Lanjutan dari Mencegah Bangkitnya Komunisme di Indonesia – Bagian 1
Ketentuan larangan mengembangkan atau menganut atau menyebarkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme bagi Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, menurut penulis adalah tepat atau bahkan harus diberikan sanksi yang lebih tegas dan konsisten. Sebab, apabila Partai Politik dan Organisasi Masyarakat yang mempunyai masa besar diberikan ruang untuk menganut, mengembangkan dan menyebarkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, maka potensial mengakibatkan disintegrasi bangsa sebagaimana telah terjadi di masa lalu.
Selain itu, apabila keberadaan Partai Politik yang berideologi komunisme tidak dilarang, dikhawatirkan Partai Politik tersebut dapat dengan mudah mengganti dasar negara dengan cara memenangkan pemilihan umum terlebih dahulu, kemudian memegang tampuk kekuasaan yang bermuara pada “dikendalikannya negara Indonesia menuju negara komunis”, yang sejatinya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.
Menurut hemat penulis, berbagai instrumen hukum bagi pemberantasan komunisme di Indonesia telah sangat memadai. Sehingga, upaya represif terhadap seluruh tindakan yang berkenaan dengan penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia dapat dilaksanakan dengan cara penegakan hukum (law enforcement) secara tegas, konsisten dan konsekuen.
Pernyataan di atas tentu tidaklah merupakan asumsi belaka. Sebab, keinginan kaum komunis didukung dengan keyakinan yang kuat bahwa paham yang mereka anut akan menyelesaikan segala persoalan bangsa termasuk kemiskinan dan ketimpangan sosial. Sehingga, agenda memenangkan pemilihan umum dan menduduki jabatan strategis dalam negara merupakan langkah awal untuk membawa Indonesia pada ideologi komunisme yang mereka anut. Hal demikian telah ditegaskan oleh Mao Tse Tung yang menyatakan bahwa, “Agama itu racun, maka kuasai pemerintahan, keuangan dan media massa, sehingga agama apapun akan ada di bawah alas kakimu”.
Dalam pandangan sosiologis, metode modern dalam mencegah dan memberantas komunisme di Indonesia adalah mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yakni, dengan cara memberikan pendidikan Pancasila yang tidak hanya berbasis konsep teoritis, melainkan harus diejawantahkan ke dalam perilaku sehari-hari. Di mana, setiap warga negara Indonesia harus menumbuhkan semangat gotong-royong, saling asih, saling asuh dan saling asah. Dengan demikian, nilai-nilai yang terkadung di dalam Pancasila akan dengan mudah diamalkan dalam kehidupa praktis sehari-hari, sehingga Pancasila itu sendiri tidak hanya menjadi slogan atau ideologi semata, melainkan juga berpengaruh pada penyelesaian masalah atas segala persoalan yang melanda negeri ini.
Pengalaman Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia dan falsafah dasar Negara Indonesia harus diaplikasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam rangka memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pelaksanaan atas norma Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 haruslah ditujukan untuk kemakmuran seluruh rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir elit tertentu saja.
Sehingga, penguasaan Negara atas kekayaan sumber daya alam tidak bercorak kapitalisme seperti sekarang ini . Apabila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dilaksanakan secara sungguh-sungguh, maka ideologi apapun (tidak hanya komunisme, radikalisme, dan kapitalisme) tidak akan subur dan menjamur di negara ini. Atas dasar hal tersebut, para penyelenggara negara harus mampu menunjukkan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para founding fathers betul-betul “Sakti” dan merupakan solusi dari segala permasalahan bangsa Indonesia.
Tidak hanya itu, pengamalan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” juga penting, mengingat Indonesia adalah negara yang tidak mengenal pemisahan antara agama dengan negara. Oleh karena itu, segala tindakan penyelenggara negara dan warga negara haruslah mencerminkan pribadi beragama. Misalnya, tidak melakukan korupsi, tidak melakukan suap, tidak melakukan aksi terorisme, tidak mengedarkan dan menyalahgunakan narkotika dan psikotropika. Karena, semua perbuatan tersebut secara tegas dilarang oleh norma agama. Atas dasar hal tersebut, negara seharusnya memberikan sanksi yang lebih tegas terhadap kejahatan-kejahatan tersebut, sebab kejahatan-kejahatan tersebut secara tidak langsung mereduksi “kewibawaan Pancasila” sebagai ideologi negara.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode mencegah dan memberantas komunisme di Indonesia dapat dilakukan dengan 2 (dua) hal, yakni secara yuridis dan sosiologis. Secara yuridis, pencegahan dan pemberantasan komunisme dilakukan dengan penegakan hukum secara tegas, konsisten dan konsekuen berdasarkan dasarkan pada TAP MPRS XXV/1966, UU 27/1999,UU Parpol dan UU Ormas.
Metode kedua , melalui pencegahan dan pemberantasan komunisme secara sosiologis dilaksanakan dengan cara mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sejak dini.
Selain itu, yang tidak kalah penting juga adalah, mewujudkan Sila demi Sila di dalam Pancasila ke dalam kebijakan pemerintahan guna menunjukkan kepada publik bahwa “Pancasila merupakan ideologi negara terbuka yang dapat menyelesaikan segala persoalan bangsa termasuk kemiskinan dan ketimpangan sosial yang masih menganga di negeri ini”.
Dengan demikian, Pancasila akan dianggap “ajimat” yang “SAKTI” karena mampu memberikan solusi atas segala persoalan yang melanda bangsa dan negara Indonesia sesulit dan sekompleks apapun , sehingga negeri ini tidak memerlukan ideologi lain termasuk komunisme bangkit di Indonesia. Insha Allah.
Referensi
- Azhary, Muhammad Tahir., Negara Hukum Indonesia, UI Press, Jakarta, 1995.
- Djamhari, Saleh As’ad., Komunisme di Indonesia, (ed.) Jilid I “Gerakan dan Pengkhianatan Komunisme di Indonesia” (1913-1948), Pusjarah TNI, Jakarta, 2009.
- Hadjon, Philipus., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat, Bina Ilmu, Jakarta, 1987.
- Rudy, , (Partai) Komunis Indonesia: Sebuah Telaah Sejarah dan Kebangkitannya, PPT disampaikan dalam pembekalan remaja masjid.