Suaramuslim.net – Membangun bagi sebagian pimpinan sering diartikan sebagai proses fisik, sehingga wujudnya adalah bangunan dan gedung. Ada benarnya, tetapi tidak sepenuhnya benar. Coba bayangkan bagaimana kalau gedung terbangun ternyata tidak dimanfaatkan sebagaimana yang diinginkan, bahkan hanya menjadi “monumen” belaka?
Bayangkan kalau bangunan yang sudah didirikan ternyata tidak memicu aktivitas sesuai dengan yang direncanakan, laboratorium terbangun ternyata tidak berfungsi, jalan dan jembatan terbangun ternyata sepi pengguna atau apapun yang sudah dibangun ternyata tidak mampu mewujudkan aktivitas masyarakat dan mendongkrak ekonomi yang diimpikan?
Dalam bahasa manajemennya, pimpinan hanya fokus pada output, yaitu keluaran yang sebetulnya, tiada lain, hanyalah masih berupa sebuah investasi.
Investasi, yang apakah berupa jalan, jembatan, bangunan, gedung atau prasarana fisik lainnya ini belumlah dapat “bercerita” apa-apa, apalagi menghasilkan benefit yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi. Semuanya masih sangat tergantung pada sejauh mana masyarakatnya yang difasilitasi sarpras ini mampu mengisinya dengan berbagai aktivitas yang ujungnya adalah menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan secara ekonomi.
Karenanya agar pembangunan baik bagi kemaslahatan bagi umat, berupa kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi, maka fokus pembangunan sejatinya harus didasarkan kepada pembangunan manusianya. Karena manusialah yang akan menjadi aktor atau pelaku utama apakah semua prasarana terbangun itu dapat memacu aktivitas mereka dan mendongkrak pembangunan ekonominya ataukah tidak. Prasarana fisik hanyalah sarana untuk membuat agar aktivitas yang ingin dilakukan dapat berlangsung dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Karena itu, pembangunan sebuah organisasi harus didasarkan pada outcome, bukan (hanya) output. Outcome adalah dasarnya memfasilitasi kepentingan manusianya. Benefit apa yang akan diperoleh dari output (baca: investasi) yang telah dibangun. Jadi perlu betul-betul diyakini bahwa ada kemampuan dan kemauan dari para pelakunya yang akan memanfaatkan investasi yang sudah terbangun. Artinya manusia-nya lah yang harus dipersiapkan, terutama para pelaku dalam internal organisasi.
Wujud dari outcome adalah program, baik program kerja maupun program aksi. Hakikatnya outcome merupakan bentuk dari keinginan para pelakunya dalam melakukan aktivitas yang dapat menghasilkan benefit dalam pemanfaatan output.
Hasil dari tercapainya tujuan organisasi dari aktivitas yang berbasis outcome ini apabila strategis, pada gilirannya akan menghasilkan benefit dari outcome yang kita kenal sebagai impact. Impact atau dampak positif yang berlipat sehingga bisa memicu pertumbuhan sektor dan pelaku lain menjadi semakin menggairahkan mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara menyeluruh.
Karena itu, ketika proses pembangunan pertama kali akan dilakukan di sebuah organisasi, penting sekali bagi pimpinan untuk mendengar semua pendapat dan masukan dari para pimpinan lain dan staf di bawahnya agar program yang dilaksanakan akan berhasil-guna karena dimanfaatkan secara baik. Hal ini terjadi agar semua semua pihak yang terlibat merasa memiliki program kerja yang dilaksanakan.
Supaya sederhana, saya coba ringkas sebagai berikut:
- Makna pembangunan adalah membangun manusianya bukan sekadar membangun fisik.
- Membangun pada prinsipnya berdasarkan outcome bukan output semata.
- Outcome = output + benefit dari output tersebut.
- Jika outcomenya strategis, akan dapat menghasilkan benefit lainnya yang berganda dan ini disebut impact.
- Jadi impact = outcome + benefit dari outcome tersebut.
- Karenanya perlu diyakini pimpinan apakah apa yang akan dibangun dalam organisasi benar-benar sesuai dengan kemampuan (potensi) dan kemauan (cita-cita) dari para pelaku internal yang dimiliki organisasi.
- Tugas pemimpin adalah memotivasi agar potensi mereka dapat dimaksimalkan dan mengarahkan dengan cara memberi inspirasi agar kemauan mereka menuju arah tujuan organisasi yang sama.
Surabaya, 1 Juli 2019
Joni Hermana
Rektor ITS 2015-2019