Masjid Megah Bergaya Khas Minangkabau

Masjid Megah Bergaya Khas Minangkabau

Masjid Raya Sumatra Barat

Suaramuslim.net – Mendengar budaya Minang, pikiran kita tak kan terlepas dengan wisata kulinernya yang begitu menggugah selera. Saking lezatnya, masakan rendang dinobatkan menjadi kuliner paling enak di dunia. Siapa sangka, salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatera Barat ini juga memiliki wisata religi yang tak kalah menakjubkan lho.

Tepat di Jalan Khatib Sulaiman, Padang, terdapat sebuah masjid megah bergaya khas Minangkabau. Hal ini terlihat jelas dari konstruksi bangunan masjid yang diadopsi dari rumah gadang, rumah adat warga Minangkabau tempo dulu. Luas keseluruhan lahan mencapai 40.000 meter persegi, dengan bangunan utama masjid sekitar 18.000 m² dan sisanya berupa hamparan halaman yang begitu luas.

Keberadaan Masjid Raya Sumatera Barat ini menjadi salah satu ikon wisata religi di Sumatera Barat dan termasuk tempat ibadah terbesar di Indonesia. Desain arsitektur dan interior masjidnya menyimbolkan persatuan bagi umat Islam di Sumatera Barat. Seiring perkembangan waktu, umat Islam di Sumatera Barat memiliki beberapa aliran dan pandangan berbeda mengenai ajaran Islam. Sehingga perlu adanya toleransi agar tetap terjaga persatuan sesama Muslim.

Keunikan yang paling mencolok dari Masjid Raya Sumatera Barat adalah tidak adanya kubah di bagian atap masjid. Kebanyakan masjid di kota-kota besar menggunakan kubah pada bagian atapnya, seperti Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Nasional Al Akbar (Surabaya), Masjid Agung Jawa Tengah (Semarang) dan sebagainya.

Lain halnya dengan masjid di Kota Padang ini yang justru menggunakan pola rumah segitiga ke bawah dan mengembang di bagian atas, layaknya konsep arsitektur khas Minangkabau yang bermakna berpegangan pada bumi. Atap masjid serupa gonjong rumah gadang, terbuat dari material kayu yang diberi ukiran di bagian dinding atap atau disebut passade.

Bangunan masjid yang mulai dibangun sejak akhir tahun 2017 ini juga menerapkan unsur desain futuristik. Ini terlihat salah satunya pada bagian mihrab, liwan, dan sahn. Mihrab berbentuk bulat telur yang menyerupai hajar aswad di Makkah.

Sementara liwan dalam masjid terlihat begitu kokoh karena menggunakan material beton dan keramik. Bagian tengahnya tersusun deretan lampu yang menggantung sehingga membentuk lingkaran di bagian atas plafon ruangan. Plafon dalam ruang utama masjid nampak penuh dengan tulisan kaligrafi Asmaul husna berwarna keemasan.

Bagian dindingnya dipasang pintu dan jendela dibuat berlubang, sehingga sirkulasi udara yang masuk ke dalam menjadi lancar. Lantai ruangan dalam masjid diberi karpet indah hadiah langsung dari Pemerintah Turki. Kemudian, dinding masjid berhiaskan ukiran tempat Al Quran dengan empat sudut yang punya makna bagi budaya Minangkabau. Yaitu “Tau di nan ampek”, atau 4 wahyu dari Allah (Al Quran, Injil, Taurat, dan Zabur).

Selain ukiran tempat Al Quran, ada juga ukiran segitiga dengan enam sudut. Maknanya adalah tiga tungku sajarangan, tiga tali sapilin atau bisa berarti Ulama, Ninik Mamak, Cadiak Pandai, semuanya harus memegang teguh 6 rukun iman sebagai pengikat dan pemersatu elemen di tengah masyarakat yang semakin beragam.

Dibalik keindahan dan kemegahannya, ternyata pembangunan masjid berlantai tiga ini dibuat agar tahan terhadap gempa hingga 10 skala richter. Konstruksi bangunan Masjid Raya Sumatera Barat disesuaikan dengan kondisi geografis wilayah setempat yang seringkali diterpa gempa berkekuatan besar. Bagian lantai 2 dan 3 dari masjid Raya juga difungsikan sebagai shelter evakuasi bencana alam tsunami.

Sebuah maha karya apik ini menjadi bukti bahwa penggabungan unsur tradisional dan modern bukan hal yang mustahil. Keduanya bisa dinikmati secara bersamaan melalui konstruksi bangunan unik dari Masjid Raya Sumatera Barat. Bagi Anda yang berkesempatan singgah di Kota Padang, pastikan pernah merasakan sholat berjamaah di Masjid Raya Sumatera Barat. Setelah itu, pengunjung bisa berbaring sejenak di lantai tiga atau bisa mengunjungi beberapa spot yang menarik untuk sekedar berfoto.

Kontributor: Siti Aisah
Editor: Oki Aryono

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment