Suaramuslim.net – Belakangan ini fenomena hijrah menjadi buah bibir di media sosial. Banyak artis terkenal memilih hijrah dan menghentikan keartisannya untuk memperdalam ilmu agama. Mereka keluar dari gempita dunia hiburan dan hidup sederhana namun sarat akan tuntunan agama.
Sebut saja Teuku Wisnu, Sunu atau Caisar, bahkan yang terbaru adalah hijrahnya Roger Danuarta menjadi mualaf. Teuku Wisnu memutuskan berhenti total main sinetron dan kini sibuk berbisnis kuliner. Sunu eks Mata Band, bisa kita saksikan berubah penampilan, lebih relijius. Secara gamblang mereka menyatakan hijrah, tidak lagi bermain musik dan mulai memperdalam agama. Caisar juga sempat menyatakan berhenti berjoget dengan alasan menghindari hal-hal yang dilarang agama. Namun dia belakangan kembali mengisi acara musik di televisi, belum diketahui alasannya.
Selain kisahnya para artis yang berhijrah, banyak juga kisah para pegawai perbangkan atau lembaga keuangan yang berhijrah. Mereka memilih resign dari tempat kerjanya lantaran pekerjaanya mengandung unsur ribawi yang terlarang dalam islam. Tidak jarang yang berhenti kerja ini telah memiliki jabatan tinggi dikantornya. Proses beralih dari keburukan/sesuatu yang haram kepada kebaikan/sesuatu yang halal memang tidak mudah. Namun jika kita mengenal tahapnya, kita bisa menandai setiap keberhasilan menuju kebaikan. Ketika sudah hijrah kepada kebaikan, langkah selanjutnya adalah mengunci diri dalam konsistensi.
Kita pasti mengenal kata ‘hijrah’. Secara etimologi (bahasa), hijrah dapat diartikan berpindah, menjauh atau menghindari. Sedangkan menurut terminologi, hijrah berarti berpindah menuju kebaikan dengan menjauhi atau menghindari keburukan. Berdasarkan pada makna hijrah, usaha untuk melakukannya tidak hanya ketika menuju kebaikan, tetapi juga saat mempertahankan diri untuk tidak kembali terjerumus kedalam keburukan.
Berbuat baik itu butuh kepercayaan kepada kebaikan itu sendiri, ketika memulai menjadi baik maupun saat mempertahankannya. Kadang orang tidak yakin bahwa kebaikan yang dilakukan akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Akibatnya, orang ragu terhadap kebaikan yang dilakukan. Karena ketidakyakinan itulah maka kebaikan tidak tercipta. Atau ketika bisa diciptakan, kita tak mampu mempertahankannya.
Berbicara tentang kebaikan, modal utama adalah hati sebagai raja. Hati nurani adalah pemberi pertimbangan. Seorang sahabat Nabi Muhammad ketika bertanya tentang perbedaan pahala (kebaikan) dan dosa (keburukan), oleh Nabi Muhammad dijawab (kurang lebih), “Tanyakan kepada dirimu. Jika mendatangkan ketenangan, maka itu adalah pahala (kebaikan). Jika mendatangkan resah, maka itu adalah dosa (keburukan)”, sambil menunjuk kepada dada orang tersebut, yang bisa dianalogikan menunjuk hatinya. Ini pedoman yang harus dipegang lebih dulu untuk melakukan hijrah.
Karena mengubah diri dari keburukan tidak mudah (apalagi menjaga konsistensi untuk tetap baik), maka kita perlu mengatur strateginya. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah memahami setiap langkah menuju kebaikan. Setelah kita paham setiap capaian dalam melakukan hijrah, maka kita akan lebih mudah menandai (mengunci) kebaikan tersebut. Harapannya, dengan terkuncinya diri dalam kebaikan, maka akan semakin sulit bagi diri untuk kembali terperosok kepada keburukan.
- Bertaubat dan berjanji tidak mengulangi lagi
Ini adalah langkah awal untuk memulai menjadi baik. Bertaubat itu gampang-gampang susah. Karena itulah ada istilah tobal lombok. Orang yang makan cabai sampai kepedasan, rasanya tidak ingin memakannya lagi. Tapi besoknya mengulanginya lagi. Namun demikian, meminta maaf adalah pintu yang harus dilalui. Pintu ini harus disadari dan dikunci. Menguncinya adalah dengan berjanji tidak mengulanginya lagi.
- Memaafkan diri sendiri
Selain berisiko untuk kembali kepada keburukan, orang yang bertaubat juga ada kemungkinan mengalami stagnasi dalam kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat. Tuhan Maha Pemaaf. Kita meminta ampun. Namun kita sering tidak menjadi pemaaf bagi diri sendiri. Kita terus merasa resah, dan stag di dalamnya. Satu sisi hal ini bisa menjadi rem bagi kita agar tidak melakukan kesalahan lagi. Namun kerugiannya, kita jadi tidak bersuka cita untuk memperbanyak kebaikan. Kita melakukan kebaikan dengan penuh beban dan tidak bergairah. Karena itu kita harus memaafkan diri sendiri. Kita akan mengunci tahap kedua ini dengan mengingat bahwa Tuhan Maha Pengampun, agar kita juga bisa memaafkan diri kita sendiri.
- Memperbanyak kebaikan
Memperbanyak kebaikan adalah cara agar keburukan tidak punya kesempatan untuk menampilkan dirinya. Jika kita berbuat baik, maka hal ini akan menjadi spiral menaik. Artinya, kebaikan kita akan berbuah kebaikan berikutnya. Kebaikan selalu menimbulkan kebahagiaan di hati. Karena itu, sebuah kebaikan akan membuat kebaikan itu dirindukan untuk dilakukan kembali.
- Mendukung kebaikan dengan hal-hal yang diperbolehkan
Kita pasti punya hobi dan kesenangan. Selama kesenangan itu tidak mendekat kepada keburukan, maka hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk menguatkan kebaikan. Misalnya saja kita suka musik, maka kita bisa mendengarkan musik-musik yang memberi semangat untuk berbuat kebaikan. Jika kita menyukai film, maka kita bisa menonton film-film yang menginspirasi untuk melakukan dan berbagi kebaikan.
- Membuat jejaring kebaikan
Kita mungkin tahu, tombo ati (obat hati) yang ketiga adalah berkumpul dengan orang salih. Artinya, kita bisa membuat jejaring kebaikan dengan orang-orang yang baik. Kita bisa ikut berkumpul dengan mereka, bercengkerama untuk berbagi cerita kebaikan atau melakukan kegiatan bersama, seperti berbagi dan bersedekah. Langkah kecil untuk membuat jejaring kebaikan bisa dengan memanfaatkan media sosial, misalnya ikut grup yang saling menasihati dan mengingatkan.
Demikian tahap-tahap dalam hijrah menuju kebaikan. Dengan mengetahui tiap tahap, kita bisa menyadari capaiannya dan menguncinya untuk menyemangati diri agar terus berbuat baik. Ingin berbuat baik? Ya mulailah dari diri sendiri, melakukan hal-hal kecil dan awalilah dari sekarang. Semoga kita bisa saling mengingatkan untuk berbuat baik dan berada dalam kebaikan. Aamiin.
Kontributor: Jefri Firmansyah, S.Psi
Editor: Oki Aryono