Membongkar manuver lembaga survei

Membongkar manuver lembaga survei

Kita dan Lembaga Survei

Suaramuslim.net – “Ah, hari gini masih percaya survei.” Kalimat ini sering kita baca di grup-grup WA, Facebook, dan medsos lainnya.

Sebagian rakyat apatis terhadap hasil survei. Ini lantaran pertama, banyak survei yang tidak akurat. Kedua, sejumlah orang atau lembaga telah “diduga kuat” manipulasi survei.

Beberapa tahun belakangan ini, survei seringkali tidak lagi dijadikan sarana informasi dan mencerdaskan publik, tapi sudah menjadi alat politik untuk berkampanye dan memengaruhi opini publik.

Memang, bisnis di lembaga survei itu menggiurkan. Maka, lembaga-lembaga survei untuk politik sudah tidak berbentuk yayasan lagi seperti awal kemunculannya di Indonesia, tetapi sudah menjadi korporasi. Sekali survei biayanya miliaran. Apalagi jika sekalian jadi konsultan politik, angkanya bisa ratusan miliar. Mahal sekali, dan tentu bisa membuat lembaga-lembaga survei itu kaya raya.

Ini bisnis halal, sah menurut undang-undang, selama dilakukan dengan tujuan dan cara yang benar.

Tiga model lembaga survei

Kalau kita buat kategori, ada tiga model lembaga survei.

1. Lembaga survei idealis

Dibiayai sendiri, atau biaya dari sumbangan yang tidak mengikat, tujuannya untuk memberikan informasi yang diperlukan, mencerdaskan publik atau mencari calon pemimpin terbaik di negeri ini.

Ada juga lembaga survei berbayar, tapi lembaga ini masih punya idealisme dengan menolak untuk menyurvei calon-calon yang dianggapnya tidak punya integritas, kapasitas, kompetensi dan berbahaya untuk masa depan bangsa.

2. Lembaga survei pragmatis

Lembaga ini membuka peluang untuk siapapun yang berminat menggunakan jasanya. Asal sesuai bayarannya, kontrak dibuat.

Mau yang bayar itu malaikat, iblis, dedemit, maupun drakula, dia terima. Gak ada urusan dengan siapa pemesan dan yang bayar, yang penting dia lakukan survei dengan benar.

Tapi, meski dibayar, ia tak mau memanipulasi data. Ia menyajikan data apa adanya sesuai temuan survei. Dia kerja profesional. Melakukan survei sesuai kaidah dan metodologi yang berlaku. Soal cara dan hasil, ia jamin akurasinya. Soal tujuan, atau mau dipakai untuk apa, itu urusan yang bayar. Dia gak peduli.

Hasil survei dari lembaga idealis dan pragmatis ini umumnya tidak dipublikasikan. Hasil survei ini hanya untuk konsumsi pihak pemesan sebagai data dan di antaranya dipakai untuk pemetaan dan mengatur strategi.

3. Pelacur survei

Hasil survei disesuaikan dengan pemesan. Mau berapa persen elektabilitasnya, semua bisa diatur. Dan ini sangat mudah. Saya juga pernah digoda dengan tawaran ini. Najis!

Biar agak halus, caranya adalah memanipulasi responden. Diambil sampel yang banyak dari daerah pendukung. Tempat lain yang kurang pendukungnya, diambil sampelnya sedikit.

Misal, di Jateng si calon pendukungnya banyak. Ambil sampel yang banyak biar kelihatan elektabilitasnya tinggi. Di Jabar, Sumsel, Sumbar, Sulsel, dan Jakarta, karena kecil pendukungnya, maka sampel diambil sedikit dan jauh dari proporsional. Ini misalnya. Hal ini biasa terjadi.

Lembaga-lembaga survei tipologi ketiga ini biasanya rajin dan suka banget merilis hasil surveinya. Karena tujuannya memang untuk branding calon tertentu, dan juga untuk memengaruhi opini publik. Namanya juga kampanye, mesti dirilis dan diviralkan sesering mungkin.

Meski begitu, tidak setiap rilis survei itu berasal dari kelompok ketiga ini. Anda mesti cerdas dan cermat dalam membaca hasil survei. Kalau satu survei dengan survei yang lain hasilnya beda jauh, Anda layak curiga. Begitu juga kalau ada yang rajin rilis survei, itu juga tanda-tanda.

Ada kawan saya cerita. Hari Senin dia diminta oleh seorang calon tertentu. Kamis sudah harus ada hasilnya. Jumat diumumkan ke media.

Teman saya bilang: “Mana mungkin survei dilakukan empat hari?” Jelas gak mungkin bisa. Dia menolak.

Eh, Jumat besoknya ada yang rilis survei dari lembaga lain sesuai yang diminta calon itu. Kapan surveinya? Gebleg gak tuh?

Ya, begitulah pelacur survei. Karena duitnya besar, ini cukup menggoda dan menggiurkan. Anda tertarik?

Jakarta, 2 Maret 2022

Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment