Masyumi Reborn: Sebuah Catatan Institusional

Masyumi Reborn: Sebuah Catatan Institusional

Masyumi Reborn Sebuah Catatan Institusional
Poster pengurus Masyumi. (Gambar: wartamuslimin.com)

Suaramuslim.net – Mencermati rencana pembentukan partai politik baru, yaitu Masyumi Reborn, sebagai Masyumian saya perlu memberi catatan kritis. Ayah saya, Ibrahim ibnu Djamhuri SH adalah anggota Masyumi yang menjadikan Dr. M. Natsir sebagai model pemimpin teladan. Nama saya sebagian diambil dari tokoh PRRI Permesta, St. Mohammad Rosyid, yang mengibarkan bendera PRRI di Kedubes RI di Roma, Italia waktu itu.

Kajian berikut adalah kajian pendek yang menggambarkan betapa pandangan komoditi dan properti mendominasi pandangan ruang dan institusi yang lebih abstrak simbolik. Kesalahan pandangan ini merupakan bagian dari strategi penjajah dalam menyesatkan lalu menaklukkan umat Islam.

Kemajuan sebuah masyarakat tidak hanya ditentukan oleh endowment factors seperti sumber daya alam, tapi juga ditentukan oleh sumber daya manusia dan institusinya. Perlu segera dipahami bahwa ad diinul islam adalah rancangan institusional yang mengatur kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat yang majemuk.

Perkembangan institusi

Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk simbolik. Manusia tidak mungkin hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhannya, apalagi untuk melestarikan jenisnya. Paling tidak dia membutuhkan satu lawan jenis untuk bereproduksi.

Keluarga adalah organisasi formal pertama yang paling sederhana yang dibentuk melalui pernikahan sebagai sebuah perjanjian untuk mengelola kebutuhan dua manusia yang berbeda jenis. Perbedaan pokok antara pernikahan dan perzinaan adalah institusinya.

Begitu tingginya nilai keluarga dalam Islam sehingga diibaratkan bahwa menikah adalah menjalankan separuh ajaran Islam. Perzinaan dilarang keras dalam Islam, bahkan mendekatinya saja dilarang.

Beberapa keluarga membentuk masyarakat sebagai sebuah organisasi yang lebih besar dengan jalinan janji yang lebih kompleks. Tujuan, dan strategi mencapainya disepakati bersama sekaligus dengan pembagian tugas anggota-anggotanya.

Jika rumah adalah kediaman sebuah keluarga, maka Islam menjadikan masjid sebagai rumah bagi sebuah keluarga besar yang disebut masyarakat. Rasulullah saw meneladankan bagaimana mengelola masyarakat Madinah yang plural dari sebuah masjid, bukan dari istana. Kesuksesan Islam sebagai institusi di Madinah itu membuatnya disebut sebagai Madinatul Munawwarah.

Demikianlah masyarakat Islam dibentuk oleh tiga bentuk organisasi atau institusi utama: rumah (keluarga), masjid (masyarakat) dan madinah (Islam). Bentuk-bentuk organisasi atau institusi lain boleh dibuat selama memperkuat dan tidak melemahkan keluarga, masyarakat dan Islam. Institusi-institusi ini harus diletakkan sebagai alat atau instrumen untuk memperkuat keluarga, masyarakat dan Islam.

Sejarah 200 tahun terakhir menyaksikan perkembangan berbagai bentuk organisasi yang dalam kiprahnya justru melemahkan keluarga, masyarakat dan Islam. Ada tiga jenis organisasi yang telah terbukti berpotensi menjadi organisasi predator atas keluarga, masyarakat dan Islam. Ketiga organisasi ini adalah sekolah, organisasi massa/politik dan negara. Pelemahan ini disebabkan karena intitusi keluarga, masyarakat dan Islam lebih dilihat lebih sebagai properti (rumah, masjid dan madinah).

Sekolah, Parpol dan Negara

Sekolah dirancang untuk menggusur keluarga lalu dikembangkan menjadi lembaga yang memonopoli pendidikan masyarakat dengan kapitalisasi yang makin besar. Seseorang yang tidak bersekolah hampir pasti dianggap tidak terdidik dan kampungan.

Saat ini sistem pendidikan nasional telah dimonopoli secara radikal oleh persekolahan. Akibatnya, masyarakat makin lama bersekolah, sekolah dan kampus makin banyak, tapi pendidikan makin sedikit dan sulit ditemui.

Sekolah telah menjadikan keluarga sebagai konsumen pendidikan dan masjid hanya tempat peribadatan sempit. Beberapa sekolah Islam di kawasan kota semakin tumbuh sebagai bagian dari segregasi sosial umat dan masyarakat.

Partai politik adalah organisasi massa dengan keistimewaan tertentu yang memungkinkannya menguasai sumber-sumber daya politik. Beberapa partai politik didirikan semula sebagai sebuah organisasi massa.

Seperti sekolah, parpol telah memonopoli pasar politik sehingga politik sebagai kebajikan publik semakin menjadi barang langka yang mahal. Proses-proses politik semakin transaksional yang hanya bermanfaat bagi pemilik kapital. Rakyat ditinggal gigit jari begitu pesta demokrasi (pemilu) selesai. Pada saat pemilu menjadi papan lontar ke kekuasaan bagi elite partai. Pemilu justru hampir selalu memilukan rakyat.

Menurut Noam Chomsky, organisasi yang paling berbahaya di planet ini bukan Al Qaidah atau ISIS, tapi Partai Republik Amerika Serikat. Adalah Partai Republik yang membahayakan eksistensi spesies manusia karena menolak fakta pemanasan global dan mendorong proliferasi senjata nuklir. Di Indonesia, akibat biaya politik yang tinggi, partai politik terlibat banyak dalam kasus korupsi.

Banyak yang tidak menyadari bahwa berbagai organisasi massa telah melemahkan masjid, namun yang terbukti cukup mewarnai kehidupan masyarakat muslim di Indonesia ternyata juga tidak banyak seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Jika tidak dikelola dengan perspektif penguatan keluarga, masjid dan Islam, organisasi massa berbasis agama merupakan bagian dari proses devide et impera para penjajah. Kebanggaan berlebihan pada sebuah ormas berpotensi memecah belah sehingga melemahkan umat Islam secara politik dan ekonomi.

Negara adalah satuan organisasi yang dibentuk atas dasar suku atau bangsa. Banyak negara di Eropa dibentuk sebagai alat perjuangan suku. Nasionalisme kemudian berkembang menjadi semacam a glorified tribalism.

Beberapa negara dibangun di atas pijakan yang lebih canggih, yaitu bangsa sebagai sebuah imagined community yang melampaui tribalisme. Republik Indonesia dan Amerika Serikat adalah dua contoh negara-bangsa. India, walaupun disebut sebagai demokrasi terbesar di dunia, baru-baru ini telah menunjukkan dirinya hanya sebagai negara-suku yang gagal membangun India sebagai negara-bangsa.

Proklamasi Negara RI 17 Agustus 1945 secara resmi dipahami sebagai pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, namun sekaligus bisa dipandang sebagai sebuah peresmian dari akhir pengaruh khilafah Islam di Nusantara. Kelahiran negara RI sebagai negara bangsa adalah bagian dari rencana kolonial Barat untuk menghambat kebangkitan khilafah Islam setelah kejatuhannya pada 3 Maret 1924.

Partai politik di Parlemen pulalah yang terbukti membegal cita-cita pendiri bangsa yang dituangkan dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD1945. Banyak partai politik telah menjadi instrumen kekuatan-kekuatan nekolimik untuk melumpuhkan perwujudan cita-cita pendiri bangsa tersebut. Melalui serangkaian amandemen, UUD1945 yang dirumuskan oleh para tokoh dan ulama yang lurus telah diubah menjadi UUD2002 yang liberal, kapitalistik dan sekuler.

Penutup

UUD1945 tidak menyebut sama sekali keberadaan partai politik sekalipun disebut bahwa negara menjamin kemerdekaan berserikat. Sejak Maklumat 3 September 1945 oleh Bung Hatta, Pemerintah mendorong pembentukan partai-partai politik baru maupun mempersilakan partai-partai politik yang sudah ada sejak zaman penjajahan.

Tafsir liberal Bung Hatta atas UUD 1945 telah membuka jalan kehidupan demokrasi di RI. Bagi umat Islam saat ini, agenda utamanya dalam berserikat adalah kembali pada institusi keluarga, masyarakat dan Islam. Setiap muslim mendambakan untuk mati sebagai muslim yaitu pendukung institusi Islam.

Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment