Dukungan Ormas Islam dan Anggota DPR RI pada Kedaulatan Turki atas Hagia Sophia

Dukungan Ormas Islam dan Anggota DPR RI pada Kedaulatan Turki atas Hagia Sophia

Dukungan Ormas Islam dan Anggota DPR RI pada Kedaulatan Turki atas Hagia Sophia
Orang-orang mengunjungi Ayasofya (Hagia Sophia) setelah Mahkamah Agung Turki membatalkan keputusan Kabinet Turki 1934 yang mengubah tempat itu sebagai museum, di Istanbul, Turki pada 11 Juli 2020. (Foto: Anadolu Agency)

JAKARTA (Suaramuslim.net) – Ormas Islam dan sejumlah partai politik di Indonesia mendukung status Hagia Sophia kembali menjadi masjid, seperti diputuskan Mahkamah Agung Turki.

Menurut pendapat mereka, Turki memiliki kedaulatan sebagai negara untuk mengatur fungsi Hagia Sophia.

Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di Indonesia mengatakan, perubahan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid sudah menjadi ketetapan hukum.

“Keputusan hukum melalui proses pengadilan yang terbuka dan imparsial harus dihormati,” ujar Ketua Pengurus Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas kepada Anadolu Agency, pada Senin (14/7).

Menanggapi respons beragam dunia internasional, Robikin mengatakan bahwa setiap putusan lembaga peradilan di negara mana pun tidak akan memuaskan seluruh pihak.

“Oleh karena itu, sepanjang proses peradilan dan hakim dalam mengambil keputusan imparsial, maka putusan harus dihargai,” kata dia.

Kembali jadi masjid secara konstitusional

Dukungan sama juga disampaikan oleh Muhammadiyah, ormas Islam tertua di Indonesia, dalam menyoroti persoalan Hagia Sophia.

Wahid Ridwan, Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja Sama Internasional Muhammadiyah, menyampaikan pembukaan kembali Hagia Shopia sebagai masjid merupakan hak penuh pemerintah dan rakyat Turki.

“Perubahan status dilakukan secara proses hukum dan birokrasi, sebagaimana sebuah negara demokratis sehingga tidak perlu dipertentangkan dunia internasional karena semua telah melalui proses yang sangat accountable,” ucap dia kepada Anadolu Agency.

Untuk itu, kata Wahid, menghubungkan perubahan masjid dengan tempat suci bagi umat Kristiani Ortodoks yang terkesan ‘menyakiti’ tidak beralasan karena justru di sini letak toleransi dan pembangunan peradaban dunia oleh kerukunan dua agama.

“Tekanan itu tak akan mengubah sikap pemerintah dan rakyat Turki. Barat harus memahami bahwa pandangan mereka terhadap Islam sangat sempit,” terang Wahid.

Wahid menambahkan sepanjang barat tidak bisa memahami keluhuran ajaran Islam dan bertindak fobia, maka mereka akan selalu melakukan penolakan.

“Pemerintah Turki dan rakyatnya tetap memberikan keterbukaan akses bagi semua orang tanpa membedakan agama. Lalu apa alasan mereka mengkritik?” Tanya Wahid.

Wakaf Sultan Muhammad Al-Fatih

Sementara itu, Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Surahman Hidayat menyampaikan status Hagia Sophia merupakan wakaf Sultan Muhammad Al-Fatih usai pembebasan Konstatinopel pada 1453.

Namun pada tahun 1934, kata dia, Masjid Hagia Sophia diubah menjadi museum secara ilegal.

“Dekrit Pemerintah Turki saat ini hanya mengembalikan Hagia Sophia ke fungsi semula sebagai masjid dengan menunaikan amanah wakaf Sultan Muhammad Al-Fatih atas Hagia Sophia,” ujar Surahman dalam pernyataannya.

Surahman menyampaikan Presiden Erdogan dalam pidatonya menegaskan manajemen Masjid Hagia Sophia akan terbuka melayani muslimin dan juga nonmuslim yang datang berkunjung.

Bahkan, kata Surahman, dihapuskannya status Hagia Sophia sebagai museum berarti dihapuskannya tiket masuk.

Kondisi ini, ujar dia, membuat siapa pun dapat masuk ke dalam Masjid Hagia Sophia.

“Semua orang harus menghormati sistem dan otoritas hukum Turki, kedaulatan internal Turki dan sejarah panjang bangsa Turki,” pungkasnya.

Kedaulatan Turki

Hal senada juga disampaikan Anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi.

Menurut Baidowi, perubahan status Hagia Sophia merupakan hak dan kedaulatan Turki.

“Turki memiliki kewenangan sendiri sebagai negara,” katanya kepada Anadolu Agency.

Baidowi juga mengatakan Indonesia sebagai negara penganut kebijakan bebas aktif dalam kebijakan luar negerinya menghormati keputusan Turki.

“Apalagi itu keputusan pengadilan dan Hagia Sofia selama ini hanya menjadi museum, kecuali diubah dari gereja menjadi masjid, baru masalah besar,” ucap dia.

Pengadilan tinggi Turki pada Jumat (10/7) membatalkan dekrit Kabinet 1934 yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum, pembatalan itu bisa mengembalikan status situs itu kembali menjadi masjid.

Sebuah LSM di Istanbul, Asosiasi Yayasan Berkelanjutan untuk Artefak Sejarah dan Lingkungan, mengajukan tuntutan yang meminta pembatalan keputusan Dewan Kabinet pada 1934 untuk mengubah Hagia Sophia menjadi museum setelah menjadi masjid selama lebih dari 500 tahun.

Jika semua tahap persiapan selesai dilakukan, pemerintah Turki akan membuka Hagia Sophia sebagai tempat ibadah mulai 24 Juli. Presiden Turki menegaskan, pada Jumat (10/7), Hagia Sophia akan dibuka bagi semua warga di dunia.

Sumber: Anadolu Agency

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment