Masjid dan Narasi Kebencian

Masjid dan Narasi Kebencian

Masjid Adalah Benteng Kehidupan Umat
Masjid Islamic Centre Samarinda, Kalimantan Timur. (Foto: republika.co.id)

Suaramuslim.net – Kalau selama ini masjid diyakini sebagai tempat suci dan nyaman untuk menenangkan hati, namun saat ini mengalami pergeseran, dan berubah menjadi sarang narasi kebencian. Pasca lahirnya instruksi Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, yang memerintahkan kepada polisi untuk melakukan pengawasan terhadap masjid yang dicurigai menyebarkan narasi kebencian. Kebijakan ini berimplikasi pada dua hal. Menggeser fungsi masjid yang awalnya sebagai tempat yang dianggap sebagai tempat yang suci, kemudian bergeser menjadi tempat yang mencurigakan. Di sisi lain, menciptakan rasa ketidakadilan, hanya masjid yang diawasi sementara tempat ibadah lain, seperti gereja, pura, dan yang lainnya, lolos dari pengawasan.

Pergeseran Fungsi Masjid   

Kalau selama ini umat Islam meyakini bahwa masjid sebagai tempat paling suci dan strategis dalam menata dan membersihkan hati, maka saat ini diopinikan telah mengalami pergeseran, di mana masjid sebagai sarang membenci pihak lain. Hal ini tidak lepas dari kebijakan yang memberi angin kepada polisi untuk mengawasi para penceramah atau khatib yang dianggap sebagai penebar kebencian (hatespeech).

Keberadaan polisi dalam menjalankan tugas negara, untuk memata-matai masjid, tentu saja dipandang oleh umat Islam akan menciptakan kegaduhan sosial sekaligus perpecahan internal umat Islam. Dikatakan menciptakan kegaduhan, karena gerak-gerak polisi di masjid akan mengganggu konsentrasi jamaah masjid. Dalam menjalankan tugas, polisi akan memotret, mengambil gambar masjid, mewawancarai takmir atau khatib guna memperoleh data.

Dikatakan menciptakan perpecahan umat Islam, karena kebijakan ini akan melahirkan pandangan adanya masjid sebagai sarang penebar kebencian. Varian pandangan terhadap masjid ini akan melahirkan adanya dikotomi adanya masjid yang menyejukkan dan masjid yang memanaskan situasi. Di sinilah makna munculnya perpecahan di kalangan umat Islam.

Dengan adanya tugas pengawasan ini, pandangan jamaah masjid juga terganggu dengan keberadaan polisi yang tak lazim ini. Keberadaan polisi dipandang sebagai mata-mata sehingga semakin memperburuk citra polisi. Kalau selama ini polisi dianggap citranya kurang bagus, maka dengan tugas pengawasan ini, membuat citra polisi semakin buruk. Keberadaan polisi di masjid bukan untuk beribadah tetapi hanya untuk tugas duniawi dengan mencari celah untuk menemukan ujaran kebencian. Tugas memata-matai gerak-gerik penceramah dan mencatat ada tidaknya narasi kebencian, justru kontranarasi atas upaya perbaikan citra polisi.

Di sisi lain, keberadaan polisi di masjid sangat jelas kurang memenuhi rasa keadilan. Kalau saja kegiatan mata-matai dilakukan di semua tempat ibadah, maka semua umat beragama merasa terganggu. Apalagi yang diawasi hanya masjid, tempat ibadah umat Islam. Dengan mengawasi masjid, maka citra polisi semakin buruk di mata umat Islam

Jumlah masjid yang sangat banyak, akan melahirkan ketidakefisienan dan buang-buang energi. Tidak efisien dan buang-buang energi, karena waktu yang dipergunakan untuk memata-matai masjid justru menimbulkan kegaduhan. Alih-alih menciptakan kerukunan, tugas memata-matai ini juga menimbulkan kecurigaan umat Islam pada institusi polri.

Membangun Opini Islam Sebagai Ancaman

Dengan adanya kebijakan pengawasan terhadap masjid bukan hanya memperburuk citra polisi, tetapi juga memperburuk citra pemerintah. Masyarakat bisa jadi semakin buruk pandangannya terhadap pemerintah yang selama ini kurang harmonis dengan umat Islam. Citra buruk itu disebabkan banyak kebijakan pemerintah yang terus memusuhi dan memarginalkan umat Islam.

Kebijakan pengawasan terhadap masjid seolah menutupi borok yang seharusnya menjadi fokus yang harus segera diatasi. Kasus-kasus korupsi dan penyebaran narkoba seolah dikubur dengan adanya kebijakan pengawasan terhadap masjid. Korupsi yang dilakukan elite politik, baik di eksekutif maupun legislatif, telah kasat mata. Massifnya kebocoran anggaran di berbagai instansi seharusnya menjadi prioritas lembaga kepolisian. Demikian pula kasus narkoba yang mewabah bagai epidemi negara telah menjangkit seluruh lapisan masyarakat. Kasus korupsi dan narkoba seolah dianggap bukan sebagai ancaman. Justru masjid dijadikan prioritas tempat yang membahayakan negara.

Masyarakat akan bertanya-tanya, rusaknya elite politik yang terkena korupsi akut dan masyarakat yang terjerat narkoba kenapa tidak menjadi skala prioritas. Kalau masyarakat sudah mau masuk masjid, itu pertanda harapan adanya perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Namun dengan kebijakan pengawasaan dan memata-matai ini bisa jadi akan membuat masyarakat jauh dari masjid.

Di sisi lain, tidak adanya pengawasan terhadap problem besar yang melilit negara ini, seperti korupsi dan narkoba, utang melangit, eksploitasi sumber daya alam, membuat masyarakat semakin curiga. Mengapa problem besar ini tak ditangani tetapi justru muncul kebijakan mengawasi masjid.

Menjadikan masjid sebagai tempat pengawasan seolah menjadikan umat Islam sebagai ancaman. Andai umat Islam sebagai ancaman, sudah tentu banyak kelompok minoritas yang merasa tertindas. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kelompok nonmuslim menemukan kenyamanannya di tengah mayoritas umat Islam. Dengan adanya kebijakan ini, umat Islam yang jumlahnya mayoritas justru merasa terancam karena dianggap sebagai penumbuh benih kebencian di tengah masyarakat.

Potensi tumbuhnya narasi kebencian memang bisa muncul dari semua agama, namun mengapa umat Islam dijadikan sasaran kambing hitam sekaligus sebagai narator kebencian. Jelas bahwa kebijakan ini bukan tanpa rencana, tetapi merupakan rancangan global untuk menciptakan opini bahwa umat Islam merupakan ancaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Surabaya, 2 Desember 2019

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment