Konflik Abadi Di Bumi Palestina Dan Janji Kemenangan

Konflik Abadi Di Bumi Palestina Dan Janji Kemenangan

Ilustrasi Masjid Al Aqsha berdarah. Art work Zaid Ayasa.

Suaramuslim.net – Mungkinkah ada perdamaian di Timur Tengah dan mungkinkah pula Israel dapat berdamai dengan Palestina?

Jika pertanyaan ini dijawab dengan sebuah pendekatan idealis kemanusiaan maka jawabannya adalah “mungkin”, dan kita semua tentu berharap ada perdamaian di bumi Palestina serta harapan Zionis Israel juga bersedia sadar diri dan mengubah perilaku politiknya untuk turut membangun perdamaian atas dasar nilai kemanusiaan.

Sekalipun dalam fakta sejarah bumi Palestina pernah mengalami kedamaian antara Islam, Yahudi dan Kristen pada masa itu bisa hidup dalam suasana damai di saat masih berada di bawah kekuasaan kekhilafahan Islam, semenjak kunci kota itu diberikan kepada Khalifah Umar bin Khattab hingga di bawah kekhilafahan Turki Usmani di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II.

Namun apabila kita membuka lembaran sejarah dan fakta di lapangan pasca keruntuhan kekhilafahan Turki Usmani maka sebenarnya upaya perdamaian ataupun negosiasi jalan damai di Palestina hanya sebuah ilusi belaka khususnya semenjak dijajah oleh Zionis Yahudi Israel yang amat kejam tanpa perikemanusiaan serta selama mereka juga tidak mengubah perilaku dirinya dalam memandang tanah Palestina, Yerusalem ataupun Al-Quds. Dan di sinilah sumber masalah utamanya.

Bahkan apabila kita membuka nubuwat kenabian maka sebenarnya kita akan mendapati sebuah pesan implisit bahwa konflik Palestina Israel tidak akan pernah selesai selamanya. Jalan damai tidak akan pernah ada dan artinya konflik di Bumi Syam Palestina dengan Zionis Yahudi Israel ini adalah konflik abadi. Mari kita perhatikan hadis nabi berikut.

“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku kelompok yang selalu menolong kebenaran atas musuh mereka, orang-orang yang yang menyelisihi mereka tidak akan membuat mereka goyah kecuali orang yang tertimpa cobaan, sampai datang kepada mereka janji Allah SWT. Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah di manakah mereka?” Beliau menjawab, “Baitul Maqdis dan sekitar Baitul Maqdis.” (Riwayat Ahmad).

Hadis ini memberikan gambaran bahwa konflik di Palestina bersifat abadi, sebagai sebuah ujian bagi kaum mukminin. Siapa saja yang mendukung perjuangan ini dalam apapun bentuknya (fisik, donasi dsb) maka mereka adalah bagian dari kelompok yang disebutkan oleh Nabi di atas.

Solusi atas konflik ini pun juga telah disebutkan dalam hadis Nabi tersebut, yaitu teruslah berjuang untuk Baitul Maqdis hingga datangnya kekhilafahan yang akan dipimpin oleh Imam Mahdi. Karena tempat tersebut adalah sebagai ujian keimanan bagi kaum muslimin. Perhatikan hadis nabi berikut.

“Permulaan dari perkara Islam ini adalah kenabian dan rahmat. Kemudian tegaknya khilafah dan rahmat. Kemudian berdiri kerajaan dan rahmat. Kemudian berlaku pemerintahan (kerajaan kecil-kecil) dan rahmat. Kemudian orang-orang memperebutkan kekuasaan seperti kuda-kuda yang berebut makanan. Maka (pada saat seperti itu), hendaklah kalian berjihad. Sesungguhnya jihad yang paling utama adalah ribath, dan sebaik-baik ribath kalian adalah di Asqalan.” (Riwayat Ath-Thabrani).

Asqalan/Ashkelon (wilayah Palestina yang kini dalam cengkeraman penjajah Zionis Israel) akan menjadi salah satu tempat terbaik untuk ribath. Yang dimaksud ribath dalam hadis ini adalah sikap siap siaga dari pasukan tentara Islam dengan senjata lengkap yang berjaga di wilayah perbatasan atau daerah yang rawan dimasuki musuh yang ingin menyerang umat Islam.

Hadis ini diawali dengan kata “selamanya, senantiasa, terus menerus.” Dan menggunakan fi’il mudhari pula (kata yang sedang dan terus berlangsung) dengan menggunakan wazan faa’ala (interaksi antar kedua belah pihak) artinya kedua belah pihak secara terus menerus berperang (tidak ada damai), hingga batas waktu yang Allah tentukan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak pihak untuk menghentikan konflik dan menuju meja perundingan damai. Namun semua itu selalu berakhir dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh pihak Israel serta hilangnya wilayah Palestina.

Sehingga menjadi wajar hilangnya kepercayaan atas upaya damai tersebut sampai masyarakat Palestina lebih memilih jalan perang karena bagi mereka Zionis Israel lebih mengenal jalan ini dalam penyelesaian masalah. Sekaligus hal ini membenarkan atas sabda Nabi di atas.

Jalan kekerasan melalui perang tentu bukanlah pilihan terbaik untuk menyelesaikan konflik karena membuka ruang jatuhnya korban di kedua belah pihak khususnya warga sipil Palestina. Namun terkadang memang cara Allah itu unik sekaligus indah sekalipun manusia mungkin tidak menginginkannya.

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216).

Sebagaimana tidak semua orang suka atas kemiskinan dan sebagaimana pula tidak semua orang suka sakit. Namun di balik kemiskinan itu adalah cara Allah menjadikan jalan bagi muslim lainnya untuk membantu orang lain. Dan di balik sakit adalah cara Allah menguji kesabaran.

Palestina Ujian Keimanan Kita

Artinya bisa jadi konflik ini dalam pendekatan transendental adalah sebagai ujian keimanan bagi kaum muslimin untuk terus berjuang memerdekakan Baitul Maqdis serta bumi Palestina dari cengkeraman Zionis Israel dan sekaligus untuk menguji posisi keberpihakan.

Namun bukan berarti bahwa konflik ini tidak akan pernah berakhir dan tidak akan tercipta perdamaian. Semua itu akan berakhir di saat telah tercipta kepemimpinan yang ideal di tengah-tengah umat Islam dunia sebagaimana yang dinubuwatkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

“Akan ada setelah masaku para khalifah, setelahnya adalah para amir, dan setelahnya adalah para raja, dan setelahnya adalah (para penguasa) yang diktator. Kemudian akan muncul seorang lelaki dari keluargaku, yang memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenangan. Kemudian memerintah setelahnya adalah Al-Qahthany. Demi Zat yang mengutusku dengan membawa kebenaran, tiadalah Al-Qahthany itu di bawah lelaki itu (Al-Mahdi).”

Dalam banyak hadis digambarkan bahwa masa sebelum Al-Mahdi itu adalah masa yang penuh kezaliman, kesewenangan, dan perebutan kekuasaan. Sementara pada masa kepemimpinan Al-Mahdi di bumi akan dipenuhi dengan kebaikan, keadilan dan ketentraman.

“Aku berikan kabar gembira kepada kalian dengan datangnya Al-Mahdi, yang dimunculkan kepada umatku ketika terjadi perselisihan dan kegoncangan di antara manusia, lalu bumi akan dipenuhi dengan keseimbangan dan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kejahatan dan kezaliman. Penduduk langit dan bumi ridha dengannya.” (Musnad Ahmad bin Hanbal: 11.332).

Hal ini memberikan isyarat bahwa suatu saat berbagai konflik di muka bumi (termasuk di bumi Palestina) akan berakhir dan tergantikan dengan kedamaian dan keadilan dalam naungan bendera kepemimpinan Islam.

Kapankah itu? Suatu saat nanti. Wallahu a’lam

 

Akhmad Muwafik Saleh
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir Al-Afkar Tlogomas Malang, Dosen FISIP UB, Sekretaris KDK MUI Jawa Timur, Motivator Nasional Bidang Komunikasi Pelayanan Publik, Penulis 16 Buku Best Seller.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment