Masjid-masjid BUMN Terpapar Radikalisme?

Masjid-masjid BUMN Terpapar Radikalisme?

Masjid-masjid BUMN Terpapar Radikalisme?
Masjid Ar Rayyan Kementerian BUMN. (Foto: photomasjid indonesia.blogspot.com)

bdiSuaramuslim.net – Sebanyak 41 masjid di lingkungan badan usaha milik negara (BUMN) terpapar pemikiran radikal Islam. Demikian tajuk banyak media beberapa hari belakangan menyusul laporan dari Badan Intelijen Negara yang didapat dari hasil penelitian sebuah lembaga yang berafiliasi ke sebuah organisasi massa keislaman. Laporan penelitian yang dirilis itu sebenarnya data lama. Lembaga yang melakukan penelitian mengaku temuan itu sebagai bagian dari sistem peringatan dini ke lembaga telik sandi. Hanya saja, lembaga tersebut mengaku tidak tahu mengapa data setahun lalu itu dimunculkan lagi sekarang.

Ada beberapa pihak mengaitkan temuan itu berkaitan dengan upaya menjegal sebuah perhelatan umat Islam yang kritis dengan penguasa. Yakni reuni alumni 212 yang bakal digelar 2 Desember tahun ini. Sebuah fakta bahwa banyak pegawai BUMN yang muslim mengalami peningkatan keagamaan, salah satu wujudnya mereka bersimpati dengan kegiatan seperti reuni alumni 212. Wujud dukungan itu dituangkan di media-media sosial, dan tidak selalu berkonotasi sebagai gerakan politik praktis menentang penguasa yang notabene menggaji mereka (kendati dari uang rakyat pula).

Dugaan semacam itu bisa saja benar, namun bisa juga keliru. Hanya saja, tidak bisa dinafikan adanya upaya menggiring persepsi publik atas kemunculan gerakan-gerakan protes umat Islam yang tidak di pihak penguasa. Rencana sebagian umat Islam untuk menggelar reuni alumni 212 sudah jauh-jauh hari dilabeli “mengerikan” dan “mengancam”. Senyatanya, kejadian-kejadian yang sebelumnya melibatkan ratusan ribu umat Islam itu tidak menimbulkan huru-hara.

Sayangnya, lembaga-lembaga pemerintah hari ini kurang begitu kritis membaca saban ada masukan informasi dari pihak yang menyebut diri objektif dan patriotis. Memberikan informasi seakan-akan ingin membela tanah air, namun sejatinya ada modus lain yang merasuki. Kesimpulan yang menyudutkan kalangan yang dilabel radikalis sebenarnya masih bisa diperdebatkan, baik kriteria atau ukuran radikal itu sendiri seperti apa maupun keluaran dari hadirnya radikalis dimaksud. Sebab, sejauh ini tidak ada apa-apa dari kehadiran para “radikalis” tersebut di lingkungan masjid BUMN. Semua bisa berjalan normal dan masing-masing berjalan saling menghormati. Bahwa ada dinamika berebut pengaruh di masjid, itu biasa. Tapi, dinamika itu tidak sampai mengarah pada kegiatan subversif apalagi berniat mengganti ideologi negara!

Pelebihan mengukur, mengamati, dan menyimpulkan amatlah mudah terjadi bila pihak yang meneliti tidak bisa menepiskan bias persaingan kelompok. Belum lagi kerangka berpikir yang telanjur dan ajek menyalahkan subjek yang diteliti. Atribut atau simbol yang dipakai di lingkungan masjid BUMN, hingga tema-tema dan siapa yang memberikan ceramah, semuanya diasosiasikan sebagai lawan. Simpulan ini hanya berpijak pada asumsi bahwa kita selamat sedangkan mereka sesat; kita nasionalis sementara mereka radikalis. Padahal, kita lupa bahwa mereka lebih rajin ke masjid berjamaah shalat, senyamang rajin mengikuti aturan kantor dan enggan mengorupsi apa pun.

Karena itu, laporan-laporan yang bias dan tendensius amat betebaran, dan bukan sekali-dua kali terjadi di tengah masyarakat yang ujungnya gaduh. Tanpa bermaksud melakukan generalisasi, sekian kali lemparan tudingan atas dasar (kononnya) temuan lapangan itu dari mereka para peneliti berlatar ormas yang sama. Soal ormas terlibat, tampaknya abaikan dulu. Betapa tida, mereka lewat elit dan jajaran tokoh anutan di akar rumput toh sering mengkhotbahkan prasangka baik. Jadi, mungkin saja ini agenda personal yang memang sedari awal ingin memetik untung tapi mengatasnamakan kebajikan. Adanya ketersingkiran patron dan kelompok di masjid-masjid lingkungan BUMN mensicayakan kemunculan misi lain meneliti. Ini tidak mustahil terjadi sebagaimana fakta di lapangan acap mengonfirmasi demikian. Ini pun perlu dibuktikan dalam kasus masjid BUMN.

Kembali ke lembaga pemerintah; hadirnya laporan dari penelitian publik mesti dihargai. Hanya saja, jangan sampai ujungnya sebuah fitnah dan merusak tatanan yang sudah harmoni dan terbukti membawa kebajikan sesuai misi bernegara. Jangan sampai bisikan atas nama nasionalisme menutup mata fakta objektif di lapangan. Jangan sampai isu radikalisme dan intoleransi segera membuat aparat terpancing untuk menggulirkan agenda orang lain yang malah merusak kerukunan yang ada. Kecuali, kalau aparat merasa kebenaran hanya ada dan dari pihak yang sejalan dengan kekuasaan belaka. Ini tentu menyedihkan rakyat.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment