanya atau makanan siap santap  yang menjadi makanan harian si pembayar.

Dipertegas oleh Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf, ”Apabila sakitnya tidak dimungkinkan sembuh lagi, maka wajib atasnya membayar fidyah seperti halnya orang tua yang lemah.”

Berapa ukuran untuk membayar fidyah? Kalau ukuran fidyah sesuai denganpenjelasan Imam An Nawawi yaitu 1 mud dan jika dikonversi dalam ukuran berat yaitu setara 6 ons.

“Kadar Fidyah adalah satu 1 mud dari makanan untuk setiap harinya.”

Ukuran ini bisa berupa makanan pokok mentah daerah tersebut. Kalau jagung, dirupakan jagung, jika beras dirupakan beras. Kalau dirupakan dengan makanan siap santap juga boleh.

Jika dalam bentuk makanan siap santap maka sesuai dengan ukuran makan sehari. Normalnya 3 kali sehari. Kalau dua hari yaa silakan. Yang penting tidak mengurangi dari ukuran 1 mud atau 6 ons. Dan biar lebih manusiawi diberi lauk dan semacamnya. Biasa nasi kotakan. Hal di atas sudah sesuai dengan arahan Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf.

“Dan fidyah itu adalah memberi makan dua kali kepada satu orang miskin.” Dan ukuran dua disini tergantung dari daerah. Hitungan dua di atas karena mungkin makan dua kali adalah wajarnya di sana (masyarakat syaikh di atas).

Islam adalah agama yang mudah namun jangan bermudah-mudahan. Orang yang lemah begitu diperhatikan untuk tetap mendapat pahala puasa meski dengan fidyah.

Oleh Muslih Marju*

Editor: Oki Aryono

*Pengajar di SD Inovatif Aisyiyah Kedungwaru dan Anggota LSBO PDM Tulungagung.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment