Konsep Pendidikan Anak Ala Rasulullah SAW

Konsep Pendidikan Anak Ala Rasulullah SAW

Memahami Learning Disabilities pada Anak
Ilustrasi dua anak perempuan

Suaramuslim.net – Anak adalah anugerah Allah yang diamanahkan kepada orang tua dan wajib disyukuri. Seperti yang telah dikatakan oleh Imam al Ghazali bahwasanya: “Anak adalah amanat di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah, belum dipahat maupun dibentuk. Mutiara ini dapat dipahat dalam bentuk apapun, mudah condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajari dengan kebaikan, maka dia akan tumbuh dalam kebaikan itu“.

Pendidikan di dalam keluarga adalah pendidikan awal dan utama bagi seorang manusia, yang mana memberi pengaruh pertama pada anak. Pembentukan pribadi anak saat itu masih menerima segala sesuatu dan mudah terpengaruh oleh apapun dalam bentukan lingkungan pertama ini. Sehingga, kunci utama dalam pembentukan karakter (akhlak) anak terdapat dalam keluarga terutama orang tua.

Lingkungan memiliki peranan yang sangat penting terutama lingkungan pendidikan dalam keluarga (orang tua) untuk membentuk karakter (akhlak) anak. Dengan pendidikan yang baik akan didapat karakter atau akhlak yang mulia sebagai fondasi yang kuat dalam mempersiapkan pribadi yang salih dan bertanggung jawab atas segala persoalan dan tugas hidupnya.

Salah satu tanggung jawab yang harus diberikan orang tua atas anak yang diamanahkan kepada mereka adalah dengan berusaha mendidik mereka sebaik-baiknya melalui pola asuh yang tepat. Karena tanpa pendidikan dan pola asuh yang tepat, rasanya mustahil mereka akan menjadi generasi yang berkualitas yang salih dan salihah. Yaitu sebuah generasi yang memiliki karakter dan memiliki nilai-nilai kepribadian Islami serta iman dan Islam yang kuat.

Peran, sikap dan perilaku orang tua dalam proses pengasuhan anak, sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya akan menentukan baik atau tidaknya akhlak anak tersebut. Akan tumbuh dan berkembang seorang anak sebagaimana perlakuan dan pembiasaan orang tua terhadapnya, anak tidak mungkin menjadi hina dan tercela.

Apabila kita memahami betapa besar pengaruh lingkungan rumah bagi kehidupan anak maka orang tua memiliki kewajiban penuh dalam mempersiapkan anak dan melindunginya dari kehinaan serta mengarahkannya agar tumbuh di dalam jiwanya ruh agama dan kemuliaan.

Konsep Prophetic Parenting

Menurut Dr Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam karyanya “Prophetic Parenting, cara Nabi SAW Mendidik Anak” menerangkan bahwa pengasuhan (parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun kurang dipengaruhi pendidikan formal. Biasanya para orang tua mengenal dan mempelajari pengasuhan/pola asuh dari orang tua mereka masing-masing. Sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan metode pengasuhan yang akan diterapkan ayah/ibu kepada anak-anak mereka di dalam rumah tangga.

Pendidikan anak ala Rasulullah SAW pada saat ini lebih sering dikenal dengan istilah prophetic parenting. Konsep dalam prophetic parenting adalah mendidik anak dengan berkiblat pada cara-cara yang dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dalam mendidik keluarga dan sahabat beliau.

Konsep prophetic mendasar pada keteladanan (uswah hasanah) yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. Menjadi sebuah penekanan penting bahwasanya dalam prophetic parenting berlaku sebuah proses pendidikan bukan sekadar proses pengajaran. Karena dalam proses pendidikan selain mengajarkan ilmu juga menanamkan nilai-nilai.

Prophetic parenting dimulai dari membimbing setiap orang tua yang mendidik anak mulai dari mereka belum disebut orang tua. Maksudnya adalah membimbing setiap pemuda dan pemudi untuk mempersiapkan diri mereka sebaik mungkin sebelum mereka menikah dan mempunyai anak.

Menyiapkan segala ilmu yang lurus sebelum menjadi orang tua sangatlah penting karena dengan ilmu yang lurus setiap orang tua akan sukses dalam memimpin atau mengarahkan keluarganya menuju kebaikan. Persiapan ilmu tersebut berlaku baik untuk seorang pemuda yang akan menjadi suami maupun pemudi yang akan menjadi seorang istri.

Orang tua (khususnya orang tua muslim) memiliki andil terbanyak dalam misi pendidikan karakter. Dalam prophetic parenting, pendidikan anak juga terjadi sebelum terjadi konsepsi, calon bapak dan calon ibu disunahkan untuk memberikan perhatian (dalam bentuk da) agar bila konsepsi terjadi, janin yang akan berkembang dalam rahim ibu benar-benar dalam perlindungan dan keridaan Allah SWT. Tahap ini berlangsung sejak proses pembuahan hingga anak lahir, yaitu sekira sembilan bulan. Meskipun relatif singkat, proses perkembangan pada tahap ini begitu penting, sebab pada saat hamil itulah seorang ibu mulai berperan dalam mendidik anak.

Kemudian, saat kelahiran tiba, maka penerimaan atas kehadiran bayi dari kedua orang tua sangatlah penting. Momen menyambut kelahiran bayi merupakan hal yang penting dalam proses pendidikan anak. Kedua orang tua harus menunjukkan penyambutan atas karunia yang diberikan, maka orang tua harus menunjukkan kebahagiaan tersebut dengan wajah ceria dan penuh senyuman.

Erikson menyatakan bahwa “trust” akan dicapai bayi, apabila sejak lahir dia mendapatkan penerimaan (acceptance) dari significant person. Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua saat menyambut kelahiran bayi antara lain:

  1. Memberikan kabar gembira kepada keluarga besar,
  2. Mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamat di telinga kiri,
  3. Melakukan tahnik atau mengunyah kurma,
  4. Melakukan aqiqah,
  5. Mencukur rambut dan memberi nama baik.

Pendidikan anak harus dimulai dari sejak usia dini. Dari usia 1-7 tahun. Pada masa ini, Rasulullah SAW menyuruh orang tua untuk memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan kasih sayang yang tidak berbatas. Biarkan anak-anak bermandikan kasih sayang pada tahap ini.

Pada usia 7-14 tahun orang tua mulai menanamkan disiplin kepada anak-anak dengan mengajar dan menyuruh mereka untuk mengerjakan salat. Bahkan apabila umurnya sudah sepuluh tahun, seorang ayah boleh memukul anaknya jika enggan mengerjakan salat.

Kemudian pada usia 14-21 tahun. Orang tua sudah menukar penanaman disiplin dengan cara yang agak keras kepada yang rasional. Orang tua sudah semestinya mendidik anak dengan cara menjadikannya sahabat dalam berdiskusi, mengajaknya ikut dalam membincangkan masalah keluarga dan diberikan satu per satu tanggung jawab dalam hal-hal tertentu di rumah.

Hal ini penting agar anak berasa dirinya punya tanggung jawab mengambil berat hal-hal dalam keluarga. Selanjutnya, pada usia lebih dari 21 tahun. Orang tua sudah boleh melepaskan anaknya untuk belajar menempuh hidup akan tetapi tetap melihat perkembangannya dan memberikan nasihat serta peringatan-peringatan apabila anak melakukan salah atau terlupa.

Ada orang tua yang terlalu memanjakan anak sehingga umur 14 tahun dan baru mulai mengajar dan menyuruhnya salat pada usia mereka 15 tahun. Akibatnya mereka bukan saja enggan melakukannya malah marah kepada ibu bapaknya. Jika kewajiban yg tertinggi (yaitu salat) yang telah diperintahkan Allah Yang Maha Agung diabaikan, apalagi dengan perintah dan suruhan orang lain termasuk ibu bapaknya.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment