Suaramuslim.net – Ada ayat yang menarik dikaji dan digali spirit dan motivasinya. Ayat ini secara umum di kalangan masyarakat dipahami dengan terjemahan seolah yang berkata adalah seorang Nabi yaitu Yusuf alaihissalam. Padahal ayat ini bisa dipahami bahwa yang berkata bukanlah beliau. Ayat ini populer sebagai pembuka juz 13, yaitu Surat Yusuf ayat 53
{وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (53) }
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di banyak terjemahan diartikan bahwa yang berkata adalah Nabi Yusuf karena dilihat dari ayat sebelumnya nya, yaitu ayat ke 52.
ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ (52) }
“Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.”
Padahal kalau melihat ayat ke 51 justru yang berkata bukan Nabi Yusuf.
قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (51)
Berkata Istri Al-Aziz, “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.”
Istri al Aziz yang terkenal dengan sebutan Zulaikha adalah yang mengucapkan kalimat di ayat 53 tersebut jika melihat dari ayat 51. Zulaikha berkata jujur tentang kelakuan dirinya. Sehingga kalimat di ayat 52 pun yang mengucapkan adalah Zulaikha karena menjadi bagian yang tidak terpisah di keduanya.
So… Ungkapan Zulaikha di ayat 53 tersebut dapat memberikan motivasi kepada kita bahwa;
- Pengakuan akan kesalahan itu adalah perbuatan mulia
Karena pengakuan akan kesalahan adalah ‘penyesalan’. Dan Penyesalan adalah sebuah taubat dan amal sholeh. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad, “Penyesalan adalah taubat”. (Ibnu Majah)
Sehingga sebagian ulama berkata:
“Di dalam taubat cukup menghadirkan rasa penyesalan; karena dengannya bisa mencabut diri dari dosa dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi, keduanya tumbuh dari penyesalan tidak ada hal yang pokok lainnya bersamanya.” (Fathul Baari: 13/471).
Sehingga bisa dipastikan sesungguhnya Zulaikha sudah memeluk agama dan keyakinan Nabi Yusuf, itu terlihat dari ujung ayat 53 itu yang memberikan pengakuan bahwa “Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
- Pada dasarnya nafsu itu susah terkendali dan cenderung kepada hawa’ atau syahwat yang negatif
Lagi-lagi pengakuan yang terucap dari mulut Zulaikha bahwa dirinya sulit terbebas dari kendali nafsu yang didominasi hawa’.
Pada dasarnya nafsu pada diri manusia itu ada tiga kemungkinan;
Nafsu Ammarah, adalah nafsu yang selalu mengajak kepada hal-hal yang negatif seperti, sombong, nipu, culas, egois, mendzalimi orang lain seperti merampas hak orang lain dan sebagainya.
Nafsu Lawwamah, yaitu nafsu yang suka mencela dirinya sendiri atas perbuatan. Nafsu ini berpotensi untuk menuju positif.
وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri),” (QS. Al-Qiyamah: 2).
Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang membuat tenang jiwa yang bersamanya. Karena selalu berada pada jalan yang diridhai Allah.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ . ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً . فَادْخُلِي فِي عِبَادِي . وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama´ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku,” (QS. Al-Fajr 27 – 30).
So… Pada dasarnya manusia harus memiliki nafsu muthmainnah. Namun kebanyakan manusia masih terjebak dengan nafsu lainnya. Kecuali orang-orang yang mendapatkan rahmat-Nya.
- Kalimat “Illa Ma Rahima Rabbi”, kecuali orang yang dirahmati Tuhanku”
Menurut para ulama yang dimaksud itu adalah Nabi Yusuf, ia memliki kemampuan mengendalikan nafsunya. Dan itu semua berkat Rahmat Allah. Artinya manusia tanpa pertolongan Allah tidak akan mampu bisa beribadah dan terlepas dari nafsu buruk. Itulah kenapa kita diminta setiap selesai shalat untuk berdoa dengan doa sebagaimana riwayat;
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: «أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ: لاَ تَدَعَنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتكَ». رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَالنَّسَائيُّ بِسَنَدٍ قَويٍّ.
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku wasiatkan (perintahkan) kepadamu wahai Muadz agar engkau jangan sekali-kali meninggalkan pada setiap akhir shalat doa: ALLOHUMMA A’INNI ‘ALA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK (Ya Allah, tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu).” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dengan sanad yang kuat).
Rahmat Allah yang seperti apa yang membuat manusia dapat mengendalikan nafsunya?
Sudah tentu harus mengikuti jalannya Nabi Yusuf dalam mendapatkan rahmat-Nya yaitu melalui jalan ikhlas menerima semua cobaan hidup sebagaimana yang dilabelkan Allah kepada Nabi Yusuf sebagai hamba yang dibuat ikhlas.
Sebagaimana Firman-Nya di ayat lainnya dari surat Yusuf 24;
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهٖۙ وَهَمَّ بِهَاۚ لَوْلَآ اَنْ رَّاٰ بُرْهَانَ رَبِّهٖۗ كَذٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْۤءَ وَالْفَحْشَاۤءَۗ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِيْنَ٢٤
“Sungguh, perempuan itu benar-benar telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia (Yusuf) termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”
Ikhlas dengan ujian Allah akan melahirkan kesabaran. Bagaimana caranya ikhlas? Jawabannya adalah paksa diri menerima dan ridha dengan ujian hidup serta yakin bahwa akan ada kebaikan setelah semua ujian itu!
- Karena pengakuan Zulaikha dengan jujur dan penuh keikhlasan itulah sehingga Allah menyatukannya dengan Nabi Yusuf , pria yang dicintainya
Hal ini diriwayatkan oleh imam As Suyuthi, “Sang Raja melepas kedudukan al Azis dan memberikannya kepada Yusuf dan setelah al Azis wafat , raja menikahkan Yusuf dengan Zulaikha yang ternyata masih perawan, dari pernikahan keduanya mereka dikarunia dua orang anak. Yusuf menegakkan keadilan di Mesir. (Tafsir Al Munir, Wahbah Az Zuhaily jilid 7).
Pelajaran indahnya adalah ‘kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan’ yang diharapkan tiba. Persis seperti hadis Nabi Muhammad.
“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong.” (HR. Muslim).
So… Tidak salah kalau ada yang berdoa saat akad nikah untuk kedua mempelai supaya dipadukan seperti Allah memadukan antara Yusuf dan Zulaikha, karena sejatinya Zulaikha ini wanita yang jujur, setia dan sholehah.
Setia? Karena ayat 52 di atas itu justru kalimat Zulaikha!! Bahwa dia sesungguhnya tidak pernah mengkhianati suaminya sampai harus berzina dengan Yusuf. Wallahu A’lam.
M. Junaidi Sahal
Disampaikan di Radio Suara Muslim Surabaya
13 Februari 2025/14 Sya’ban 1446