SURABAYA (Suaramuslim.net) – Hasil laboratorium dari garam impor yang dibongkar muat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ternyata kualitasnya jauh dibawah standar garam milik petani lokal, hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Timur Heru Tjahjono.
Dilansir dari website resmi DPRD Jawa Timur, hasil cek laboratorium Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim menunjukan ternyata kadar NaCl (Natrium Clorida) garam impor untuk industri jauh dibawah garam lokal. “Padahal selama ini Pemerintah Pusat memutuskan melakukan impor garam dengan alasan kualitas garam lokal tidak memenuhi standar industri” kata Heru Tjahjono.
Hasil pengujian DKP Jatim pada garam impor dan garam lokal, untuk garam impor dari Australia kadar NaCl 92.99 persen, tingkat keputihan 53,73 persen dan kadar air 0,01 persen. Sementara kualitas garam impor dari India kadar NaCl 91,04 persen, tingkat keputihan 35,43 persen, kadar air 0,07 persen.
Kedua garam yang masuk dari Australia dan India tersebut kualitasnya berada jauh dari kualitas garam dari Sumenep, dengan kadar NaCl 94,10 persen, tingkat keputihan 57,31 persen, kadar air 0,01 persen.
Heru menyebut kualitas garam lokal di Madura bisa melebihi kualitas impor dikarenakan pengunaan sejumlah teknologi yang diberikan ke petani untuk produksi garam. “Salah satu teknologinya adalah geomembran, apalagi Jawa Timur menjadi salah satu lambung garam nasional, untuk itu pada 2018 ini DKP jatim menargetkan produksi garam lokal mencapai 700 ribu ton dengan mengelontorkan sejumlah bantuan teknologi pada para petani garam” jelas Heru.
Sementara itu ketua Asosiasi Masyarakat Petani Garam (AMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan menyebut dalam minggu ini pihaknya akan melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar mengevaluasi kebijakan impor garam yang memiliki beberapa kejanggalan.
“Salah satunya kuota impor garam melebihi kuota kebutuhan di 2018 hanya 2,1 juta ton tapi kuota impor mencapai 3,7 juta ton, tidak hanya itu impor juga dilakukan tanpa rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, padahal secara aturan harus ada rekomendasi” ungkap Hasan.
Pihaknya juga akan class action atau menggugat secara hukum terhadap Pemerintah yakni terkait Peraturan Menteri Perdagangan no 52 tahun 2017 yang dianggap merugikan petani garam.
Editor: Ahmad Jilul Qur’ani Farid