Menanti Kehadiran Buah Hati

Menanti Kehadiran Buah Hati

Menanti Kehadiran Buah Hati

Suaramuslim.net – Apa Anda pernah mengalaminya? Belum nikah ditanya kapan nikah; sudah nikah ditanya kapan punya anak; sudah punya anak ditanya kapan nambah; anak sudah besar ditanya kapan menikahkannya.

Dalam kitab “al-Zuhdu al-Kabīr” (1987: 105), Syekh ‘Amir Ahmad Haidar mencatat riwayat tentang perkataan Tsauri, “Rida manusia adalah tujuan yang tiada berujung.” Memang benar adanya, jika hidup ini mengacu kepada pendapat atau keridaan orang lain, maka tidak akan ada habisnya. Selalu begitu, tidak ada putusnya. Terlebih ketika dalam suatu rumah tangga belum juga dikaruniai anak, maka pada umumnya perasaan suami apalagi istri akan kalut, terutama ketika menjawab pertanyaan orang di sana-sini.

Ketika buah hati belum juga hadir dalam rumah tangga, seyogianya tidak menambah runyam dengan memperhatikan setiap perkataan sinis seseorang terhadap kita. Karena, hal itu disamping menghabiskan energi juga membuat pasangan kurang bersyukur.

Dilihat dari sisi keimanan pada takdir, masalah karunia buah hati mutlak adalah hak prerogatif Allah subhanahu wa ta’ala. Ada orang yang secara medis –baik suami maupun istri—tidak bermasalah kesehatannya tapi tak kunjung dianugerahi anak. Ada yang cepat, bahkan ada yang divonis secara medis tak akan punya anak tapi toh akhirnya takdir Allah berkata lain.

Hayat para nabi setidaknya memberikan pelajaran luar biasa bagi rumah tangga yang sedang menanti kehadiran buah hati namun tak juga datang. Pembaca mungkin pernah membaca kisah istri Nabi Ibrahim dan Nabi Zakariya. Keduanya secara kesehatan divonis mandul. Mungkin saja, kebanyakan orang akan kehilangan optimis ketika sudah divonis demikian.

Selain mandul, usia istri kedua Nabi itu juga sudah tak muda lagi. Kondisi demikian bagi kebanyakan orang bisa mengubur keinginan untuk kehadiran buah hati. Namun, betapapun mustahilnya –ketika dilihat dari paradigma masyarakat–, kedua Nabi itu tetap optimis dan rajin berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Keimanan, kesabaran dan doa menjadi energi penting yang membuat mereka tetap optimis menanti kehadiran buah hati.

Akhirnya, keduanya dikaruniai anak-anak yang berbakti kepada orang tua. Kehidupan beliau-beliau ini memberikan contoh kasus yang paling sulit dan kecil kemungkinan untuk mendambakan buah hati. Namun, menariknya mereka tidak pernah kehilangan harapan. Bila demikian, tidak ada alasan bagi orang yang mandul, bahkan yang sehat-sehat saja berputus asa dalam menanti buah hati.

Penulis juga pernah merasakannya. Dalam proses menanti buah hati, qadarullah (atas takdir Allah), istri divonis oleh dokter, kecil kemungkinan punya anak. Namun, kami sama sekali tidak putus asa. Iman, sabar, ikhtiar dan doa selalu menjadi amunisi terbaik mengatasi kesedihan itu. Alhamdulillah, setelah enam bulan sejak vonis dokter, Allah mengaruniakan puteri kepada kami. Diluar dugaan, setahun kemudian Allah menambahkan kelahiran putera yang membuat rumah tangga terasa lengkap.

Bilapun Allah menakdirkan pasangan keluarga tidak memiliki anak, maka tidak ada alasan juga untuk pesimis terhadap rahmat Allah. Anak itu tidak selalu terkait hubungan darah. Ketika seseorang peduli kepada anak-anak yatim, maka itu adalah bagian dari kepeduliannya kepada anak-anak.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diejek oleh orang-orang kafir Quraisy lantaran tidak ada penerus karena semua anak lelakinya meninggal dunia sejak kecil. Apa Nabi langsung putus asa dengan bullyan mereka? Sama sekali tidak. Justru Allah menganugerahkan kepada beliau “anak” penerus-penerus perjuangan yang bukan dari darah dagingnya sendiri.

Dalam surah Al Kautsar malah Allah menguatkan hati Nabi, “Justru orang-orang yang mengejekmulah yang akan putus penerusnya.” Terbukti, perjuangan Nabi semakin berkembang pesat dengan penerus yang tak pernah surut. Sementara orang-orang kafir Quraisy, perjuangan mereka sama sekali tidak ada penerusnya seolah tak memiliki anak lelaki. Lebih dari itu, anak-anak mereka justru banyak yang masuk Islam mengikuti perjuangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi rumah tangga untuk tak optimis menanti kehadiran buah hati. Semua akan terasa ringan –sebagaimana contoh para nabi—ketika itu dihadapi dengan iman, sabar dan doa serta memiliki persepsi yang tepat mengenai kehadiran buah hati.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment