Suaramuslim.net – Islam merupakan agama yang penuh berkah, kehadirannya membawa manusia pada sistem peradaban yang mulia dan penuh cinta. Islam selain membawa ajaran tauhid juga mengajarkan tentang adab-adab sosial yang berguna bagi bekal hidup bermasyarakat.
Hal tersebut bisa kita ketahui dari firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Ia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90).
Berdasarkan pada ayat Al-Qur’an tersebut bisa kita pahami bersama bahwa Islam adalah agama yang membawa keselamatan bagi umat, dan karena hal tersebut membuat Islam juga mudah diterima dan berkembang pesat di Nusantara, di antara bukti-bukti awal dari proses pertumbuhan Islam di Nusantara yaitu adanya nisan dari Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang berada di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
Menurut data inskripsi yang ada diketahui bahwa nisan tersebut berangka tahun 475 H/1082 M, selain itu juga terdapat makam Syekh Syamsuddin Al-Wasil yang berada di Setana Gedong, Kota Kediri. Menurut penjelasan Prof. Dr. Habib Mustopo, tokoh yang bernama Syekh Syamsuddin Al-Wasil merupakan ulama agung yang hidup di abad ke-12 M, pada masa kedaulatan Kerajaan Kediri.
Dengan mengetahui bukti-bukti awal dari proses pertumbuhan dan dakwah Islam di Nusantara, Islam telah lama hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita.
Pada masa-masa berikutnya, kita juga bisa menemukan fakta yang makin menguatkan bahwa Islam telah berhasil menjalin interaksi yang harmoni dengan para penguasa setempat, hal tersebut bisa terlihat dari adanya komunitas muslim yang berada di pusat ibu kota Kerajaan Majapahit (Trowulan, Mojokerto).
Ma Huan dalam catatannya yang berjudul Ying-Yai Sheng-Lan (1416) menceritakan secara detail terdapat dua golongan dari komunitas muslim, yang pertama Komunitas Huihui ren atau orang-orang yang berasal dari kawasan Cina bagian barat. Kondisi mereka menggunakan pakaian dan hidup dengan layak, kedua Komunitas Tang ren yang juga berasal dari beberapa daerah di Cina, di antaranya Guangdong, Zhangzhou, dan Quanzhou yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam. Kondisi hidup mereka juga sangat layak serta taat pada ajaran Islam.
Fakta lain yang turut menguatkan adanya kedekatan khusus antara komunitas Islam dengan lingkaran kekuasaan Kerajaan Majapahit yaitu adanya Kompleks Makam Troloyo, yang menurut para ahli merupakan lokasi pemakaman Islam bagi anggota keluarga Raja Majapahit.
Nisan-nisan kuno yang terdapat di Kompleks Makam Troloyo mengandung inskripsi-inskripsi yang berkaitan dengan Islam. Di antaranya terdapat tulisan arab yang berisi doa, “Allahumma innaka afuwwun tahibbul ‘afwa fa’fu ‘anni.”
Terkait tulisan tersebut terdapat kerusakan yang akhirnya mengubah harakat dari tuhibbul menjadi tahibbul.
Pada nisan lainnya juga ditemukan inskripsi yang bertuliskan arab, “La ilaha illaha mahammadun rasawlu allahu.” Yang seharusnya tertulis “La ilaha illallahu muhammadun rasulullahu.
Berikutnya beberapa nisan yang ada di Kompleks Makam Troloyo menggunakan ukiran motif Surya Majapahit. Ini menunjukkan bahwa tokoh yang dimakamkan adalah seorang muslim yang termasuk golongan bangsawan dan keluarga Raja Majapahit. Maka berdasarkan pada fakta sejarah berupa catatan Ma Huan serta bukti arkeologi dalam bentuk nisan-nisan kuno, bisa kita yakini dan simpulkan sebuah komunitas muslim di pusat Kerajaan Majapahit telah ikut aktif dalam dinamika sosial, politik, maupun keagamaan, dan penguasa Majapahit menerima dengan sangat baik eksistensi Islam di wilayah kekuasaannya.
Sumber Pustaka:
Khalil Itani, Muhammad,2013, Wasiat Rasul buat Lelaki, Solo: AQWAM
Perkasa, Adrian, 2012, Orang-Orang Tionghoa dan Islam di Majapahit, Yogyakarta: Ombak
Sunyoto, Agus, 2018, Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN