Profesi Guru dari waktu ke waktu mengalami degradasi kualitas dan integritas. Hari ini siswa-siswi cerdas yang menjadi lulusan terbaik dari SMA/MA lebih memilih masuk ke perguruan tinggi ternama untuk menjadi Dokter atau Insinyur ketimbang menjadi Guru. Sementara kampus keguruan menjadi pilihan terakhir jika sudah tidak ada pilihan lain. Maka tak heran berdasarkan pemetaan pendidikan global dalam Uji Kompetensi Guru terhadap 40 Negara, Kompetensi Guru di Indonesia menempati peringkat 40 atau terakhir dari 40 negara. Hal ini terjadi karena input dari pendidikan guru bukan dari kualitas yang terbaik.
Padahal kebutuhan akan guru berkualitas seiring perkembangan jaman semakin besar, karena guru berperan penting menyiapkan manusia berkualitas dan berkarakter dalam menghadapi tuntutan jaman. Suara Muslim Radio Network dalam Ranah Publik edisi Rabu (27/9) membahas problematika dunia pendidikan terutama terkait guru bersama Dr. (HC) Ir. Abdul Kadir Baraja atau akrab disapa Ustadz Kadir, praktisi pendidikan dibalik lahirnya sekolah-sekolah Islam terbaik di Surabaya yang baru saja mendapatkan Doktor kehormatan dari Universitas Negeri Surabaya.
Guru Berperan Menjaga NKRI
Orang-orang terdahulu yang mewujudkan lahirnya NKRI adalah orang-orang berkualitas. Andaikata tidak berkualitas tidak mungkin gigih berjuang dan punya narasi besar untuk membentuk suatu bangsa dalam Sumpah Pemuda tahun 1928. Termasuk jika bukan orang berkualitas tidak mungkin punya keberanian untuk memproklamirkan kemerdekaan. Maka kualitas suatu bangsa harus dijaga agar NKRI dapat terus berlangsung dan bertambah baik dari waktu ke waktu.
Ustadz Kadir mengatakan bahwa bangsa yang berkualitas terbentuk dari keluarga yang berkualitas. Dan keluarga yang berkualitas terbentuk dari individu anggota keluarga yang berkualitas. Individu yang berkualitas terbentuk dari pendidikan yang berkualitas. Sementara pendidikan yang berkualitas terbentuk dari guru yang berkualitas.
Sekolah yang merupakan institusi pendidikan harus memiliki kualitas untuk membantu keluarga membentuk putra-putri yang berkualitas yang memiliki kompetensi dan akhlak. Hari ini dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, seseorang bisa saja tak memerlukan sekolah untuk belajar. Namun pada akhirnya seseorang kehilangan empati, akhlak dan kemampuan untuk belajar menyerap ilmu terbaik. Empati, akhlak dan kemampuan belajar ini biasa disebut soft skill atau soft competence, sementara pengetahuan dan keahlian disebut hard competence. Bisa jadi seseorang dapat dengan mudah memperoleh hard competence dari manapun, namun hanya dengan sekolah yang baik soft competence seseorang dapat ditempa hingga menjadi manusia yang berkualitas.
Perjuangan Menempa Guru Pejuang
Dr. (HC) Ir. Abdul Kadir Baradja merupakan lulusan Teknik Elektro ITS yang seharusnya profesinya menjadi Insinyur, namun beliau begitu luar biasa memberikan kontribusi terbaik di dunia pendidikan. Beliau telah berhasil membidani lahirnya sekolah-sekolah Islam terbaik, kini beliau sedang berjuang melahirkan dan menempa guru-guru terbaik. Bagi Ustadz Kadir, antara maisyah atau mencari penghidupan berbeda dengan kewajiban pengabdian bernama dakwah. Maka bagi beliau dunia pendidikan adalah ladang dakwahnya. Bagi Ustadz Kadir ketimbang harus keliling berceramah sana-sini, lebih efektif mendidik generasi lewat sekolah.
Sementara itu di sekolah, peran pendidikan 70-80% ada pada guru, sisanya bergantung pada infrastruktur, kurikulum dan sebagainya. Ustadz Kadir menyampaikan keprihatinnya akan kualitas guru di negeri ini yang dari waktu ke waktu semakin menurun. Ia mengisahkan dahulu ketika lulus SMP ingin sekali menjadi guru, namun ketika hendak mendaftar Sekolah Guru Atas beliau tertolak. Justru ketika mendaftar SMA Negeri favorit di Surabaya beliau bisa masuk tanpa tes. Artinya dulu untuk menjadi guru hanya orang-orang terbaik yang diterima, sementara hari ini yang terjadi justru berkebalikan dimana pilihan menjadi guru adalah pilihan terakhir.
Selain itu pandangan publik makin memandang bahwa pekerjaan Guru tak lebih bergengsi ketimbang CEO, Dokter atau profesi lainnya. Karena beorientasi pada materi dan harta yang didapat dari pekerjaannya, bukan aspek pengabdiannya. Menurut Ustadz Kadir perlu waktu cukup lama hingga satu generasi atau sekitar 30 tahunan untuk merubah mindset masyarakat tentang profesi Guru.
Maka hari ini Ustadz Kadir membentuk Sekolah Keguruan yakni STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Al-Hikmah dengan mencari input siswa terbaik dari seluruh Indonesia untuk ditempa menjadi guru. Sebelumnya Beliau telah membentuk Kualita Pendidikan Indonesia untuk meningkatkan kualitas guru, namun ternyata menurut Beliau lebih baik membibit dari awal ketimbang memoles yang sudah jadi. Maka pada akhirnya beliau memilih mencari anak-anak cerdas untuk dibibit sejak awal menjadi guru.
Menurut Ustadz Kadir, guru harus memiliki 2 syarat yakni cerdas dan amanah. Cerdas berarti upgradable yakni punya kemampuan belajar yang tinggi sehingga dapat memperbarui kualitas diri. Dan yang kedua yakni amanah yaitu sepenuh jiwa mengabdi bukan mencari materi. Sementara hari ini materialisme merusak segalanya, orang menjadi guru karena mengejar sertifikasi. Mengukur kebahagiaan hanya dari aspek finansial. Padahal bagi mereka yang punya karakter pejuang, pengabdian adalah kebahagiaan.
Di STKIP Al-Hikmah, selain mencari input siswa yang cerdas dan terbaik, juga diberikan beasiswa penuh. Dengan pembelajaran mengajar secara langsung di pagi hari, diskusi di siang hari, dan pendidikan Islam di boarding pada malam hari. Hal tersebut dilakukan karena Ustadz Kadir mencari mahasiswa untuk dikader menjadi guru yang punya kemampuan untuk berjuang. Karena guru adalah high risk profession atau profesi yang punya resiko tinggi, yang dipertaruhkan jika gagal adalah masa depan seorang manusia.
Penulis : Ahmad Jilul Qur’ani Farid
Editor : Muhammad Nashir