JAKARTA (Suaramuslim.net) – Survei lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengungkap bahwa rasa khawatir tertular Covid-19 membuat 83,7 persen masyarakat membatalkan rencana bepergian pada puncak gelombang kedua, Juli 2021 lalu.
“Kekhawatiran tersebut juga menyebabkan 80,1 persen responden pernah menolak ajakan kumpul-kumpul atau pertemuan sosial, dan bahkan menolak kedatangan orang yang hendak berkunjung ke rumah mereka,” tutur Direktur IDEAS Yusuf Wibisono, dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (15/09/2021).
Yusuf menambahkan bahwa dalam tiga bulan terakhir kekhawatiran tertular virus Covid-19 membuat 87,9 persen responden mengaku pernah mengenakan masker medis ganda atau alat pelindung diri yang lebih ketat ketika berada di tempat umum.
Survei tentang pengalaman ketidakamanan pandemi (pandemic insecurity experience) itu digelar IDEAS secara daring pada 29 Juli–30 Agustus 2021 dan berhasil mendapatkan 1.764 responden yang tersebar di 33 provinsi dan 209 kabupaten-kota.
Meski demikian, survei tersebut didominasi kelas menengah yaitu 88,2 persen responden berpendidikan di atas SMA (diploma, S1 dan S2-S3) dan 45,2 persen responden berpenghasilan rata-rata di atas Rp5 juta per bulan.
Serta didominasi masyarakat perkotaan Jawa di mana 87,1 persen responden bertempat tinggal di Jawa dengan 57,7 persen di antaranya berlokasi di Jabodetabek.
“Temuan survei kami menunjukkan bahwa kekhawatiran tertular virus yang dirasakan masyarakat di tengah pandemi yang tidak terkendali adalah nyata dan serius,” ujar Yusuf.
Dalam pandemic insecurity experience scale yang dikembangkan IDEAS, kekhawatiran masyarakat tertular virus di tengah pandemi yang tidak terkendali diukur dengan tiga indikator.
Indikator tersebut yaitu mengenakan alat pelindung diri yang lebih ketat di tempat umum, membatalkan rencana bepergian dan menolak ajakan pertemuan sosial. Dengan tiga indikator ini, kekhawatiran masyarakat tertular virus Covid-19 di tengah gelombang kedua terkonfirmasi secara amat kuat.
“Sebesar 95,3 persen responden mengaku pernah mengalami setidaknya salah satu dari tiga indikator di atas, dengan 69,4 persen di antaranya mengaku pernah mengalami tiga indikator sekaligus,” ucap Yusuf.
Dari Survei Pengalaman Ketidakamanan Pandemi ini juga terungkap, selain menderita karena kekhawatiran yang tinggi tertular virus, masyarakat juga banyak menderita karena terdampak oleh lumpuhnya sistem kesehatan di puncak gelombang kedua.
“Dalam tiga bulan terakhir, sebanyak 51,6 persen responden mengaku diri atau anggota keluarganya pernah membatalkan rencana pergi untuk berobat ke Puskesmas atau RS karena mendapat berita bahwa Puskesmas atau RS penuh dengan Covid-19,” papar Yusuf Wibisono.
Yusuf menambahkan sebanyak 25,1 persen masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar dan layanan kesehatan non-Covid-19 pada puncak gelombang kedua, Juli 2021 lalu.
Layanan dasar yang dimaksud seperti imunisasi anak atau persalinan ibu hamil, sedangkan layanan kesehatan non-Covid-19 seperti ISPA, demam berdarah, diabetes, atau stroke.
“Lebih jauh, 15 persen responden bahkan mengaku diri atau anggota keluarganya pernah gagal mendapatkan layanan kesehatan dasar atau layanan kesehatan non-Covid-19 dikarenakan RS penuh dengan pasien Covid-19,” pungkas Yusuf.
Dalam pandemic insecurity experience scale yang dikembangkan IDEAS, lumpuhnya sistem kesehatan di tengah pandemi yang tidak terkendali diukur dengan tiga indikator.
“Pertama, membatalkan rencana pergi berobat ke RS. Kedua, kesulitan mendapatkan layanan kesehatan di RS dan ketiga adalah gagal mendapat layanan kesehatan karena RS penuh dengan pasien Covid-19,” kata Yusuf.
Sebanyak 60,9 persen responden mengaku pernah mengalami setidaknya salah satu dari tiga indikator di atas, dengan 8,5 persen di antaranya mengaku pernah mengalami tiga indikator sekaligus.
“Dengan tiga indikator ini, tergambar penderitaan masyarakat karena lumpuhnya sistem kesehatan di tengah gelombang kedua terkonfirmasi cukup kuat,” tutup Yusuf.