SURABAYA – “Berawal dari keresahan, banyak yang ingin menyumbang orang miskin, namun sebagian besar tidak memiliki waktu di tengah pekerjaan padat, akhirnya saya membuat usaha sedekah nasi bungkus,” tutur Hansen, mantan wartawan yang kini menggeluti usaha sosial bersama istrinya yang mantan penyiar radio.
Mungkin awalnya sederhana, “agak ndeso”, dan sekadar sampingan belaka. Namun bagi Hansen tidaklah seperti itu, dari usahanya, kini ia memiliki karyawan tidak tetap 5 orang tetangganya yang tidak mampu.
Ide tersebut bermula dari istrinya sebagai mantan penyiar radio yang melayani sebuah komunitas di kampungnya untuk pasokan nasi bungkus yang akan disedekahkan pada hari Jum’at dengan jumlah kisaran 100 hingga 200 bungkus. Setelah berkembang, cara tersebut mulai dilirik oleh orang lain.
Ketua Dewan Masjid (DMI) Surabaya Arif Afandi yang melirik usahanya, karena tertarik dengan cara Hansen, ia pesan nasi 100 bungkus yang harus dibagikan di masjid setiap hari Jumat bagi jamaah shalat.
Seiring waktu, Hansen menyebarkan kegiatannya dengan memanfaatkan media sosial. Setiap hari Rabu, broadcast tersebut dibagikan di media sosial, dari situ mulai banyak yang pesan.
“Setiap hari Rabu itu saya broadcast sendiri, tentang usaha saya ini untuk menyalurkan nasi bungkus, setelah saya broadcast kok semakin banyak, sampai 500, bahkan kemarin dari salah satu Youtuber tertarik, sengaja dia pesen untuk diunggah di Youtube. Nah itu tambah banyak hampir 1000, kemudian semakin bertambah, ada yang dari Thailand mesen untuk keluarganya yang ada disini, ”ujar Hansen saat dihubungi Suaramuslimdotnet (7/11).
“Cara pesannya sederhana: pesan, transaksi, transfer, nasi dibagikan, hasil dan notanya difoto kepada donatur. Kita distribusikan di masjid-masjid, setelah itu buktinya kita share ke donaturnya. Disalurkan ke masjid, tukang sampah, tukang sapu anak yatim,” ujarnya.
Pembuatan nasi dilakukan setiap Jumat dinihari dengan bantuan 5 orang tetangganya, sekitar jam 3 dini hari, Hansen sudah membagikan nasinya di pinggiran kota kepada tukang becak, tukang sampah atau yang membutuhnya. Setelahnya ia pulang, jam 8 pagi kembali dengan kloter kedua yang kali ini membagikan di masjid-masjid atau panti asuhan.
Sebagai mantan wartawan televisi, Hansen paham betul kemana nasi tersebut akan dibagikan. Di jalan-jalan ia membagikan kepada tukang sampah, biasanya satu kresek yang berisi beberapa bungkus. Tukang sampah tersebut yang kemudian turut menyebarkannya.
Usahanya terus berkembang, kini setiap hari Jumat pesanan selalu mengalir. Pernah yang paling banyak 1.100 nasi bungkus yang ia bagikan. “Meski masih terbatas hari Jumat, ke depannya tidak menutup kemungkinan akan merambahnya di hari lain bila banyak pesanan yang mengalir,” ucapnya.
Harga nasi bungkus di Hansen juga tak terlalu mahal. Mulai dari Rp 7.500 sampai dengan Rp 12.000. “Ya saya dan istri memang berniat untuk melayani para pesedekah sekaligus dengan niat beribadah,” pungkas Hansen.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir