Sebuah kemestian
Setelah memahami apa itu worldview, lalu mengenal worldview Islam, maka sudah semestinya seorang muslim mengaplikasikannya. Mengaplikasikan dalam setiap gerak gerik kehidupannya, atau dalam setiap aktivitas dan keputusan yang hendak ditentukan, baik dalam kegiatan akademik, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan lain lain. Seluruh bagian dari worldview Islam berikut turunannya mengikuti kehendak Tuhan dan utusan-Nya yang tercantum dalam Al Quran dan Sunnah.
Setiap muslim sudah sepatutnya memahami dengan baik worldview Islam ini sehingga terinternalisasi di dalam diri secara kokoh, serta terefleksikan dalam personalitas dan tradisi intelektual. Ketika worldview Islam sudah dipahami dengan benar dalam diri seorang muslim, yang akan terjadi selanjutnya adalah dirinya akan memiliki kemampuan dalam memilah, memilih, mengolah, dan menentukan kebenaran pengetahuan. Dalam istilah filosofis, hal ini disebut epistemologi.
Worldview Islam akan membimbing seorang muslim dalam kegiatan epistemologisnya di dunia akademik. Sumber ilmunya tidak hanya pada empirical knowledge & rational knowledge saja, tetapi juga revelation knowledge (wahyu). Karena dalam worldview Islam, wahyu juga termasuk sumber ilmu yang ilmiah. Dengan demikian, akan terciptalah masyarakat Islam yang memiliki nilai keislaman yang mengakar, serta produk peradaban yang bersifat ilahi.
Di sisi lain, dampak dari meninggalkan worldview Islam bagi seorang muslim adalah sudah pasti akan membuat dirinya melihat hakikat kehidupan dan dunia ini dengan kerangka pikir dari worldview lain. Yang bersumber dari peradaban, budaya atau agama lain yang tidak selaras dengan worldview Islam, bahkan bisa juga menyerap worldview ateistik.
Perkara tersebut bukanlah perkara remeh, karena pengaplikasian worldview Islam bagi seorang muslim sudah menjadi konsekuensi syahadatnya. Implikasi dari menyerapnya worldview selain Islam ke dalam alam pikir seorang muslim, akan membuat dirinya terjebak pada paham-paham hasil produk worldview lain tersebut. Misal, jika seorang muslim berpikir dengan worldview barat, maka dirinya dapat terjebak pada paham-paham produk worldview barat seperti paham liberal (berusaha melakukan dekonstruksi nilai-nilai agama), sekuler (berusaha mendikotomi perkara dunia dari perkara agama), pluralisme agama (berusaha menyamakan semua agama & menganggap semuanya benar), sophisme (tidak ada kebenaran yg absolut, semua relatif), hermeunetik (tafsir kitab suci dengan pendekatan produk budaya & sejarah), dll.
Konsekuensinya sangat berat jika pemahaman semacam itu sampai diyakini oleh seorang muslim. Pemahaman tersebut merobohkan serta mengubah perkara-perkara pokok atau fundamental (ushul) dalam aqidah Islam. Pemahaman tersebut berisiko menjerumuskan pada kekufuran dan/atau kesyirikan, yang merupakan maksiat paling berat hukumannya, bahkan banyak ulama yang mengategorikannya sebagai penyebab kemurtadan.
Maka dari itu, sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim dalam menganalisa segala sesuatu menggunakan framework worldview Islam. Dan tidak mudah kagum atau terkesima terhadap segala paham hasil produk worldview lain, yang dapat merusak aqidah kita. Wallahu a’lam bisshowab.*
Penulis: Mahardhika Putra Emas
*Bahan bacaan
– Fatwa MUI no. 7 tahun 2005 tentang Pluralisme, Liberalisme & Sekulerisme agama
– Filsafat Ilmu : Perspektif Barat & Islam ; Dr. Adian Husaini dkk
– Framework Studi Islam ; Harda Armayanto dkk
– Jurnal Islamia : Konsep-konsep kunci Worldview Islam ; Insists
– Wajah Peradaban Barat ; Dr. Adian Husaini